JAKARTA, LINTAS – Sektor transportasi khususnya dalam penyediaan layanan angkutan umum sejauh ini belum menjadi program prioritas pembangunan di mayoritas pemerintah daerah. Padahal, dalam Pasal 138 dan 139 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan, pemerintah wajib menyediakan angkutan yang aman, nyaman, serta terjangkau.
Hal itu disampaikan Direktur Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan Suharto saat wawancara dengan Majalahlintas.com di kantornya, Senin (28/8/2023).
“Saat ini terkait transportasi belum menjadi urusan wajib terkait pelayanan dasar, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, seperti halnya kesehatan, Pendidikan dan 4 urusan lainnya. Pendidikan, misalnya, sudah jelas persentase anggarannya dari APBD. Sementara untuk transportasi sangat minim persentasenya terhadap APBD dan besarannya pun dari setiap daerah sangat berbeda-beda tergantung dari persepsi dari setiap kepala daerah dalam menginterpretasikan permasalahan transportasi yang ada ,” ujar Suharto.
Baca Juga: Pemerintah Fokus Benahi Sistem Angkutan Umum Massal di 6 Wilayah Metropolitan
Suharto berharap, pada masa yang akan datang urusan transportasi dapat menjadi urusan wajib terkait pelayanan dasar sehingga para kepala daerah memiliki visi dan misi yang sama dalam pemberian layanan transportasi, khususnya dalam penyelenggaraan angkutan umum.
“Sangat disadari setiap daerah mempunyai skala prioritas yang berbeda-beda dan sangat tergantung dari kearifan lokal. Namun, mengingat fungsi transportasi sebagai promoting dan servicing sector maka keberadaan transportasi yang baik akan semakin mempercepat penyelesaian atas program prioritas tsersebut,” kata Suharto.
Kondisi Merata
Dijelaskan Suharto, permasalahan angkutan umum massal ini terjadi di hampir seluruh daerah di Indonesia. “Termasuk di DKI Jakarta. Orang melihatnya DKI Jakarta sudah bagus karena didukung oleh seluruh moda angkutan massal, ada MRT, LRT, BRT, KA Comuter, dan angkutan feeder (mikrolet, dll), yang kemudian diintegrasikan system pembayarannya melalui Jaklinko. Namun, dari survei harian Kompas, Jumat (26/8/2023), public transport sharing-nya itu hanya 15,4 persen. Bagaimana dengan daerah lainnya di Indonesia,” ujarnya.
Penelusuran Majalahlintas.com, penduduk Jakarta sebanyak 10,68 juta jiwa yang menggunakan kendaraan pribadi mobil dan sepeda motor sebanyak 78,7 persen. Baru 15,4 persen yang menggunakan transportasi massal seperti Transjakarta, mikrolet, KRL, MRT, LRT, dan lainnya. Adapun sepeda 1,4 persen dan pejalan kaki sebanyak 4,5 persen (Kompas.id, 26/8/2023).
Baca Juga: Atasi Masalah Transportasi Publik, Kemenhub Jalankan Program Pembelian Layanan
Terkait hal ini, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melakukan sejumlah terobosan untuk menyediakan transportasi massal, dengan skema Buy The Service (BTS) di 10 kota yang dimulai sejak tahun 2020 sebagai program percontohan sehingga diharapkan pemerintah daerah lainnya bisa melihat dan mencontoh program tersebut.
Ke-10 kota tersebut, kata Suharto, meliputi, Palembang, Medan, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Banyumas, Surabaya, Denpasar, Makassar, Banjarmasin. (HRZ/PAH/SMJ/ROY)
Baca Juga: Indonesia Berkomitmen Wujudkan Transportasi Berkelanjutan