Ambon, Lintas – Menciptakan sistem jaringan jalan provinsi dan jalan kabupaten diperlukan sinergi dengan pemerintah daerah kabupaten/provinsi. Sehingga pembukaan akses jalan baru dan pembukaan wilayah yang masih terisolasi bisa segera terwujud dan dapat dirasakan langsung dampaknya, khususnya masyarakat di Pulau Buru dan Pulau Seram, Provinsi Maluku.
Program Jalan Trans-Maluku yang berada di wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) meliputi ruas lingkar barat Pulau Seram (Kairatu-Piru-Taniwel- Lisabata-Saleman) dan ruas Jalan Trans-Pulau Buru (Namrole-Leksula). Saat ini, konektivitas antarwilayah sudah terbuka dan pergerakan orang dan barang sudah memadai, tetapi konektivitas jalan nasional dengan jalan provinsi/kabupaten masih belum tersambung.
Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Maluku (Satker PJN I Maluku) Muhammad Ulwan Talaohu, ST, MT, menyebutkan, hingga saat ini penanganan ruas jalan nasional di Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 1.1 penanganannya sepanjang 66,96 km; PPK 1.2 di Pulau Buru (Namlea- Namrole) sepanjang 128,46 km; PPK 1.3 di Pulau Seram bagian barat (Biru- Liang) sepanjang 131,06 km; dan PPK 1.4 melanjutkan ruas jalan yang di tangani PPK 1.3 di Pulau Seram bagian utara sepanjang 107,07 km.
“Untuk ruas jalan di Pulau Buru dari lintas dua kabupaten, yaitu Kabupaten Buru menuju Kabupaten Buru Selatan sudah terkoneksi. Hanya di jalan lingkar Pulau Buru serta ruas jalan dari Namlea menuju Teluk Bara hingga ke Palamadan dan Leksebelah yang juga masuk dalam program kegiatan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) belum terkoneksi dengan baik,” ujar Ulwan dalam wawancara dengan Lintas.
Menurut Ulwan, apabila jaringan jalan provinsi dan kabupaten belum terhubung akan berdampak terhadap perekonomian masyarakat, terutama di Pulau Buru, di mana masyarakat di sana umumnya adalah nelayan. Ketika musim timur tiba akan mengakibatkan cuaca ekstrem dan akan menyebabkan hasil laut, hasil perkebunan, dan hasil pertanian tidak bisa didistribusikan keluar Pulau Buru.
Akses jalan nasional dari Mako-Modaumohe-Namrole sepanjang 100 km sepi aktivitas warga (sepanjang 96 km hanya melewati satu dusun). Hal berbeda dengan jalan nasional dari Mako-Kayel-Ilat-Wamsisi-Namrole yang melewati sebanyak 38 desa. “Akan lebih manusiawi apabila ada pembangunan jalan di lokasi tersebut, mengingat di Pulau Buru Selatan yang berada di ruas jalan Mako- Kayel-Ilat-Wamsisi-Namrole ada empat kecamatan, 38 desa, serta dua pelabuhan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP) yang sudah terbangun, tetapi belum tersedia akses jalan yang memadai,” ungkap Ulwan.
“Khusus di Pulau Buru, di beberapa titik tertentu perlu penanganan khusus, terutama di daerah yang sering terjadi longsor, walaupun sebelumnya sudah ditangani sejak dua tahun terakhir, tetapi belum maksimal,” lanjutnya.
Selain itu, terkait dengan realokasi pembangunan Bendungan Wai Apu yang merupakan proyek strategis nasional (PSN) melintasi ruas jalan Mako-Modaumohe sepanjang 1,41 km (sebelum pembangunan) setelah di realokasi trasenya menjadi 1,87 km. Terdapat juga empat jembatan sepanjang 120 meter (jembatan lama) setelah dilakukan realokasi menjadi 280 meter, karena ada penambahan satu titik berdasarkan hasil koordinasi dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku dan Direktorat Bendungan di Direktorat Sumber Daya Air (SDA).
Ulwan mengatakan, panjang jalan nasional yang terdampak untuk pengisian air bendungan sepanjang 1,87 km dan ada empat jembatan yang harus dibangun. “Jika masih jembatan yang lama pasti akan terendam, mengingat elevasi ketinggian untuk pengisian awal (initial impounding) bendungan bisa mencapai level 101 mdpl,” lanjutnya.
PPK 1.1 Satker PJN I Maluku Peggie Gladies Hehanussa, ST, mengatakan, tahun anggaran (TA) 2022 ruas jalan nasional di Pulau Ambon yang ditangani sepanjang 66,57 km dengan persentase kemantapan 99,39%. Di mana, ruas jalan yang telah ditangani memiliki lebar jalan standar dan kondisinya dalam keadaan baik sehingga pemeliharaan konektivitas antarmoda laut, darat, dan udara terjaga. Walaupun prioritasnya pada ruas jalan, tetapi yang lebih mendesak adalah penggantian tiga jembatan yang sedang berjalan tahun ini (2022).
Selanjutnya, paket penggantian Jembatan Wai Lapu sepanjang 15 meter, paket penggantian Jembatan Wai Lawa sepanjang 42,8 meter, dan paket penggantian Jembatan Wai Poka sepanjang 30,8 meter. “Curah hujan yang cukup tinggi dan koordinasi dengan instansi lain membutuhkan waktu terutama masalah pembebasan lahan yang terdampak langsung selama masa konstruksi masih menjadi kendala hingga saat ini,” ungkap Peggie.
Demikian pula penanganan yang menjadi tanggung jawab PPK 1.2 Satker PJN I Maluku Gilang Taufiqurohman, ST, MT, untuk TA 2022 di ruas jalan nasional dari Jalan Dermaga (Namlea); akses jalan Pelabuhan ASDP Namlea (Simpang Namlea-Marloso, Marloso-Mako, Mako-Modanmohe, Modanmohe-Namrole) dengan total panjang penanganan 130,48 km.
Menurut Gilang, menangani Jalan Trans-Maluku di wilayah 3T ruas jalan Namrole-Leksula untuk penanganan tahun ini menggunakan skema kontrak tahun jamak (MYC) sepanjang 48,248 km, pembangunan jalan Namrole- Leksula I sepanjang 17 km dan pembangunan jalan Namrole-Leksula II sepanjang 17,27 km.
“Pembangunan di Mako-Modanmohe-Namrole masih perlu perhatian, di mana ruas jalannya mengalami retak-retak dan potensi longsoran masih terus terjadi. Walaupun persentase kemantapan jalan nasionalnya sudah 98,25%,” lanjutnya.
Pembangunan ini merupakan wujud sinergi dengan pemerintah daerah Kabupaten Buru Selatan dan preservasi jalan eksisting yang meliputi kegiatan penanganan rutin, preventif, rehabilitasi, dan rekonstruksi di sepanjang ruas jalan nasional juga menjadi prioritas karena merupakan salah satu tema dan isu strategis untuk Kepulauan Maluku berdasarkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bina Marga 2020-2024.
PPK 1.3 Satker PJN I Maluku Yade Trianto, ST, MSM, menjelaskan wilayah kerjanya di Kabupaten Seram bagian barat sisi selatan sepanjang 131,06 km dengan persentase kemantapan 98,56%. Sebagian besar terkoneksi dan kondisi jalan sudah baik, serta ada satu pelabuhan ASDP Waipirit yang merupakan titik penghubung utama antara Pulau Ambon dengan Pulau Seram, sehingga menjadi jalan kolektor akhir seluruh jalur lintas Pulau Seram. “Jadi, semua distribusi barang dan manusia sebagian besar berpusat di pulau itu,” ujarnya.
Yade mengatakan, prioritas kegiatan preservasi hanya fokus pada penanganan grade bahu jalan, sedangkan penanganan longsoran masih diusulkan untuk TA 2023. Selain itu, terdapat kebutuhan overlay jalan, karena umur jalan tersebut rata-rata sudah tua. “Terakhir penanganan tahun 2012, artinya sudah sepuluh tahun. Jadi, perlu di-upgrade,” ujarnya.
“Kami memberikan usulan penanganan preventif jalan maupun rehabilitasi minor jalan, karena tingkat keausan permukaan jalan sepanjang ruas jalan nasional sudah tergolong buruk. Jalan dengan kondisi tersebut selalu memiliki IRI yang rendah. Selain itu, lebar jalan hanya 4,5 meter dan terdapat 23 jembatan dengan lebar 4,5-6,8 meter atau belum memenuhi standar,” lanjut Yade.
Di tempat terpisah, PPK 1.4 Satker PJN I Maluku Jonas Hitijahubessy, ST, mengatakan, ruas jalan Kabupaten Seram Bagian Barat yang mencakup ruas jalan Piru-Waisala, Piru-Simpang Pelita Jaya, dan Simpang Pelita Jaya-Taniwel memiliki total panjang jalan sepanjang 107,076 km. Sedangkan, total persentase kemantapan jalan pada 2022 sebesar 98,73% dengan asumsi Piru-Waisala sebesar 100%, Piru-Simpang Pelita Jaya sebesar 99,36%, dan simpang Pelita Jaya- Taniwel sebesar 96,84%.
Terkait dengan konektivitas jalan yang masih rendah itu, perlu ada peningkatan, khususnya di ruas Simpang Pelita Jaya-Taniwel, masih ada beberapa titik patahan yang hingga saat ini belum terealisasi karena terkendala anggaran.
“Untuk TA 2022, ruas Simpang Pelita Jaya-Taniwel menjadi prioritas, tetapi dengan keterbatasan anggaran di ruas tersebut masih ada beberapa titik patahan terutama di Km 71 dan Km 27 yang jalannya amblas cukup besar. Jadi, harus ada penanganan khusus untuk dua titik tersebut,” ungkap Jonas.
Jonas berharap ke depan, agar program yang sudah jalan bisa ditingkatkan sehingga konektivitas antarwilayah di pulau bisa segera terwujud dan keterisolasian daerah bisa terbuka.
Ambon New Port
Dalam upaya mendukung proyek strategis nasional (PSN) di Pulau Ambon, rencana pembangunan Ambon New Port (ANP) dan Lumbung Ikan Nasional (LIN) Satker PJN I Maluku sudah melakukan survei di ruas jalan sepanjang 7,06 km. Tujuannya, yaitu untuk membuka akses jalan baru, terutama yang melewati ruas jalan nasional Wai Liang. Terkait konektivitas PNP dan LIN yang berada di jalan kabupaten dan provinsi terbagi menjadi dua di Pulau Ambon, yaitu di sisi selatan dari dalam kota hingga Woisato Muri dengan membagi sisi selatan ke sisi Pasos, dilanjutkan ke sisi utara dari Pasos ke Laha dan menuju Bandara.
“Untuk mendukung PSN bisa dibangun sebagai city hub untuk terminal transit yang mendukung LIN tersebut, di mana akses darat sangat diperlukan selain akses laut,” ujar Ulwan.
Menurut Ulwan, yang menjadi prioritas adalah penggantian jembatan rangka Callender Hamilton (CH) di Pulau Ambon. Sesuai arahan dari Menteri PUPR dan Dirjen Bina Marga supaya dilakukan penggantian semua jembatan CH di Indonesia, di mana harus menggantikan sekaligus jembatan di tiga titik, mengingat selama ini akses untuk kendaraan besar sulit melewati jembatan sehingga diperlukan jembatan darurat supaya bisa dilalui. (FD)
Baca juga:
Bendungan Way Apu, Pertama di Maluku dan Diproyeksikan Pasok Air untuk 10.000 Hektar Lahan