Sumber informasi tepercaya seputar infrastruktur,
transportasi, dan berita aktual lainnya.
9 February 2025
Home Fitur Flyover Madukoro, Simbol Kesatuan dan Peningkatan Ekonomi

Flyover Madukoro, Simbol Kesatuan dan Peningkatan Ekonomi

Share

Perjalanan lancar adalah harapan setiap pengguna jalan. Namun, kendaraan yang makin hari makin bertambah, tanpa pertambahan infrastruktur jalan, mengandaskan harapan tersebut.

Kemacetan mewarnai jalanan kota-kota besar, mengakibatkan terjadinya antrean panjang. Bahkan, menimbulkan kerugian besar pada lingkungan dan ekonomi.

Kerugian lingkungan akibat kemacetan transportasi kendaraan bermotor yang paling menonjol adalah terjadinya pencemaran udara. Mengakibatkan kualitas udara makin menurun, yang dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), antara lain asma dan bronkitis.

Sementara, kerugian ekonomi akibat kemacetan transportasi kendaraan bermotor adalah penggunaan jumlah bahan bakar minyak (BBM) menjadi lebih banyak dan waktu tempuh yang lebih lama.

Mengambil contoh Jakarta. Menurut data dari Bank Dunia (2019), nilai kerugian ekonomi yang diakibatkan kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta mencapai Rp 65 triliun per tahun. Kerugian itu dihitung dari pemborosan energi, yaitu BBM yang digunakan kendaraan bermotor menjadi lebih banyak untuk jarak yang tetap. 

Sementara, menurut kajian Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan, kemacetan yang terjadi di daerah terpadat di Indonesia, Jabodetabek, mengakibatkan kerugian ekonomi senilai Rp 71,4 triliun per tahun.

Hasil kajian tersebut menunjukkan, kerugian per hari akibat pemborosan BBM sebanyak 2,2 juta liter di 6 kota metropolitan yang menjadi acuan, dikutip dari Ejurnal.ppsdmmigas.esdm.go.id.

Angka yang dikeluarkan oleh kedua lembaga tersebut memang berbeda, tetapi itu tidak mengubah fakta bahwa kerugian ekonomi akibat kemacetan besar jumlahnya.

Untuk mengatasi atau paling tidak mengurangi kemacetan dan dampak yang mengiringinya, perlu ada tindakan konkret. Salah satunya dengan pembangunan jalur alternatif, yakni flyover atau jalan layang.

Dikutip dari berbagai sumber, flyover adalah bangunan yang dibuat di atas jalan raya atau perlintasan kereta api. Dibuat dengan tujuan meningkatkan keselamatan lalu lintas dan mempercepat waktu tempuh atau efesiensi.

Ternyata, pilihan itulah yang diambil Pemerintah Kota Semarang untuk mengurai kemacetan yang terjadi di Jalan Arteri Yos Sudarso Semarang, yakni membangun flyover yang menghubungkan Pantura Barat dan Pantura Timur. Lalu, apa arti dan dampak keberadaan flyover ini bagi Kota Semarang?

Flyover Madukoro

Flyover Madukoro merupakan flyover dua lajur yang terletak di Jalan Arteri Yos Sudarso Kota Semarang. Struktur mulai dari Square Yos Sudarso menuju bandar udara (Bandara) Jenderal Ahmad Yani dan Pelabuhan Tanjung Emas, dan sebaliknya.

Panjang total Flyover Madukoro adalah 1.500 meter. Mencakup 220 meter jembatan, 485 meter oprit, dan 795 meter jalan pengarah sekaligus menjadi akses utama jalan arteri menuju Bandara Ahmad Yani dan Pelabuhan Tanjung Mas.

Flyover ini dibangun oleh Kementerian PUPR melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jateng DIY. Pembangunan dimulai pada April 2023 dan rampung serta beroperasi pada bulan Mei 2024.

Adapun yang melatari pembangunan flyover yang berbiaya sekitar Rp 199 milyar ini ialah kemacetan yang terjadi sepanjang sekitar 1 kilometer di Jalan Arteri, yang menimbulkan antrean panjang dan berdampak kerugian ekonomi bagi masyarakat Semarang.

Dengan adanya flyover, diharapkan kemacetan tersebut terurai dan melancarkan akses dari dan atau ke Bandara Ahmad Yani dan juga ke Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, di sekitar perempatan Madukoro.

Terkait pembiayaan, Pejabat Pembuat Komitem (PPK) 1.6 Provinsi Jawa Tengah BBPJN Jawa Tengah – DI Yogyakarta, Novi Krisniawati mengatakan kepada Bina Marga pada Rabu (7/8/2024), biaya pembangunan Flyover Madukoro berasal dari pinjaman luar negeri.

“Untuk pembiayaan kita menggunakan anggaran pinjaman luar negeri (dana loan) dari World Bank, dan nilainya kurang lebih Rp.199 miliar,” kata Novi, dikutip dari Binamarga.pu.go.id.

Kemudian, berbicara tentang teknologi khusus yang diterapkan pada struktur, Novi mengaku, Flyover Madukoro menggunakan mortar busa pada bagian timbunan.

“Teknologi khusus yang kita gunakan adalah mortar busa di bagian timbunan yang ada gambar wayang dan awan itu,” ujar Novi.

Sebagai informasi, mortar busa merupakan optimalisasi penggunaan bahan tambahan busa (admixture foam) dengan mortar (pasir, semen, dan air) berkekuatan tinggi sehingga ideal menjadi dasar atau perkerasan jalan pada tanah lunak yang dikembangkan oleh Pusat Jalan dan Jembatan (Pusjatan), dikutip dari Waskitaprecast.co.id.

Adapun manfaat mortar busa antara lain, meminimalisasi penurunan timbunan, struktur stabil karena memiliki karakteristik yang sama dengan beton, dan hemat biaya.

Simbol Kesatuan dan Keindahan

Selain teknologi mortar busa, Flyover Madukoro juga diberi sentuhan estetika. Flyover diperindah dengan ornamen-ornamen sarat muatan kearifan lokal seperti warak ngendhog, ukiran pandawa lima, dan ornamen burung kepodang.

Warak ngendhog menyimbolkan toleransi di antara masyarakat Semarang yang multi etnis. Sementara, kata Dwara Madukara yang terpampang di bagian tengah Flyover Madukoro ke arah Selatan memiliki arti sebagai berikut: Pertama, dwara berarti gerbang.

Kedua, madukara terdiri dari dua kata, yaitu madu berarti manis, indah, dan kara atau koro yang berarti bersinar. Jadi, harapannya, Flyover Madukoro ini menjadi gerbang yang indah dan bersinar sebagai ikon Kota Semarang, dikutip dari Jateng.pikiran-rakyat.com.

Dengan demikian, penempatan ornamen-ornamen ini bukan sekadar hiasan atau beautifikasi. Lebih dari itu, ornamen-ornamen yang dipasang pada Flyover Madukoro merupakan simbol yang bermakna pengakuan dan apresiasi terhadap toleransi di antara masyarakat Semarang dan pengingat untuk hidup dalam keindahan dan keselarasan.

Pada akhirnya, keberadaan flyover – dalam hal ini Flyover Madukoro – tidak sekadar menjadi sarana pengurai kemacetan atau bangunan pelengkap untuk mendukung fungsi dan keamanan jalan seperti disebutkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 13 /PRT/M/2011 Tentang Tata Cara Pemelihaaan dan Penilikan Jalan.

Lebih dari itu, Flyover Madukoro diharapkan dapat meningkatkan daya tarik pariwisata di Jawa Tengah, yang akan bermuara atau berdampak pada peningkatan perekonomian dan taraf hidup masyarakat menjadi makin baik. Juga, sebagai simbol yang mengingatkan untuk menghargai perbedaan, toleran terhadap orang lain yang berbeda, dan hidup dalam harmoni atau kesatuan.  (MSH)

Baca Juga: Flyover Djuanda Operasional, Kemacetan di Bundaran Aloha Berakhir

Oleh:
,

Share

Leave a Comment

Majalah Lintas Official Logo
Majalahlintas.com adalah media online yang menyediakan informasi tepercaya seputar dunia infrastruktur, transportasi, dan berita aktual lainnya, diterbitkan oleh PT Lintas Media Infrastruktur.
Copyright © 2023, PT Lintas Media Infrastruktur. All rights reserved.