JAKARTA, LINTAS – Ketersediaan dan ketahanan air terhadap kehidupan manusia secara menyeluruh mendapat penekanan dalam World Water Forum (WWF) Ke-10 yang dihelat beberapa waktu lalu di Bali. Ketersediaan dan ketahanan air sangat penting karena terkait erat dengan ketahanan pangan dan mitigasi risiko bencana akibat perubahan iklim.
“Hal yang paling krusial adalah memastikan water security (ketahanan air) karena tanpa itu, maka tak ada food security (ketahanan pangan). Jika food security tidak ada, maka peradaban dunia akan terancam,” kata Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Manajemen Sumber Daya Air Firdaus Ali, dikutip dari Majalah Lintas.
Water security terkait erat dengan besarnya total kapasitas tampung bendungan atau reservoir yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia, 10 tahun terakhir, telah membangun 61 bendungan baru untuk menambah 229 bendungan yang sudah ada sebelumnya. Keberadaan bendungan baru ini praktis menambah kapasitas tampung rata-rata Indonesia dari sebelumnya hanya 49 meter kubik per kapita, pada akhir 2014, menjadi 64,24 meter kubik per kapita.
Walau mengalami peningkatan kapasitas, tetapi jika dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand yang telah menghasilkan kapasitas 1.100 meter kubik per kapita, Malaysia 710 meter kubik per kapita, dan Vietnam 310 meter kubik per kapita per tahun, kondisi water security Indonesia tampak sangat rendah.
“Untuk negara seperti Indonesia, angka yang paling aman adalah 360 meter kubik per kapita. Menuju 2045 nanti, di mana penduduk Indonesia akan menjadi 340 juta sehingga kita tidak perlu impor pangan dan sekaligus memperkuat bauran energi nasional dari energi terperbarukan. Keputusan membangun 61 bendungan baru selama 10 tahun terakhir ini adalah sangat tepat, tapi dikaitkan dengan tantangan berat yang kita hadapi ini belum cukup. Dalam konteks ini kemudian WWF penting buat kita,” kata Firdaus.
Terkait krisis air dan iklim, Firdaus mengatakan, Indonesia termasuk negara yang sangat beruntung bisa menjadi tuan rumah untuk perhelatan sebesar WWF. Sebab, event ini digelar di tengah masa pergantian kepemimpinan pemerintahan baru yang akan berlangsung beberapa bulan ke depan dan pilkada serentak pada 27 November 2024, yang juga akan mengganti pimpinan di seluruh kota, kabupaten, dan provinsi di Indonesia untuk pertama kalinya.
Mengelola Sumber Daya Air
Forum Air Dunia dan Konferensi Tingkat Tinggi Air 2024 diharapkan dapat menjadi bekal sangat penting untuk pemimpin selanjutnya dalam membangun infrastruktur sumber daya air dan memperbaiki tata kelola air Indonesia di masa depan.
“Kita harus menata ulang tata kelola air untuk kita jadi lebih baik lagi, lebih sejahtera, baik itu Pemerintah Pusat ataupun daerah dan juga stakeholder yang ada. Kita juga harus melibatkan peran dari generasi muda karena apa yang akan mereka warisi di masa depan, tergantung kontribusi mereka di saat ini,” imbuh Firdaus.
Selain itu, Firdaus menambahkan, kerja keras untuk menyiapkan masa depan tata kelola air Indonesia sesungguhnya dimulai sejak ditutupnya WWF di Bali. Hasil dari forum tersebut harus ditindaklanjuti dengan cepat, cerdas, dan terukur, terutama oleh pemerintahan yang akan datang.
“Jangan sampai forum kemarin hanya tinggal pujian semata. Saat ini, kita ada dalam situasi keputusan yang sangat strategis untuk menyongsong masa depan yang lebih baik dan ini harus dimulai dari kerja keras bersama menghadapi segala rintangan. Air adalah anugerah Tuhan yang diturunkan sesungguhnya untuk kesejahteraan kita. Jika air menyebabkan bencana, yang salah sesungguhnya adalah kita,” kata Firdaus (MSH).
Baca Juga: Program Citarum Harum Dibawa ke World Water Forum 2024 di Bali