Jakarta, Lintas – Hampir semua lulusan Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Sapta Taruna tidak ada yang menganggur. Meskipun demikian, tantangan besar yang dihadapi, salah satunya adalah menguasai teknologi digital.
Hal itu disampaikan oleh Ketua STT Sapta Taruna DR. Ir. Timbul Parulian Manaorjaya Panjaitan MA, dalam wawancara dengan Majalah Lintas, di Kampus STT Sapta Taruna, Jl. DI Pandjaitan Kav 12 Cawang, Jakarta Timur, Selasa (14/3/2023).
“Tantanganya paling besar adalah mahasiswa harus menguasai teknologi digital, apalagi jurusan teknik karena dalam membuat tugas, seperti desain saja, mereka sudah harus menggunakan teknologi digital dan yang paling penting adalah harus optimistis, tetap maju, dalam menghadapi perkembangan teknologi 4.0,” ujar Timbul.
STT Sapta Taruna adalah perguruan tinggi yang berdiri sejak 1984. Sekolah tinggi tersebut memiliki tiga program studi yaitu Teknik Sipil, Teknik Lingkungan, dan Teknik Informatika. Ketiga program studi strata sarjana tersebut terakreditasi Baik.
Timbul juga mengatakan bahwa lulusan mereka hampir tidak ada yang menganggur. Artinya, lulusan STT Sapta Taruna cukup diperhitungkan di dunia kerja.
“Lulusan kami ada yang menjadi pegawai operator dan konsultan. Jadi, saya optimistis dengan lulusan kami. Untuk ke depanya juga kami yakin bahwa lulusan dari Teknik Sipil dan Konstruksi ini laku, sangat laris,” kata Timbul.
Terkait program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dari menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menurut Timbul, pihaknya sudah bekerja sama dengan sejumlah pihak.
“Kami bekerja sama dengan Balai Teknologi Air Minum dan Balai Irigasi Bekasi, terutama dalam pratikum yang belum tertampung di sini. Kami mengarahkan (mahasiswa) ke Balai Irigasi Bekasi. Kemudian juga dengan Litbang Air Bandung,” kata Timbul.
Menurut Timbul, yang belum menjalin kerja sama adalah di bidang permukiman dan jalan. STT Sapta Taruna juga bekerja sama dengan Politeknik PU Semarang, STT Sapta Taruna ditawarkan menggunakan laboratorium karena lengkap.
“Kalau pratikum, ya, sudah ke Semarang saja. Direkturnya menawarkan seperti itu. Kami sudah membuat kesepakatan (MOU) dengan mereka,” tambah Timbul.
Terjangkau
Dalam wawancara tersebut, Timbul menjelaskan, salah satu yang menjadi daya tarik calon mahasiswa untuk belajar di STT Sapta Taruna adalah biaya yang terjangkau. Ia mengatakan, “Biaya kuliah sangat terjangkau dan murah. Bahkan, mahasiswa sangat terbantu karena bisa dicicil.”
Mahasiswa STT Sapta Taruna kebanyakan dari karyawan. “Uang semesternya hanya sekitar Rp 4.500.000 dan bisa dicicil. Sementara kelas reguler jauh lebih murah daripada kelas karyawan,” kata Timbul.
Untuk program S-1, mahasiswa bisa mencicil sampai 24 kali, 12 kali, 4 kali, dan 1 kali.
Calon mahasiswa yang ingin belajar di STT Sapta Taruna di awal praktis hanya membayar Rp 500.000 dengan rincian, SPb angsuran pertama + SPP 1 + jaket almamater (Rp 50.000 + 300.000 + 150.000 = Rp 500.000).
Metode Pengajaran
Dikatakan Timbul, untuk waktu kuliah biasanya kelas karyawan adalah malam hari, yakni hari Kamis, Jumat, dan Sabtu. “Sementara kalau kelas reguler masuknya pagi,” kata Timbul.
Menurut dia, kelas reguler umumnya diisi para mahasiswa yang baru lulus sekolah menengah atas. Dengan demikian, cara mengajarnya pun berbeda.”Kalau untuk kelas karyawan, terutama mereka yang kerja di konstruksi, dosen hanya membuka sedikit, mereka sudah tahu. Kalau kelas reguler harus diajari benar-benar,” kata Timbul.
Saat ini STT Sapta Taruna telah membuka pendaftaran masuk. Untuk jadwal pendaftaran, gelombang III berakhir pada 19 Maret 2023. Adapun kuliah perdana dimulai pada 25 Maret 2023. Untuk informasi lebih lengkap bisa mengunjungi website https://sttsaptataruna.ac.id/ (C01)
Baca Juga:
- “Bali Baru” di Pulau Belitung Terus Didukung Pengembangan Infrastruktur
- Penggilas Jalan Pertama di Dunia
- Faktor Penting Membangun Kota Inklusif