JAKARTA, LINTAS — Sebagai daerah tertinggal, terluar, dan terdepan, Kepulauan Nias masih membutuhkan banyak jembatan gantung. Peran kepala daerah setempat untuk mengusulkan pembangunan jembatan gantung menentukan untuk bisa mendapatkan perhatian pemerintah pusat.

Demikian disampaikan oleh Theofilus Jeremia Ginting, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 3.5 Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah III Provinsi Sumatera Utara, saat menjadi salah satu pembicara dalam acara Bedah Buku Kaki-kaki Riang di Atas Jembatan, Rabu (11/10/2024), di Hotel Ambhara, Jakarta.
“Di Kepulauan Nias, pada TA 2023 kami telah mengerjakan empat jembatan gantung, yang terdiri dari tiga jembatan baru dan satu jembatan rehab. Seluruhnya berada di Nias Utara. Melihat kondisi Kepulauan Nias yang masih berstatus 3T, tertinggal, terluar, dan terdepan, daerah ini masih sangat membutuhkan jembatan gantung,” ujar Theo.
Dari data yang diperoleh Majalahlintas.com, ada satu jembatan yang dibangun pada 2019, yakni Jembatan Gantung Sigetewangi di Kecamatan Lotu, Kabupaten Nias Utara.
Baca Juga: Live: Peluncuran dan Bedah Buku “Kaki-kaki Riang di Atas Jembatan”

Keempat lainnya, yakni, pertama, Jembatan Gantung Muzöi Orahili di Kecamatan Namöhalu Esiwa, Kabupaten Nias Utara. Jembatan ini direhab setelah rusak diterjang banjir pada Rabu, 29 September 2021.
Kedua, Jembatan Gantung Lasarado di Kecamatan Lahewa Timur, Kabupaten Nias Utara, dengan panjang 60 meter. Ketiga, Jembatan Gantung Laowöwaga-Me’afu di Lahewa Timur (120 meter). Keempat, Jembatan Gantung Sungai Noyo di Desa Bitaya, Kecamatan Alasa, Nias Utara (120 meter),
Baca Juga: BBPJN Sumut Rampungkan 5 Jembatan Gantung di Nias Utara
Masyarakat lokal di Kepulauan Nias, kata Theo, sangat senang dengan kehadiran jembatan gantung di daerah mereka. “Karena sudah sejak dulu terpencil dan terisolasi, dengan ada jembatan gantung, mereka bisa dengan mudah terhubung dengan daerah luar,” ujarnya.
Aksesbilitas
Theo sangat setuju bahwa pembangunan jembatan gantung di daerah-daerah terisolasi sebagai wujud kehadiran pemerintah. Dengan kesediaan akses berupa jembatan gantung, masyarakat setempat kini dengan mudah bisa pergi ke fasilitas kesehatan, pendidikan, dan juga sentra-sentra ekonomi.
“Yang paling dirasakan adalah anak-anak sekolah yang sebelumnya menyeberang sungai dengan rakit. Kini, setelah ada jembatan gantung, orangtua tidak lagi waswas, terutama saat hujan, setiap kali anak mereka berangkat ke sekolah,” ujarnya.
Jadi, menurut Theo, sama halnya dengan daerah-daerah terisolasi lainnya di seluruh Indonesia, Kepulauan Nias masih memerlukan pembangunan jembatan gantung. Untuk tahun 2024 masih belum ada usulan dari pemda untuk pembangunan jembatan gantung.
Peran pemerintah daerah, kata Theo, sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan jembatan gantung. “Saya harus akui bahwa pemerintah daerah di Nias Utara secara kepemimpinan sangat gigih dan aktif untuk berkomunikasi dengan provinsi dan pusat,” ujar Theo.
Theo berharap, dengan status 3T yang disandang oleh Kepulauan Nias, ada pembangunan yang masif dilakukan sehingga kondisi masyarakat, baik ekonomi, sosial, maupun budaya bisa ditingkatkan. (HRZ)