JAKARTA, LINTAS – Dengan datangnya musim hujan, ancaman bencana seperti banjir dan cuaca ekstrem menjadi perhatian utama di berbagai sektor. Di Jakarta, PT MRT Jakarta (Perseroda) telah mengambil serangkaian langkah strategis untuk menghadapi kondisi darurat akibat cuaca buruk.
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Mega Tarigan mengatakan tujuan utama dari kesiapsiagaan ini adalah untuk mengurangi risiko, meminimalkan dampak bencana, dan memastikan respons yang efektif selama keadaan darurat, terutama bagi keselamatan penumpang dan kelancaran operasional MRT.
MRT Jakarta memanfaatkan teknologi terkini untuk pemantauan dan pengawasan lingkungan. Sistem ini meliputi alat pengukur intensitas curah hujan (rain gauge) yang dipasang di seluruh stasiun layang, alat pengukur kecepatan angin (anemometer) di Stasiun Fatmawati Indomaret, serta seismograf di Depo Lebak Bulus dan gardu induk MRT.
Selain itu, ada indikator ketinggian air yang ditempatkan di Kali Ciliwung dekat Stasiun Dukuh Atas BNI dan di Kali Krukut yang terletak di sekitar Stasiun Bendungan Hilir.
“Kami terus memantau kondisi cuaca, kecepatan angin, ketinggian air, hingga guncangan gempa untuk meminimalkan dampak bencana dan memastikan keselamatan penumpang,” kata Mega dalam keterangannya.
Sebagai bagian dari kesiapan menghadapi bencana hidrometeorologi, MRT Jakarta menjalin kerja sama erat dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Kerja sama ini mencakup tiga hal utama, yaitu penyediaan layanan prakiraan cuaca, gempa bumi, dan informasi kualitas udara di seluruh stasiun MRT serta Operation Control Center (OCC).
BMKG juga berperan dalam melakukan kalibrasi alat-alat sensor milik MRT Jakarta serta memberikan pelatihan kepada sumber daya manusia (SDM) terkait penggunaan alat tersebut.
“Dengan adanya kerja sama ini, informasi prakiraan cuaca yang akurat dan tepat waktu dapat diakses oleh tim MRT Jakarta untuk segera diambil tindakan preventif, seperti menunda operasional jika diperlukan guna memastikan keselamatan penumpang,” tutur Mega.
Ia menambahkan, MRT Jakarta telah mengembangkan prosedur standar operasi (SOP) yang dirancang untuk menghadapi kondisi darurat seperti gempa bumi, kebakaran, dan banjir.

Pelatihan simulasi rutin dilakukan baik di stasiun maupun depo dengan melibatkan pihak terkait, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Kebakaran dan Penyelamatan.
“Simulasi ini penting untuk memastikan semua petugas memahami peran dan tanggung jawab mereka dalam menghadapi situasi darurat,” jelas Mega Tarigan.
Simulasi tersebut melibatkan berbagai skenario, mulai dari tabletop exercise untuk menguji pemahaman teori hingga uji coba langsung di lapangan. Dengan cara ini, seluruh staf MRT Jakarta selalu siap menghadapi keadaan darurat secara cepat dan tepat.