Rangkaian tahapan kegiatan proyek yang saling terkait memiliki reaksi berantai menyerupai efek domino yang lajunya akan terganggu apabila lintasan kritisnya mengalami kendala. Kendala tersebut dapat diatasi jika di dalam perencanaannya telah teridentifikasi segala faktor risiko secara komprehensif dan diikuti dengan pengawasan yang baik. Risiko gagal akan semakin kecil jika segala faktor kendala diketahui lebih awal.
Awal ketertarikan Azhari SSi, ST, MT, pada bidang pembangunan fisik tidak berlatar belakang dari kuliah sarjana yang diambilnya, yaitu Jurusan Matematika di Universitas Sriwijaya, Palembang. Namun, dimulai ketika membuat skripsi tentang Optimalisasi waktu pelaksanaan pembangunan jembatan di Sleman, Yogyakarta. Di proyek ini Azhari mengetahui rangkaian tahapan kegiatan pembangunan jembatan dan waktu yang dibutuhkan dari masing-masing kegiatan.
“Saya tanya berapa waktunya, kalau kerjaan seperti ini biasanya berapa lama, kalau paling cepat berapa? Dari situ lah angka-angkanya sudah kita ketahui, jenis kegiatannya apa, waktunya berapa, urutan kerjanya apa saja,” ujar Azhari (10/11/2022). Dari wawancara tersebut disusun menjadi semacam network planning dari sebuah proyek sehingga didapatkan titik kritis.
Dari skema ini dapat diketahui lintasan kritis waktu pengerjaan. Ada pekerjaan yang bisa ditunda dan ada yang harus tepat waktu agar tidak memperpanjang total waktu pelaksanaan proyek. Ilmu yang menjadi modal Azhari adalah Program Evaluation and Review Technique (PERT), yaitu ilmu yang mengoptimalkan waktu pelaksanaan proyek atau di teknik sipil juga dikenal Critical Path Method (CPM). Azhari mempelajari bahwa PERT dapat juga diterapkan pada sektor perindustrian, tetapi ia lebih memilih menerapkannya di sektor pembangunan infrastruktur.
Seiring waktu, Azhari juga memperkaya dirinya dengan ilmu teknik sipil dan diperkuat dengan kuliah magister manajemen konstruksi di Universitas Indonesia. Ilmu ini sangat bermanfaat baginya ketika menyiapkan desain sekitar 31 jembatan yang rusak akibat banjir bandang di Kabupaten Lebak, Banten (31/12/2019). Status jembatan yang rusak berada di bawah Pemda Banten, tetapi saat itu menjadi tanggung jawabnya berdasarkan arahan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat (PUPR).
Sekitar 31 jembatan dengan bentang 30-120 meter harus selesai desainnya dalam waktu sekitar tiga bulan. Azhari yang saat itu menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Banten (Satker P2JN Banten) bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Perencanaan berjibaku membuat desain dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Tahapan kerja dimulai dengan melakukan survei lapangan untuk menentukan topografi masing-masing lokasi jembatan, diikuti dengan boring sebagai dasar mengetahui kondisi, jenis, dan ketebalan lapisan tanahnya, kemudian dari data tersebut dapat dimulai pembuatan desain.
Desain yang telah siap dilanjutkan tahap pembangunan fisiknya oleh Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Banten. Seluruh desain jembatan mampu diselesaikan oleh tim Satker P2JN Banten dalam waktu kurang dari tiga bulan. Pada kondisi normal, pembuatan desain jembatan yang ideal membutuhkan waktu 7-8 bulan.
Azhari juga pernah terlibat dalam menyiapkan perencanaan 37 paket pekerjaan jalan dan jembatan akibat tsunami Aceh saat menduduki posisi Asisten Pelaksana I PMU BRR Aceh untuk paket Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) pada 2007. Ketika itu, Azhari berdiskusi dengan konsultan yang terlibat dalam penyusunan rencana kerja selama satu tahun.
“Dari schedule itu kita bahas bersama mana saja waktu pekerjaan yang perlu dipercepat dan mana yang dapat diterima. Kemudian dari hasil yang kita sepakati dan rencanakan itu kita pegang bersama,” papar Azhari.
Pertemuan dengan penyedia jasa kembali dilakukan pada tiap tahapan waktu pekerjaan untuk mengawal kinerja. Di sini akan terlihat komitmen penyedia jasa dalam mengikuti Kepala BPJN Babel bersama Kasatker P2JN dalam kegiatan monitoring evaluasi pada ruas PPK 1.3. perjanjian yang telah disepakati bersama.
Jika diketahui progres pekerjaan melambat maka dibutuhkan pengaturan terkait jumlah personel yang terlibat. Sementara dalam bidang pengawasan proyek, Azhari berpegang pada prinsip pengawasan dan pengendalian melalui pendekatan karakter agar pekerjaan selesai tepat waktu dan mutunya sesuai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak.

pada ruas PPK 1.3.
Ulet Sejak Dini
Kedisplinan dalam mengatur waktu telah dimulai Azhari sejak di bangku SD yang juga menuntut ilmu di Madrasah Ibtidaiyah. Sejak kecil pula, ia sudah membantu orangtua untuk menyiapkan kios dagangan sebelum berangkat sekolah. Bahkan gurunya bersikap permisif padanya suatu ketika datang terlambat karena gurunya tahu bahwa Azhari memiliki tujuan baik untuk membantu orangtua.
Azhari yang lahir di Lubuk Pakam, Sumatera Utara, pada Maret 1971, tetap menjaga keuletannya hingga awal bergabung di Kementerian PUPR pada 2002. Pada tahun-tahun awal bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS), ia sempat menyibukkan diri dengan menjadi tenaga pengajar di Akademi Bina Sarana Informatika (BSI) dan Universitas Budi Luhur. Memasuki tahun ketiga, melihat pekerjaan kantor semakin banyak, ia memilih untuk melepas pekerjaan mengajarnya.
Azhari pertama kali bertemu dengan istrinya saat sama-sama menjadi tenaga pengajar di kampus BSI dan saat ini mereka telah dikaruniai sepasang buah hati. Putra sulungnya yang lahir pada 2006 telah duduk di kelas 2 SMA dan putri bungsu yang terpaut usia empat tahun baru saja masuk ke jenjang SMP. Azhari telah terbiasa menjalani hubungan jarak jauh dengan keluarganya mulai empat tahun lalu sejak ditugaskan ke BPJN Banten.

Saat domisilnya di Serang, Azhari bisa mengatur waktu bertemu dengan keluarga hingga dua kali seminggu, tetapi ketika bertugas di Pulau Bangka ia hanya bisa bertemu keluarga sekitar tiga minggu sekali. “Bersyukur juga ada video call ini, jadi rindu itu bisa diobati walaupun belum optimal. Minimal kan kita melihat langsung visualnya,” ungkapnya. tiga minggu sekali. “Bersyukur juga ada video call ini, jadi rindu itu bisa diobati walaupun belum optimal. Minimal kan kita melihat langsung visualnya,” ungkapnya.
Azhari mengisi waktu luangnya dengan banyak membaca berbagai pengetahuan tidak hanya terkait teknik sipil, tetapi juga ilmu pengetahuan lainnya. Baginya pada saat ini, ilmu pengetahuan sangat mudah diperoleh melalui beragam media dan hal ini dapat menjadi modal pengembangan diri di masa depan. “Ilmu itu tidak seperti orang memotong kayu, kalau memotong kayu langsung diperoleh hasilnya, kalau ilmu mungkin bertahun tahun baru diperoleh hasilnya,” ujar Azhari.
Pada Satker P2JN Babel terdapat 28 personel, 18 di antaranya berstatus non-PNS, oleh Azhari selalu diberi bimbingan dan motivasi agar rekan kerjanya mampu bekerja dan berkembang. Ia juga memiliki prinsip semakin banyak membagikan ilmu kepada orang lain maka secara tidak langsung otak akan selalu mengingat ilmu tersebut. Baginya, kepribadian yang baik adalah “selalu lah melihat ke bawah” atau melihat kondisi orang dan lingkungan sekitar yang memiliki kekurangan agar kita selalu bersyukur.
Baca Juga: Ferry Sutimarjaya, ST, MT: Bekerja Optimal Saat Darurat dan dalam Tekanan