Terhitung sejak sepuluh tahun lalu sampai tahun 2025 ini, total Dana Desa yang telah dialokasikan oleh Pemerintah Pusat dari APBN ke Pemerintah Desa mencapai Rp 610 triliun.
Pada tahun 2025 ini, sebanyak Rp 71 triliun Dana Desa digelontorkan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Desa.
Akan tetapi, sejak Presiden Prabowo Subianto menekankan program swasembada pangan sebagaimana tertuang dalam Asta Cita Kabinet Merah Putih yang dipimpinnya, 20 persen dari Dana Desa wajib digunakan untuk program ketahanan pangan ini.
Artinya, mulai tahun anggaran 2025 ini Anggaran Desa wajib dipakai untuk program ketahanan pangan. Selama ini setiap desa rata-rata menerima Dana Desa antara Rp 600 juta hingga Rp 900 juta.
Peraturan berupa pemotongan anggaran Dana Desa hingga seperlima dana yang biasa setiap desa terima itu tertuang dalam Peraturan Menteri Desa (Permendesa) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Petunjuk Operasional atas Fokus Penggunaan Dana Desa Tahun 2025 yang dikeluarkan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto.
Menteri Yandri kini sibuk menyosialisasikan penggunaan Dana Desa yang baru ke berbagai tempat. Yandri mengatakan, Permendesa akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah hingga Desa untuk mewujudkan percepatan kesejahteraan masyarakat desa.
Menurutnya, Dana Desa menjadi salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa.
Adapun fokus penggunaan Dana Desa tahun 2025 sesuai dengan Permendesa Nomor 2 Tahun 2024 tersebut, Pertama, fokus penanganan kemiskinan ekstrem sebesar 15 persen untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Kedua, penguatan desa yang adaptif terhadap perubahan perubahan Iklim. Ketiga, peningkatan promosi dan layanan dasar kesehatan termasuk pencegahan stunting.
Keempat, dukungan terhadap program ketahanan pangan atau swasembada pangan. Kelima, pengembangan potensi keunggulan desa.
Keenam, Dana Desa digunakan untuk pemanfaatan teknologi dan sistem informasi untuk percepatan implementasi Desa Digital. Ketujuh, pembangunan berbasis padat karya tunai dan penggunaan bahan baku lokal serta program sektor prioritas lainnya di desa.
Ketahanan Pangan
Mari kita fokus kepada poin keempat di mana anggaran tahunan yang biasa diterima pemerintahan desa ini sebagian akan digunakan untuk mendukung program ketahanan pangan atau swasembada pangan.
Tidak perlu berburuk sangka atas program Presiden Prabowo yang termaktub dalam Asta Cita itu sebagai “jor-joran”, sebab muaranya adalah untuk kesejahteraan rakyat.
Presiden Prabowo sangat protektif terhadap rakyatnya sendiri dari ancaman global yang salah satunya adalah ancaman kelaparan.
Saat melakukan sosialisasi Permendesa yang disusunnya, Menteri Yandri mengaku diundang oleh Presiden Prabowo untuk menghadiri rapat kabinet terbatas tentang makan siang bergizi.
Kemendes PDT menurutnya diberi tanggung jawab oleh Presiden untuk menyediakan bahan baku makan siang bergizi.
Lantas dari mana dana untuk mewujudkan penyediaan bahan baku makan siang bergizi tersebut?
Menurut Menteri Yandri, dana itu diambil dari 20 persen Dana Desa yang Rp 71 triliun atau sekurang-kurangnya Rp 16 triliun dana desa khusus diperuntukkan bagi ketahanan pangan.
Dengan Permendesa ini, jelas anggaran setiap desa akan berkurang 20 persen dari yang selama ini mereka peroleh.
Berapa sebenarnya anggaran yang diterima para kepala desa di Indonesia?
Sebagai contoh untuk tahun 2023, rinciannya terbaca dari situs resmi DJPK Kemenkeu, di mana jumlah dana desa yang digelontorkan dari APBN sebesar Rp 70 triliun dialokasikan kepada 74.954 desa di 434 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Pembagian anggaran dana desa untuk tahun 2023 tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 201/PMK.07/2022.
Alokasi dasar bagi setiap desa ditentukan berdasarkan jumlah penduduk masing-masing desa, di mana paling rendah bagi jumlah penduduk 1 sampai 100 orang yakni Rp 415.261.000 dan yang paling tinggi yakni desa dengan jumlah penduduk lebih dari 10.000 orang sebesar Rp 788.996.000.
Dana tertinggi yang diperoleh beberapa desa berada di kisaran Rp 1 miliar, misalnya Desa Tenggulun yang menerima dana Rp 1,9 miliar.
Sedangkan desa yang menerima dana terendah berada di kisaran Rp 500 juta-an. Secara umum, masing-masing desa di Indonesia menerima dana desa sebesar Rp600-900 juta.
Menjadi pertanyaan, apakah seluruh pemerintah Desa ini dapat memahami pemindahan alokasi 20 persen Dana Desa untuk program yang dilecut Presiden Prabowo secara besar-besaran itu?
Bagaimana mereka mengimplementasikan dana tersebut di desa masing-masing? Atau dana itu langsung dipotong 20 persen oleh “Pusat” dan dana yang terpotong itu dikelola oleh “pihak lain” yang tidak melibatkan para kepala desa sama sekali?
Potensi Lokal
Bagaimana dengan keberadaan Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015 yang mengatur penggunaan Dana Desa untuk berbagai macam pembangunan seperti untuk infrastruktur di desa maupun pembangunan badan usaha milik desa (BUMDes).
Sejauh mana Pemerintah Desa masih bisa membangun infrastruktur seperti jalan desa, jembatan, bangunan dan irigasi agar tidak bertabrakan dengan Permendesa?
Dalam Permendesa disebutkan, setiap Desa wajib memanfaatkan potensi lokal yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan pangan dan memanfaatkan keberadaan BUMDes guna menciptakan perputaran uang di desa.
Kebutuhan pangan tentu tidak sebatas pada nabati (tanaman), tetapi hewani (ternak) juga.
Baca Juga: KAI Tambah Frekuensi Perjalanan 7 Kereta Api Antarkota, Cek di Sini
Di sini perlu adanya ketegasan sekaligus kejelasan peraturan yang memungkinkan para kepala desa tidak kebingungan, sebab bagaimanapun mereka khawatir terkena jerat hukum jika salah mengelola dana tersebut.
Di sini aturan Permendesa yang dikeluarkan Menteri Yandri pun harus secara jelas merinci bagaimana para kepala desa menggunakan Dana Desa khusus untuk ketahanan pangan sebagaimana yang ditekankan.
Jika misinya untuk memenuhi kebutuhan pangan dan memanfaatkan keberadaan BUMDes, harap dicatat bahwa tidak setiap desa dari 74.954 memiliki sumber daya manusia yang sama untuk mewujudkannya, belum lagi karakter lahan atau tanah masing-masing desa itu berbeda-beda.
Apakah yang disebut pangan itu beras atau boleh makanan lainnya seperti ubi jalar, jagung, talas, sagu, misalnya. Demikian juga ternak; ternak jenis apa yang akan dikembangbiakkan.
Pemerintah harus merinci kemudian menetapkan komoditas apa yang kiranya dapat masing-masing Desa tanam atau ternak apa yang mereka pelihara dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan demi mendukung program nasional tersebut.
Terlebih lagi, gagal panen atau gagal tanam yang kemungkinan besar bisa terjadi bersangkut-paut dengan penggunaan 20 persen dana yang harus dipertanggungjawabkan.
Identifikasi lahan (tanah) di wilayah desa untuk menentukan tanaman apa yang cocok ditanam di desa tersebut penting dilakukan, agar sebuah desa yang tidak biasa menanam padi dipaksa membuka lahan untuk menanam padi tanpa dukungan pengairan dan sumber daya manusia yang memadai. Demikian juga dalam hal peternakan.
Potensi hangusnya dana 20 persen tepat di depan mata jika pemerintah pusat tidak menyertakan identifikasi wilayah, tenaga penyuluh dan praktik bercocok tanam kepada seluruh Desa. Kepala Desa tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri dalam upaya mereka mewujudkan program nasional.
Mereka perlu pendampingan, pembimbingan dan kepastian, bukan hanya asal melaksanakan perintah melalui selembar kertas berupa Permendesa. (PEP)
Baca Juga: Anggaran IKN Terkonfirmasi, Pembangunan IKN Lanjut dengan Penyesuaian yang Disetujui Prabowo