Home Berita Pengamat: Reaktivasi Jalur Kereta Api di Jawa Barat Tergantung Anggaran

Pengamat: Reaktivasi Jalur Kereta Api di Jawa Barat Tergantung Anggaran

Share

JAKARTA, LINTAS — Rencana reaktivasi jalur kereta api yang terbentang di berbagai wilayah Jawa Barat kembali mengemuka. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyuarakan niat untuk mengaktifkan kembali seluruh jaringan rel kereta api di provinsi tersebut.

Namun, wacana ini bukan hal baru. Upaya serupa pernah digagas oleh pendahulunya, Ridwan Kamil, yang hanya berhasil merealisasikan satu lintas, yaitu jalur Cibatu–Garut sepanjang 19,3 kilometer. Jalur ini dibangun kembali dengan pembiayaan dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan mulai beroperasi pada 22 Maret 2022.

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menilai keberlanjutan program reaktivasi ini sangat bergantung pada ketersediaan anggaran.

“Mengaktifkan kembali jalur rel di Jawa Barat bukan sekadar semangat, tapi perlu tekad kuat dan dukungan dana yang mencukupi,” tegas Djoko, dalam keterangannya, Rabu (23/4/2025).

Menurut Djoko, jika hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat, rencana ini sulit terwujud.

“Pemerintah provinsi masih dihadapkan pada kebutuhan pembangunan jaringan jalan ke daerah-daerah pelosok, yang kondisinya masih banyak yang belum layak dan bahkan tidak bisa diakses kendaraan saat musim hujan,” tambahnya.

Merujuk pada data Direktorat Jenderal Perkeretaapian tahun 2010, terdapat 14 jalur kereta api nonaktif di Jawa Barat, antara lain:

  • Banjar–Cijulang (83 km),
  • Cikudapateuh–Ciwidey (27 km),
  • Dayeuhkolot–Majalaya (18 km),
  • Rancaekek–Jatinangor–Tanjungsari (12 km),
  • Cirebon–Kadipaten (67 km),
  • Mundu–Losari (40 km),
  • Cibatu–Cikajang (47 km),
  • Jatibarang–Indramayu (19 km),
  • Cikampek–Cilamaya (28 km), dan lainnya.

Salah satu jalur bersejarah yang pernah menjadi primadona adalah jalur Cibatu–Garut–Cikajang. Dibangun sejak 1930, jalur ini memiliki karakteristik geografis menantang dan hanya bisa dilalui lokomotif bermassa besar seperti CC10, CC50, D14, dan DD52. Pada masanya, jalur ini menjadi daya tarik wisata kereta api bagi pecinta KA dari dalam dan luar negeri.

Stasiun Cikajang yang berada di lintasan ini juga tercatat sebagai stasiun tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 1.246 meter di atas permukaan laut. Setelah berhenti beroperasi pada 1982, stasiun ini terbengkalai selama lebih dari empat dekade. Kini, status stasiun aktif tertinggi dipegang oleh Stasiun Nagreg (848 mdpl).

Selain mengangkut penumpang, jalur ini dulunya digunakan untuk distribusi hasil perkebunan teh dari kawasan Garut, yang kala itu menjadi salah satu penghasil teh terbesar di Hindia Belanda. Terdapat lima perkebunan teh yang dikelola Belanda di sekitar Cikajang: Giriwas, Cisaruni, Cikajang, Papandayan, dan Darajat.

Jalur lainnya yang juga dianggap potensial untuk dikembangkan kembali adalah Banjar–Cijulang. Selain memiliki lanskap yang eksotik, jalur ini menghubungkan sejumlah stasiun dan infrastruktur bersejarah seperti Terowongan Wilhelmina (1.116 m) dan beberapa jembatan besar. Jalur ini diyakini dapat mendongkrak kunjungan wisata ke kawasan Pangandaran.

Namun, reaktivasi jalur bukan sekadar proyek fisik. Djoko menegaskan perlunya keterlibatan lintas kementerian, terutama karena beberapa lahan eks-jalur KA telah ditempati warga.

“Pemerintah perlu bekerja sama dengan Kementerian PU (Pekerjaa Umum) dan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman untuk menyediakan hunian baru bagi warga terdampak, idealnya tidak jauh dari tempat tinggal semula dan dengan akses transportasi yang memadai,” ungkapnya.

Di sisi lain, sektor swasta dinilai belum tertarik berinvestasi di proyek reaktivasi jalur KA.

“Biaya investasinya tinggi dan tidak cukup hanya membangun infrastruktur, tapi juga perlu menyiapkan sarana operasional. Tidak seperti jalan tol yang otomatis digunakan begitu dibuka,” jelas Djoko.

Baca Juga: Tarif Tol Kuala Tanjung–Indrapura Resmi Berlaku 23 April, Cek Rinciannya di Sini

Sementara itu, di tengah kebijakan efisiensi anggaran nasional, termasuk pemangkasan anggaran Kementerian Perhubungan hingga lebih dari 50 persen, muncul pertanyaan: apakah reaktivasi jalur rel di Jawa Barat masih realistis dilakukan dalam waktu dekat?

“Kalau tidak ada dukungan anggaran yang konkret dan konsisten, wacana ini akan terus jadi wacana saja,” tutur Djoko. (CHI)

Oleh:

Share

Leave a Comment

Majalah Lintas Official Logo
Majalahlintas.com adalah media online yang menyediakan informasi tepercaya seputar dunia infrastruktur, transportasi, dan berita aktual lainnya, diterbitkan oleh PT Lintas Media Infrastruktur.

Copyright © 2025, PT Lintas Media Infrastruktur. All rights reserved.