Berbagai prestasi selama berkarier di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sudah diperoleh Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Keterpaduan Pembangunan Maulidya Indah Junica. Capaian tersebut merupakan buah dari didikan orangtua yang menanamkan disiplin, kerja keras, dan giat belajar.
Keberhasilan dalam pendidikan dan kariernya tidak lepas dari keteladanan kedua orangtua yang sejak kecil menanamkan kedisiplinan di segala aspek. “Ayah sering mengingatkan saya dan ketiga adik-adik untuk tidak pernah menunda pekerjaan, disiplin, dan jangan pernah berhenti untuk belajar,” ujar Maulidya saat ditemui Lintas di Kantor Kementerian PUPR (Lintas Edisi 86, 6 November 2023).

Maulidya mengatakan, sampai sekarang sang Ayah (89 tahun) selalu ingin tahu hal baru yang belum diketahuinya, sehingga sering berdiskusi. Baginya, dengan bertanya, kita sedang belajar sesuatu tidak hanya dalam dunia kerja, tetapi seluruh aspek.
Modal itu mengajarinya bagaimana menapaki lika-liku kehidupan, khususnya dalam menempuh pendidikan hingga ke jenjang program studi doktoral.
Sosok Srikandi PUPR ini lahir di Palembang dan hampir separuh pendidikannya dihabiskan di Kota Bumi Sriwijaya. Sejak masih duduk di bangku taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), hingga kuliah ia habiskan di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.
“Dulu saat berangkat dan pulang sekolah, saya selalu bersama-sama dengan Ibu. Kebetulan, almarhumah Ibu bekerja sebagai dokter gigi di Rumah Sakit PT Pupuk Sriwidjaja (RS Pusri) Palembang. Saat itu jarak dari sekolah TK dan SD ke RS sangat dekat sehingga dapat ditempuh dengan berjalan kaki,” kenangnya.
Maulidya menjelaskan, sikap disiplin itu dimulai dari bangun pagi dan persiapan ke sekolah. Kala itu, jam masuk sekolah dan ibu bekerja sama-sama pukul 07.00 pagi. Artinya, pada pukul 05.00 pagi, kita sudah mulai bersiap semua untuk kemudian berangkat bersama. “Bahkan, kami pulang juga bersama. Sambil menunggu Ibu selesai bekerja, biasanya kami bermain di lingkungan PT Pusri lalu pulang bersama Ibu,” ujarnya.
Semasa SD, Maulidya sangat menyenangi olahraga tenis lapangan. Saat libur Ramadhan pada masa SD, ia pertama kali bermain tenis meja. Saat itu, di Dinas Pekerjaan Umum (PU) tempat Ayahnya bekerja mempunyai klub tenis lapangan. Dirinya diajak ikut bermain dan dilatih secara khusus.
Dalam hal pendidikan di masa SD, Ibu yang banyak meluangkan waktu mengajari ia dan ketiga adiknya karena ayah sering dinas ke luar kota. Ayah Maulidya adalah seorang pegawai Kementerian PU yang diperbantukan di Dinas PU Provinsi Tingkat I Sumsel. Selain itu, juga menjadi pengajar (dosen) di Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya. Ayah dan Ibu merupakan figur yang mewarnai Maulidya dalam memilih cita-cita kala itu.
Saat masih duduk di bangku SMA, saya diminta menuliskan minat dan bakat. “Saat itu ada dua pilihan, yaitu kedokteran dan teknik sipil sesuai latar belakang kedua orangtua. Namun, sesuai cita-cita sejak kecil pilihannya masuk teknik sipil,” ungkap perempuan yang memiliki hobi membaca itu.
Selanjutnya, Maulidya menceritakan pengalaman waktu SMA saat menjadi utusan Provinsi Sumatera Selatan sebagai anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) di tingkat Nasional pada 1984. Ia bertugas di Istana Merdeka. Menurutnya, pengalaman ini sangat berharga dalam hal kedisiplinan dan kekompakan dalam tim yang terbawa saat kuliah sampai saat ini di dunia kerja.

Maulidya menempuh kuliah di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya (Unsri) Pelembang, bergabung sebagai mahasiswa melalui jalur penelusuran minat dan bakat pada 1985. Setelah lulus pada 1990, ia pernah magang sebagai konsultan untuk menangani pengujian, peng-input-an, dan analisis data selama beberapa bulan. Dilanjutkan mengikuti pelatihan pengujian mekanika tanah, pengujian aspal, dan pengujian beton.
Bekerja di Pekerjaan Umum Pada masa kuliah pascasarjana (S-2), ia bersama beberapa teman sering datang ke Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Jalan Bandung karena di sana memiliki perpustakaan dan laboratorium. Mereka sering ke sana mencari referensi sebagai bahan tesis yang bisa diimplementasikan untuk mendukung kuliah S-2 di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Tanpa disadari, ketertarikan bekerja di kantor seperti di Puslitbang Jalan, yang kemudian bernama Puslitbang Jalan dan Jembatan Bandung, mulai tumbuh. “Terlintas keinginan bisa bekerja di tempat tersebut, sepertinya menyenangkan,” kenang Maulidya, yang saat itu statusnya belum bekerja.
Pertama kali bekerja di Puslitbang Jalan, Kepala Bidang Konstruksi dan Bangunan Pelengkap Jalan di Puslitbang Jalan adalah mentor pertamanya yang mengenalkan penelitian terapan, untuk mendapatkan solusi atas suatu masalah.
Pada 1992, Maulidya diangkat menjadi pegawai harian sebagai staf di Bidang Konstruksi dan Bangunan Pelengkap Jalan di Puslitbang Jalan. Setelah 2 tahun, statusnya menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan ditempatkan di Balai Geoteknik Jalan.
Studi Doktoral
Awal ketertarikan melanjutkan studi doktoral karena kebutuhan organisasi. Kala itu, Balai Geoteknik Jalan melakukan riset dan fokus pada pembangunan terowongan. Bersamaan dengan itu, Puslitbang Jalan Bandung kedatangan expert (ahli) terowongan dari Japan International Cooperation Agency (JICA) pada 1995.
“Saat itu ada wacana membangun jalur kereta bawah tanah mass rapid transit (MRT) di Jakarta. Jadi, proposal saya fokus terkait terowongan. Itulah yang mengawali saya mengambil studi terowongan di Tokyo Metropolitan University,” ujar Maulidya.

Gayung bersambut, pada 1997, Maulidya terbang ke Jepang untuk belajar bahasa Jepang. Tidak butuh waktu lama, dalam kurun 6 bulan ia sudah menguasai bahasa Jepang. Studi doktoral pun dimulai pada 1998.
Menurutnya, orang-orang Jepang sangat menjunjung kearifan lokal, menghormati orang yang lebih tua sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Ada istilah senpai (senior/atasan) dan kohai (junior/bawahan), di mana senpai akan melindungi dan membimbing kohai.
“Istilah senpai-kohai tidak hanya ada di karate saja,” ujarnya.
Maulidya menuturkan, satu hal yang menarik lainnya, orang Jepang memiliki kebiasaan menyapa dengan memberikan salam, contohnya mengucapkan selamat pagi, entah kepada orang yang sudah dikenal atau orang asing.
“Selama studi doktoral, kami para mahasiswa diwajibkan menyusun tulisan di tiga jurnal dan mengikuti konferensi sebagai pemapar,” ceritanya.
Pada beberapa kesempatan, ia mengikuti konferensi di The Japan Society of Civil Engineers (JSCE). “Saya pernah mendapat tiga penghargaan dari JSCE. Dua pada masa studi doktoral (1999 dan 2000), serta ketika masa post-doctoral di tahun 2002. Waktu itu, saya tidak tahu kalau ada kompetisi dan di setiap akhir konferensi diumumkan,” kata lulusan S-2 Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung, tahun 1992.
Setelah lulus dan mendapatkan gelar doktor pada 2001, hasil studinya diimplementasikan sebagai post-doctoral fellow di Yamaguchi University, di universitas yang berbeda saat menempuh S-3 di Tokyo Metropolitan University dan tergabung dalam satu riset untuk dimintakan kontribusinya. Selain itu, selama post-doctoral tersebut, bersama beberapa teman Puslitbang Jalan dan Jembatan, serta Direktorat Jenderal Bina Marga, menyusun buku Pedoman Pekerjaan Terowongan Pegunungan (2002) dan Pedoman Pekerjaan Terowongan Perisai (2003) yang diterbitkan oleh JSCE dalam bahasa Indonesia.
Kembali ke Indonesia
Sekembalinya ke tanah air, dari 2004 sampai 2015, beberapa posisi ia duduki, antara lain di Balai Geoteknik Jalan, Bidang Sumber Daya Kelitbangan, serta Subdit Teknik Lingkungan dan Keselamatan Jalan.
“Saat menjabat Kepala Subdit Teknik Lingkungan dan Keselamatan Jalan Ditjen Bina Marga, banyak buku-buku yang berhasil kami susun untuk menjadi pedoman dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan khususnya bidang jalan dan jembatan,” ucap Maulidya.
Adapun buku tersebut antara lain, Petunjuk Pelaksanaan Kelaikan Fungsi Jalan (2014), Petunjuk Praktis Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (2014), Pedoman Pelaksanaan Tanggap Darurat Bencana Alam yang Berdampak pada Jalan dan Jembatan (2014), Panduan Teknis Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca CO2 pada Kegiatan Pembangunan dan/atau Pemeliharan Jalan (2014), Template Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) dan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Tahun 2014, Gambar Tipikal Penampang Jalan dan Bangunan Pelengkap Jalan Berwawasan Lingkungan, Berkeselamatan, dan Responsif Gender (2014).
Sedangkan saat di Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) sebagai Kepala Bidang (Kabid) Perencanaan Infrastruktur Wilayah II, bersama Tim menyusun buku Estetika Infrastruktur PUPR pada kurun waktu 2015-2016.
Selanjutnya, dirinya ditempatkan di Pusat Pengembangan Kawasan Strategis sebagai Kabid Keterpaduan Infrastruktur Kawasan Strategis. Kemudian pada 2020, ditugaskan sebagai Inspektur III di Inspektorat Jenderal dan saat ini, mendapat amanah sebagai Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Keterpaduan Pembangunan.
“Bagi saya, suatu prestasi adalah tugas yang diselesaikan dengan tepat waktu. Apa yang dihasilkan dapat berguna bagi orang banyak. Begitu pula buku-buku pedoman yang telah kami susun bersama tim, masih digunakan sebagai referensi hingga saat ini dan bermanfaat bagi orang banyak. Itulah merupakan suatu prestasi tim,” ujarnya tersenyum.
Menurut Maulidya, tidak ada pekerjaan yang sulit selama kita bekerja dalam satu tim sesuai penugasan. Hanya saja, kita sering tidak tahu atau belum tahu arti pentingnya bekerja dalam tim.
“Saya punya prinsip, bekerja itu merupakan kerja tim, jangan bekerja sendirian, karena kalau bekerja sendirian, hasilnya tidak optimal,” tegasnya.
Peduli kepada orang lain itu penting. Bersama dalam tim tidak hanya pada saat senang saja, tetapi kita harus mau ikut merasakan susahnya juga. Ringan tangan, memberikan saran terbaik, dan menjaga kekompakan. (AN/PRI/ROY/SAL)