Bandar Lampung, Lintas – Dalam menjalankan hidup ini harus seimbang. Mengenai pekerjaan harus profesional dan berintegritas, bertanggung jawab, serta berinovasi. Sebagai ibu rumah tangga ataupun sebagai wanita karir harus benar-benar dijalankan dengan seimbang. Demikian penuturan Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Lampung Maria Doeni Isa, ST, MM, kepada Lintas di ruang kerjanya.
“Dalam hidup ini kita harus mempunyai prinsip, segala apa yang dikerjakan itu akan kembali ke diri kita. Sebagai manusia ada tugas untuk beribadah, menjalankan kewajiban kepada Allah SWT, dan sebagai manusia harus mempunyai kewajiban, bersosialisasi sesama manusia,” ujarnya.
“Yang dimaksud dengan seimbang dalam artian harus mensyukuri dan bertanggung jawab atas apapun pemberian oleh Allah SWT, terutama itu dalam keluarga punya amanah membesarkan, mendidik anak-anak, dengan keturunan itu saya bertanggung jawab dunia akhirat, juga kepada negara,” kata Doeni.
Menurutnya, sebagai perempuan Indonesia, sehebat apapun kariernya tetap harus memahami fungsi perempuan, terutama peran perempuan itu sudah ada aturannya dalam agama. Tetap menjaga keselarasan dan keseimbangan. Jangan mentang-mentang punya karier, rumah tangga tidak diurus. Di dalam masyarakat jangan merasa punya kekuatan (power), tetapi tidak punya nilai-nilai tata krama, dan tidak bersosialisasi dengan baik.
“Ini bukan tujuan dari emansipasi yang diharapkan oleh Ibu Kartini,” jelasnya.
Doeni menuturkan bahwa, kalau diamanahkan oleh Allah SWT bisa menjadi ibu rumah tangga merangkap menjadi wanita karier harus ingat potensi, kapasitas, kemampuan di perannya sebagai ibu rumah tangga ataupun sebagai wanita karier harus benar-benar dijalankan agar seimbang.
“Walaupun ukuran seimbang itu biasanya bukan saya yang menilai, tetapi anak-anak saya, suami, keluarga besar, dan ada tim kerja saya, oleh karena itu harus banyak bersyukur, berikhtiar, mengkoreksi diri jangan merasa diri paling hebat, kita hanya berusaha untuk menjadi profesional, jujur, dan Allah akan kembalikan apa yang diusahakan untuk diri saya,” tutur Doeni.
Awal karier
“Saya mulai menjadi seorang ASN, dulu disebut PNS, pada tahun 2003, sebelumnya pegawai Kabupaten Bone Bolaango di Provinsi Gorontalo. Saya mulai masuk ke PU menjadi seorang asisten perencana di Satuan Kerja (Satker) Pengembangan Pengadaan Sistem Penyediaan Air Gorontalo di tahun 2006, tetapi waktu itu status PNS masih Pegawai Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo,” ujarnya.
Tahun 2009 Maria Doeni Isa diangkat menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kawasan Pengembangan Permukiman Pedesaan sampai tahun 2011. Kemudian, dialihkan status ke Kementerian PUPR terhitung dari tahun 2011 dan pada 2013 diangkat sebagai Kasatker Pengembangan Kawasan Permukiman di Gorontalo. Selanjutnya, diangkat menjadi Kasatker dari tahun 2015 sampai 2016 di Jawa Barat.
Banyak tantangan
Doeni mengungkapkan, ketertarikan bekerja di Kementerian PUPR itu merupakan tantangan, selain membangun, harus mempunyai ide-ide, dan inovasi.
“Contoh begini, dalam setiap penanggulangan bencana alam seperti yang terjadi di Garut tahun 2016, saya selaku Kasatker Pegembangan Kawasan Permukiman yang harus menyediakan fasilitas sarana air bersih dan sanitasinya,” katanya.
“Itulah suatu tantangan, di mana kita harus memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa negara hadir dalam tanggap darurat bencana. Itu salah satu contoh saja,” tuturnya.
Dukungan keluarga itu nikmat
“Dukungan keluarga itu salah satu nikmat yang Allah berikan. Alhamdulillah anak-anak sangat mengerti atas tanggung jawab karir yang sudah atau sedang, yang nanti akan dipertanggung jawabkan pada negara,” ujarnya.
“Mereka mengerti, memahami, tetapi saya juga tetap harus bertanggung jawab penuh mendidik, membesarkan, mengasuh anak-anak. Jadi, harus bedakan peran sebagai ibu dengan peran sebagai PNS di Kementerian PUPR. Harus dengan keterbukaan sama anak-anak bahwa ada saatnya kita bekerja meninggalkan mereka, mereka tahu kita bertugas ke mana, kualitas dan kuantitas waktu bersama keluarga, dan anak-anak memahami dan mengerti,” jelasnya.
Maria Doeni Isa mempunyai dua anak, yang pertama wanita dan yang kedua laki-laki. Anak sulung telah lulus dari STAN dan sekarang telah bekerja di KPP Pratama di Gorontalo. Sementara, yang kedua masih duduk di kelas 12 (SMA) yang sebentar lagi akan ujian dan berminat menjadi hafiz Al-Quran.
“Anak-anak diberi kebebasan memilih, kakaknya di dunia pajak, adiknya ingin menjadi seorang hafiz Al-Quran, ibunya membangun infrastruktur. Kalau kata anak saya, nanti ada yang mendoakan kita di akherat,” imbuhnya.
Ia juga rutin berolahraga berlari atau jalan pagi setiap hari. Jika berhalangan pada pagi diganti pada sorenya atau bersepeda statis atau alat untuk olah raga jika berada di rumah.
“Semua itu untuk menjaga stamina supaya badan selalu sehat. Tidak ada orang sehat kalau pola hidupnya tidak sehat. Salah satu pola hidup sehat dengan berolah raga setiap hari minimal 30 menit,” imbuhnya.
Peluang besar bagi wanita
Perjuangan Raden Ajeng Kartini memang membuka peluang besar untuk kaum perempuan Indonesia dalam pendidikan untuk memperoleh hak pendidikan sebagai manusia agar ke depannya bisa berkarier. Namun, harus diingat semua pengorbanan Kartini dalam mendobrak dan berjuang mengenai hak-hak wanita dengan mengedepankan etika dan tata krama.
Doeni mengungkapkan bahwa, kaum perempuan adalah makhluk ciptaan Allah. Ada masanya melahirkan, menyusui, dan tiap bulan menstruasi yang sudah kodrat alam.
“Kami akui posisi di saat itu tugas dan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga, konsekuensi kami setelah menikah punya anak dan harus menyusui, dan itu merupakan suatu kodrat wanita yang mempunyai tanggung jawab sebagai seorang ibu,” ujar Doeni.
“Memang Allah sudah menciptakan perempuan itu dari tulang rusuknya laki-laki dan surga ada di telapak kaki ibu,” ungkapnya.
Doeni berharap pada masa ke depan, generasi muda tetap harus berusaha dalam berumah tangga maupun berkarier, mengikuti norma-norma atau kaidah-kaidah keagamaan dan bermasyarakat serta mengikuti perkembangan jaman yang sedang dihadapi.
“Dan sebagai perempuan, terutama perempuan-perempuan muda, pilihan bekerja ataupun berumah tangga itu masing-masing ada konsekuensinya yang adalah merupakan tanggung jawab. Jangan memilih sebagai ibu rumah tangga dan kemudian menyesali pilihannya, atau memilih sebagai wanita karier dan nanti menyesali juga pilihannya,” pesan Doeni. (*)
Baca juga: Ema Amalia, Seorang Istri dan Tanggung Jawab Sebagai Orang PUPR