MAKASSAR, LINTAS – Ruas jalan Batas Kota Maros – Batas Kabupaten Bone, sebagai bagian penting dari jaringan jalan nasional saat ini sedang mengerjakan proyek preservasi yang bertujuan untuk meningkatkan konektivitas dan efisiensi logistik di wilayah Sulawesi Selatan.
Jalan ini menghubungkan Kota Makassar, pusat logistik di Indonesia Timur, dengan Kabupaten Bone, yang memiliki Pelabuhan Bajoe sebagai jalur alternatif penyeberangan ke Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Paket pekerjaan preservasi jalan dengan panjang 65,71 km, dimana 16,14 km berupa pekerjaan pelebaran karena lebar jalan eksisting masih berkisar 4,5 m – 5 m, sehingga perlu pelebaran di dua sisi masing masing satu meter.
Menurut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 3.1 BBPJN Sulsel, Irwan AR, jalan yang sempit dan berkelok-kelok, peninggalan dari zaman Hindia Belanda sering menyebabkan kemacetan, terutama karena banyaknya angkutan barang besar yang melintasi jalur tersebut.
Oleh karena itu, pelebaran jalan di kanan dan kiri masing-masing satu meter di beberapa titik menjadi prioritas untuk mengurangi waktu tempuh dan meningkatkan kenyamanan pengguna jalan.
Karst Kedua Terbesar di Dunia
Apalagi, sambungnya, ruas jalan melintasi kawasan Karst Maros-Pangkep, karst terbesar di Indonesia dan kedua terbesar di dunia setelah karst di Guangzhou, China.
“Kawasan ini memiliki nilai ekologi dan arkeologi yang tinggi, dengan berbagai gua prasejarah dan keanekaragaman hayati yang dilindungi. Oleh karena itu, metode preservasi yang ramah lingkungan sangat diperlukan,” tutur Irwan.’
Bersama Kawasan karst di Pegunungan Sewu, kawasan karst Maros-Pangkep diusulkan sebagai situs warisan budaya dunia (World Heritage) ke UNESCO.
Diakui oleh Irwan, salah satu tantangan utama dalam proyek ini adalah pemotongan tebing bebatuan di sepanjang jalan, yang sebelumnya dilakukan dengan metode stone breaker atau blasting (peledakan).
Namun, metode ini dinilai tidak ramah lingkungan karena menimbulkan getaran yang dapat merusak ekosistem sekitar, terutama di kawasan karst yang dilindungi.
Kontraktor pelaksana PT. Lambok Ulina – PT. Arta Jaya Nusantara – PT. Gaya Bakti Jaya KSO, bersama konsultan PT. Mono Heksa, JO PT Seecons, memilih menggunakan teknologi Diamond Wire Saw (DWS) untuk pemotongan tebing bebatuan.
Metode ini minim getaran dan tidak merusak ekosistem, berbeda dengan metode stone breaker atau blasting (peledakan) yang biasa digunakan sebelumnya.
Irwan menjelaskan bahwa penggunaan DWS memungkinkan pemotongan batu tanpa mengganggu lalu lintas dan menjaga kelestarian ekosistem karst.
“Dengan DWS, hasil potongan batu lebih rata dan indah, serta prosesnya lebih efisien dan aman,” ujarnya.
Mesin DWS mampu memotong batuan sepanjang 2-3 meter persegi per jam dan lebih efektif dibandingkan metode tradisional. Untuk area dengan lalu lintas padat, bongkahan hasil pemotongan DWS masih perlu dipecah lebih lanjut menggunakan stone breaker.
Proyek preservasi yang dimulai sejak Juni 2022 telah menyelesaikan pemotongan tebing dengan menggunakan DWS di delapan titik, dengan satu titik tersisa di Km 57 + 575. Dengan anggaran Rp 157,3 miliar, proyek ini diharapkan selesai pada akhir Desember 2024. (AGN/DPR)
Baca Juga: Mengenal Road Barrier, Pembatas Jalur di Jalan Tol