Loic Fauchon, Presiden World Water Council, memuji Indonesia bahwa World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali menjadi penyelenggaraan forum air paling sukses dalam sejarah sejak forum tiga tahunan itu diadakan untuk pertama kalinya di Marrakesh, Maroko, tahun 1997.
Sebagai perbandingan, jika WWF Ke-1 Marrakesh yang bertema Vision for Water, Life, and The Environment “hanya” terdiri dari 5 sesi dan diikuti 400 peserta, WWF Ke-10 di Bali dengan tema “Water for Shared Prospeirity” menampilkan 350 sesi dan diikuti 100.000 peserta.
Tidak heran kalau Fauchon memuji Presiden Ke-7 RI Joko Widodo yang berhasil menyelenggarakan WWF Ke-10 yang berlangsung pada Mei 2024 di Bali tersebut.
Pujian yang juga ditujukan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono (kini menjabat Kepala Otoritas IKN) itu ia sampaikan saat konferensi pers di Kementerian PU, Jumat (28/2/2025) seusai melangsungkan acara bertajuk “Follow-up Meeting 10th World Water Forum, from Bali to Riyadh and Beyond” selama dua hari, 27-28 Februari 2025.
Selain Fauchon, tampil sebagai narasumber lainnya Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Lilik Retno Cahyadiningsih dengan moderator Arie Setiadi Moerwanto, Staf Khusus Bidang Sumber Daya Air dan Kerja Sama Internasional Kementerian PU.
Kita ketahui bersama, WWF merupakan ajang penting untuk membahas berbagai isu strategis terkait pengelolaan air di tengah tantangan perubahan iklim, akses air bersih, serta keberlanjutan sumber daya air global.
Menurut Fauchon, keberhasilan WWF ke-10 semakin menunjukkan posisi Indonesia sebagai negara yang memiliki peran strategis dalam pelaksanaan kebijakan air dunia. Fauchon menambahkan, WWF ke-11 akan berlangsung di Riyadh, Arab Saudi, tahun 2027 mendatang dengan tema “Action for a Better Future”.
Semangat dan berbagai kesepakatan yang dihasilkan WWF Ke-10 di Bali itu seolah-olah mendapat momentum dengan penekanan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto pada ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan energi.
Ketiga ketahanan tersebut berhubungan dengan pemanfaatan air. Jika pada Pemerintah Presiden Joko Widodo penekanan pembangunan infrastruktur membuat Dirjen Bina Marga di Kementerian PU sibuk luar biasa selama 10 tahun, kini giliran Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PU yang sibuk karena mendapat tugas menyukseskan program ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan energi minimal selama lima tahun ke depan.
Usai konferensi pers kepada wartawan Lilik mengungkapkan, Kementerian PU mengalokasikan Rp 5 triliun hingga Rp 6 triliun untuk perbaikan atau rehabilitasi irigasi dalam upaya mendukung target Presiden Prabowo mencapai swasembada pangan.
Ia menjelaskan adanya tiga kriteria kawasan yang akan dibangun maupun direhabilitasi saluran irigasinya.
Pertama, lahan dengan luasan sekitar 665 ribu hektare berdasarkan MoU dengan Kementerian Pertanian.
Kedua, pekerjaan reguler dengan melanjutkan apa yang sudah dilakukan, yakni melanjutkan rencana Strategis (Renstra) sebelumnya. Ada 14 provinsi yang ditetapkan sebagai lokasi prioritas pembangunan dan rehabilitasi irigasi, di antaranya di Pulau Kalimantan dan Papua.
Ketiga, pelaksanaan sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan, Peningkatan, Rehabilitasi, Serta Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Untuk Mendukung Swasembada Pangan.
Khusus tentang Inpres Irigasi, kata Lilik, masih ada pedoman, kriteria, usulan dan lain sebagainya yang nanti ditetapkan bersama.
Jika Inpres Jalan Daerah (IJD) semasa Presiden Joko Widodo Kementerian PU bisa “berjalan sendiri” saat mendapat instruksi memperbaiki 511 ruas jalan di seluruh Indonesia, kini dengan Inpres Irigasi Kementerian PU harus bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan Lembaga lainnya.
Kementerian PU sebagaimana yang pernah disampaikan Menteri PU Dody Hanggodo sebelumnya, mengalokasikan Rp12 triliun tahun 2025 untuk infrastruktur pendukung swasembada pangan.
Infrastruktur tersebut mulai dari bendungan hingga jaringan irigasi. Pada 2025 sendiri, infrastruktur akan mendukung pengembangan 2,3 juta hektare lahan pertanian. Pihaknya fokus pada dukungan sumber daya air (SDA). Hal ini mulai dari pembangunan maupun optimalisasi jaringan-jaringan irigasi yang telah ada hingga bendungan.
WWF Ke-10 di Bali menghasilkan deklarasi di mana di antaranya memuat usulan pembentukan “Center of Excellence (CoE) on Water and Climate Resilience” atau Pusat Keunggulan Ketahanan Air dan Iklim atau di kawasan Asia Pasifik”, mengusulkan peringatan Hari Danau Sedunia atau “World Lake Day”, dan mengangkat dan mendorong isu pengelolaan sumber daya air secara terpadu pada pulau-pulau kecil.
WWF juga mengusulkan adanya Global Water Fund atau platform pembiayaan air dunia di mana platform ini akan menjadi wadah berbagai pihak untuk membantu masalah pendanaan air yang efektif dan berkelanjutan.
WWF juga menghasilkan 113 proyek senilai US9,4 miliar atau sekitar Rp151 triliun, yang mencakup proyek percepatan penyediaan air minum bagi 3 juta rumah tangga hingga proyek pengelolaan air limbah domestik bagi 300.000rumah tangga di seluruh dunia.
Tentang apa yang akan dilakukan Dirjen SDA terkait Hari Danau Sedunia mengingat Indonesia memiliki lebih dari 1.000 danau, Lilik mengatakan, meski hari-hari dunia sudah dihapus dari agenda terkait pengetatan anggaran, akan tetapi SDA tetap berfokus pada sejumlah danau yang potensial untuk dioptimalkan pemanfaatnya, khususnya yang menunjang ketahanan pangan.
Agar air dapat mengalir dari Bali sampai Arab Saudi, selain diperlukan komitmen antarnegara untuk memperlakukan air secara adil dan merata bagi umat dunia, diperlukan juga semacam “water warrior”, yakni gerakan dari berbagai elemen masyarakat yang peduli terhadap air beserta pemanfataannya. Lilik mengajak semua pihak berperan aktif menjaga air demi kepentingan bersama. (PEP)
Baca Juga: Krisis Air Global, Tantangan dan Solusi Menurut Presiden World Water Council