JAKARTA, LINTAS – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mendesak penerapan kebijakan Zero Over Dimension Over Load (Zero ODOL) secara segera. Desakan ini muncul pascaterjadinya tragedi kecelakaan beruntun di Jalan Tol Cipularang, Kilometer 92, yang terjadi pada Senin (11/11/2024) sore.
Kecelakaan yang melibatkan belasan kendaraan tersebut menewaskan satu orang dan melukai 27 lainnya, baik luka berat maupun ringan.
Kecelakaan ini kembali menyoroti masalah klasik di jalan tol, yakni kendaraan kelebihan muatan dan beban, atau ODOL, yang selama ini menjadi salah satu penyebab utama kecelakaan fatal di jalan raya.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PU, Rachman Arief Dienaputra, kepada majalahlintas.com menegaskan bahwa penyelesaian masalah ODOL adalah langkah yang sangat krusial untuk meningkatkan keselamatan berlalu lintas, khususnya di jalan tol yang sering dilintasi kendaraan berat.
Penyebab Kecelakaan
Rachman Arief mengungkapkan bahwa kecelakaan yang terjadi di Jalan Tol Cipularang ini adalah contoh nyata dari bahaya kendaraan ODOL, yang sering kali membuat kendaraan menjadi tidak stabil, mengurangi daya cengkeram ban, dan meningkatkan risiko tergelincir, terutama di kondisi cuaca buruk seperti hujan.
“Kecelakaan ini adalah salah satu contoh dampak dari kendaraan kelebihan muatan yang tidak hanya membahayakan pengemudi, tetapi juga merugikan banyak pihak. Oleh karena itu, kami mendukung penuh kebijakan Zero ODOL dan mendesak agar ini segera diterapkan,” tegas Rachman Arief, Rabu (13/11/2024).
Kecelakaan di Kilometer 92 Cipularang menjadi sorotan karena selain melibatkan banyak kendaraan, cuaca yang sedang hujan memperburuk kondisi jalan yang licin. Sehingga, kendaraan yang kelebihan muatan menjadi lebih rentan mengalami kecelakaan, baik itu terguling, menabrak kendaraan lain, atau keluar jalur.
Rachman menekankan pentingnya koordinasi antar berbagai pihak untuk menerapkan kebijakan Zero ODOL secara efektif. Kementerian PU mendukung upaya pengawasan yang lebih ketat terhadap kendaraan berat melalui pemasangan alat timbang berjalan (Weigh in Motion atau WIM) di pintu-pintu tol yang memiliki volume kendaraan berat tinggi, terutama yang menuju pelabuhan atau kawasan industri. WIM akan memungkinkan petugas untuk memantau beban kendaraan secara real-time tanpa perlu menghentikan lalu lintas.
“Koordinasi dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Korps Lalu Lintas (Korlantas), serta Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sangat diperlukan untuk memastikan implementasi ini berjalan lancar,” ujar Rachman Arief.
Menurutnya, data yang dihasilkan dari WIM dapat menjadi dasar bagi penindakan terhadap kendaraan ODOL dan membantu mewujudkan jalan tol dan jalan non-tol yang bebas dari kendaraan berbahaya tersebut.
Namun, meskipun kebijakan ini telah dilaksanakan di beberapa titik, Rachman Arief mengakui bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
“Upaya-upaya ini memang sudah dimulai, namun kita harus terus bekerja keras untuk menciptakan sistem transportasi yang lebih aman bagi semua pengguna jalan,” tambahnya.
Keselamatan Jalan Tol
Selain kebijakan Zero ODOL, Kementerian PU juga terus berupaya untuk meningkatkan keselamatan di jalan tol. Berbagai perbaikan infrastruktur seperti penambahan jalur darurat, pemasangan rambu peringatan bahaya jalan licin atau kabut, serta pengawasan melalui CCTV dan patroli intensif pada cuaca ekstrem, telah dilakukan.
“Penambahan jalur darurat dan pemasangan crush cushion untuk penyerapan benturan di titik-titik rawan kecelakaan adalah bagian dari usaha kami untuk mengurangi risiko kecelakaan fatal. Kami juga berkolaborasi dengan Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) dan Korlantas Polri untuk melakukan evaluasi dan memastikan bahwa keselamatan menjadi prioritas utama di jalan tol,” tegas Rachman.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Djoko Setijowarno, pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), yang sepakat bahwa penerapan kebijakan Zero ODOL sangat mendesak.
Menurut Djoko, kebijakan liberalisasi angkutan barang yang dibiarkan mengikuti mekanisme pasar telah membawa dampak buruk terhadap keselamatan di jalan.
Meskipun tarif angkutan barang lebih fleksibel, aturan teknis dan norma keselamatan kendaraan sering kali diabaikan demi efisiensi biaya.
“Liberalisasi angkutan barang memang perlu, namun hal ini harus diimbangi dengan pengetatan aturan keselamatan dan batasan beban kendaraan. Di negara maju, mekanisme pasar tetap berjalan, namun keselamatan diutamakan dengan regulasi yang ketat. Di Indonesia, banyak aturan keselamatan yang dilanggar demi efisiensi yang sesungguhnya merugikan semua pihak,” tutur Djoko kepada majalahlintas.
Menuju Transportasi yang Lebih Aman
Dengan adanya desakan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan pengamat transportasi, semakin jelas bahwa untuk mencapai Zero ODOL, perlu ada kolaborasi lebih erat antara pemerintah, pengelola jalan tol, dan pihak terkait lainnya. Penegakan aturan yang lebih ketat dan pemantauan yang lebih cermat di lapangan akan menjadi kunci untuk memastikan keselamatan di jalan tol.
Kebijakan Zero ODOL bukan hanya sekadar soal menurunkan angka kecelakaan, tetapi juga tentang menciptakan sistem transportasi yang lebih terjamin, aman, dan efisien untuk seluruh pengguna jalan di Indonesia. Sebagai langkah awal, peningkatan infrastruktur, pemasangan teknologi pemantauan, serta penegakan hukum yang lebih tegas diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi keselamatan berlalu lintas di jalan tol Indonesia. (GIT)