JAKARTA, LINTAS – Pemerintah akan mempertimbangkan ulang penerapan sistem pembayaran tol nirsentuh (Multi Lane Free Flow/MLFF) yang digagas oleh perusahaan asal Hongaria, Roatex Ltd. Ada kemungkinan, teknologi serupa yang dikembangkan oleh perusahaan dalam negeri menjadi pilihan.
Kementerian PU bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tengah mengkaji secara mendalam untuk memilih teknologi yang paling efektif dan efisien dalam sistem pembayaran tol tanpa hambatan fisik ini.
Dody menekankan bahwa pemerintah tidak ingin terburu-buru dalam keputusan ini, meskipun penerapan teknologi MLFF telah menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir.
“MLFF sedang di-review oleh BPKP. Itu prosesnya, mana yang kira-kira lebih efektif dan efisien. Beberapa teknologi disarankan kepada kami, kami agak kebingungan juga,” ujar Dody di Jakarta, Senin (25/11/2024).
Dody mengakui adanya sejumlah pilihan teknologi yang bersaing, yang membuat pemerintah harus cermat dalam menentukan pilihan. Sejumlah teknologi alternatif yang kini tengah dipertimbangkan meliputi MLFF, Flo, dan NFC.
Persaingan Teknologi
Di antara berbagai pilihan yang ada, teknologi MLFF yang berbasis pada Global Navigation Satellite System (GNSS) sudah dikenal luas di pasar internasional. Teknologi ini menawarkan kemudahan transaksi jalan tol tanpa hambatan dengan mengidentifikasi kendaraan yang melintas, memeriksa status pembayaran, dan menverifikasi pelanggaran.
Pengguna jalan tol dapat melakukan pembayaran melalui aplikasi Cantas yang terintegrasi dengan data Electronic Registration and Identification (ERI) dari Korlantas Polri.
Namun, teknologi asing ini kini harus bersaing dengan solusi yang dikembangkan oleh perusahaan domestik. Salah satunya adalah Flo, yang menggunakan sensor otomatis pada stiker RFID yang ditempelkan di kendaraan.
Dengan aplikasi Flo, pengguna dapat memesan stiker, mengecek saldo, dan mendapatkan notifikasi transaksi secara langsung. Ada pula sistem NFC, yang memungkinkan pembayaran tol hanya dengan menempelkan ponsel ke mesin sensor.
Meskipun berbagai teknologi ini menawarkan kelebihan masing-masing, kebingungan pemerintah terkait pilihan terbaik untuk Indonesia tetap ada. Salah satu pertimbangan penting adalah efisiensi biaya dan potensi teknologi dalam meningkatkan pengalaman pengguna tanpa membebani anggaran negara atau rakyat.
Dalam hal ini, perusahaan-perusahaan dalam negeri yang menawarkan solusi teknologi pembayaran tol juga berharap agar kebijakan pemerintah berpihak pada pengembangan industri teknologi dalam negeri.
Pilihan yang Tidak Mudah
Satu hal yang tidak dapat diabaikan adalah perbedaan yang mencolok antara teknologi yang ditawarkan oleh perusahaan asing dan dalam negeri. Meskipun MLFF menawarkan solusi canggih, teknologi ini melibatkan biaya lisensi dan implementasi yang besar, yang pada akhirnya bisa membebani anggaran negara.
Di sisi lain, teknologi domestik seperti Flo dan NFC mungkin lebih terjangkau dan dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan infrastruktur di Indonesia.
Namun, Dody juga menegaskan bahwa faktor keadilan harus menjadi landasan keputusan pemerintah. Menggunakan teknologi asing yang mahal sementara dalam negeri juga memiliki kapasitas untuk berkembang bisa menimbulkan kesan bahwa negara kurang mendukung produk lokal.
Ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam memilih teknologi yang tidak hanya efisien secara teknis, tetapi juga mendukung perekonomian domestik dan memperkuat sektor teknologi dalam negeri.
“Kami tidak bisa memilih hanya berdasarkan satu teknologi saja. Kita harus melihat dari banyak sisi, termasuk apakah teknologi tersebut mendukung perkembangan industri dalam negeri dan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi rakyat,” lanjut Dody.
Pengkajian Berlarut-larut
Meskipun pemilihan teknologi pembayaran tol nirsentuh ini telah dibahas sejak lama, proses pengkajian yang masih berlanjut menunjukkan bahwa keputusan akhir masih jauh dari kesimpulan. Proses panjang ini tidak terlepas dari pertimbangan teknis, biaya, dan dampak sosial-ekonomi yang luas.
“Ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal bagaimana teknologi itu diterima oleh masyarakat, serta dampaknya pada perekonomian dan lapangan pekerjaan di Indonesia,” kata Dody.
Dalam situasi ini, publik dan berbagai kalangan berharap agar pemerintah bisa membuat keputusan yang cepat, tepat, dan transparan agar implementasi teknologi tol nirsentuh ini dapat segera berjalan tanpa menambah beban birokrasi atau biaya tambahan yang tidak perlu.
Sebuah keputusan yang jelas juga akan memberi kepastian bagi pengusaha dan masyarakat yang menunggu kemudahan dalam bertransaksi di jalan tol.
Terlepas dari kebingungan yang ada, pemerintah jelas ingin memastikan bahwa setiap teknologi yang diterapkan dapat memberikan dampak positif, tidak hanya dari sisi efisiensi tetapi juga berkelanjutan dan menguntungkan bagi perekonomian Indonesia.
Bukan hanya soal memilih teknologi terbaik, namun juga bagaimana memanfaatkan kesempatan ini untuk mendukung inovasi dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja.
Pemerintah perlu segera menemukan titik terang agar keputusan ini tidak hanya berfokus pada teknologi yang “terlihat canggih,” tetapi juga pada keadilan sosial dan pemberdayaan ekonomi rakyat. (GIT)