Beberapa waktu lalu, Kementerian Perhubungan melemparkan wacana penerapan aturan lalu lintas “4 in 1”. Artinya, mobil yang melewati jalan tertentu di waktu tertentu wajib memuat minimal empat penumpang.
Tak lain, rencana penerapan aturan ini bertujuan sebagai perwujudan komitmen pemerintah untuk mengurangi kemacetan dan juga polusi udara di Jabodetabek, khususnya di DKI Jakarta. Masyarakat terus diimbau untuk menggunakan angkutan massal yang sudah disediakan.
Aturan ini menambah daftar sejumlah upaya pemerintah menangani pencemaran udara dan kemacetan, antara lain pengaturan ganjil-genap. Mobil yang nomor polisinya berakhir ganjil bisa melewati ruas jalan tertentu bila tanggalnya ganjil. Aturan ini berlaku pada mobil dengan nopol genap.
Sejumlah ruas di Jakarta, pada pukul 06.00-10.00 dan 16.00-21.00 diterapkan aturan ganjil genap ini. Kini lalu digulirkan kembali aturan 4 ini 1 yang merupakan modifikasi atau pengembangan dari aturan sebelumnya, yakni 3 in 1.
Sejumlah media, pada pertengahan Agustus 2023 memberitakan soal rencana pemberlakuan aturan tersebut. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan bahwa dalam kebijakan 4 in 1, mobil yang masuk ke Jakarta harus mengangkut penumpang maksimal sebanyak 4 orang.
“Terkait utilitas pada kendaraan, banyak yang menggunakan satu orang atau maksimal 2 orang. Oleh karena itu, dipertimbangkan untuk membuat 3 in 1 menjadi 4 in 1,” kata Budi.
Seperti diketahui, kebijakan 3 in 1 di Jakarta dihapus pada 2016 oleh Gubernur DKI Jakarta, saat itu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Penghapusan ini dilakukan karena kebijakan 3 in 1 dinilai kurang efektif dalam mengatasi kemacetan yang masih sering terjadi di jalan-jalan yang menerapkan sistem tersebut. Selain itu, kebijakan 3 in 1 juga menjadi celah bagi praktik joki, yang pada akhirnya memunculkan masalah sosial tambahan.
Masyarakat pun menyoal, apakah 4 in 1 akan efektif mengatasi polusi dan kemacetan di Jakarta? Berkaca dari aturan sebelumnya, 3 in 1, praktik joki pun marak terjadi. Dulu mulai dari depan kantor BPK hingga depan Gedung DPR berjejer warga yang siap menjadi joki 3 in 1.
Penelusuran Lintas, pada 2013 aturan ini pernah diberlakukan di Kota Bandung. Namun, ternyata tidak efektif dan pada 2024 dihentikan.
Diharapkan, pengadaan berbagai angkutan massal dan penegakan aturan yang konsisten bisa mengurangi kemacetan dan pengurangan dampak polusi udara. Salah satunya dengan memperbanyak angkutan pengumpan dari dan menuju angkutan massal.
Sejarah 3 in 1
Penelusuran Lintas dari berbagai pemberitaan media, aturan 3 in 1 diperkenalkan pertama sekali pada 1992 saat Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto. Uji coba dilakukan pada 14 April hingga 18 April 1992. Saat itu, aturan ini dibuat supaya lalu lintas Jakarta, khususnya di Jalan MH Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Gatot Subroto, dan Jalan S Parman, tertib dan disiplin, hal ini dilakukan selama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) X Gerakan Non-Blok Pada Agustus-September 1992.

Kebijakan ini membatasi mobil pribadi yang lewat di kawasan tertentu yang dikenal dengan kawasan pembatasan penumpang (KPP). Di jalan KPP hanya mobil pribadi yang berpenumpang tiga orang atau lebih yang diperbolehkan lewat.
Diharapkan dengan pengaktifan kembali kebijakan ini, masyarakat yang tinggal di pinggiran kota Jakarta, seperti Bekasi, Tangerang, dan Depok dapat menggunakan kendaraan secara bergantian untuk masuk ke Jakarta.
Penyiapan atau uji coba pemberlakuan aturan baru 4 in 1 ini perlu dilakukan sehingga bisa menjadi solusi yang tepat mengurangi polusi dan kemacetan di DKI Jakarta. (MDF)
Baca Juga: Jakarta Termacet Ke-2 di ASEAN, Angkutan Massal Perkotaan Mendesak Dibenahi