Oleh: Ki Darmaningtyas
Ketua Institut Studi Transportasi (Instran)
Tahun 2023 dapat dicatat sebagai tahun yang bersejarah bagi warga Jabodetabek dengan telah beroperasinya infrastruktur transportasi berupa kereta ringan yang dikenal dengan sebutan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). LRT Jabodebek ini dibangun mulai tahun 2016 dan diresmikan beroperasinya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 28 Agustus 2023. LRT ini memiliki dua rute, yaitu Dukuh Atas-Cibubur dan Dukuh Atas-Bekasi Timur.
Sedangkan KCJB peletakan batu pertamanya oleh Presiden Jokowi pada 21 Januari 2016 dan peresmiannya pada 2 Oktober 2023. KCJB ini menghubungkan Stasiun Halim di Jakarta dengan Stasiun Tegalluar di Bandung, Jawa Barat.
Beroperasinya dua infrastruktur transportasi berbasis rel di wilayah Jabodetabek itu semakin melengkapi keberadaan infrastruktur transportasi perkotaan lain yang sudah ada sebelumnya, seperti KRL Jabodetabek, Transjakarta, MRT, dan LRT Jakarta. Secara otomatis, kehadiran LRT Jabodebek ini memberikan alternatif baru bagi warga Jabodetabek untuk melakukan mobilitas geografis dengan menggunakan moda angkutan umum.
Hal lain yang perlu dicatat adalah kehadiran LRT Jabodebek ini tidak sekadar menambah jumlah moda transportasi umum berbasis rel di wilayah Jabodetabek, tetapi juga mengintegrasikan dengan layanan moda transportasi lain, terutama Transjakarta, KRL Jabodetabek, dan Kereta Cepat. Keberadaan Stasiun LRT dari Cawang sampai Dukuh Atas terintegrasi dengan halte Transjakarta sehingga bagi pengguna LRT yang akan pindah menggunakan Transjakarta bisa turun di stasiun yang sudah terintegrasi dengan Transjakarta.
Sebagai contoh, penumpang dari Cibubur yang akan melakukan perjalanan ke Ratu Plaza, dari Cibubur bisa turun di Stasiun Cawang atau antara Cawang sampai Kuningan dan setelah itu melanjutkan naik Transjakarta 9C rute Pinangranti-Bundaran Senayan. Demikian pula sebaliknya, penumpang yang turun dari Transjakarta akan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan LRT. Penumpang dapat turun di halte sepanjang Kuningan hingga Cawang dan berpindah ke stasiun LRT. Posisi stasiun LRT dengan halte Transjakarta itu berada dalam lokasi yang sama dan terhubungkan secara langsung.
Menarik untuk dicermati. Integrasi layanan angkutan umum ini mampu meningkatkan jumlah pelanggan Transjakarta. Memang, penumpang Transjakarta dari arah Cibubur mengalami penurunan sekitar 1.200 penumpang, baik yang menggunakan bus reguler (7C) atau yang menggunakan Royaltrans, tetapi dari beberapa halte integrasi yang ada, jumlah pelanggan Transjakarta justru naik sekitar 9.000 penumpang sehari.
Hal ini mudah dipahami karena orang merasa dimudahkan menggunakan angkutan umum sehingga mereka yang semula menggunakan kendaraan pribadi pindah menggunakan LRT dan disambung LRT.
Integrasi Transjakarta dan KRL
Usaha untuk mengintegrasikan layanan angkutan umum di DKI Jakarta dimulai dengan integrasi antara layanan Transjakarta dengan KRL Jabodetabek. Seperti yang terlihat di Stasiun Tebet, Gondangdia, Cikini, dan Tanah Abang kemudian disusul di Stasiun Juanda dan Kota.
Semula, tidak ada integrasi sama sekali sehingga penumpang yang akan pindah moda harus jalan kaki relatif jauh dan tidak aman serta tidak nyaman. Namun, dengan adanya integrasi layanan maka penumpang jadi lebih mudah pindah moda secara aman dan nyaman.
Integrasi berikutnya adalah integrasi layanan Transjakarta dengan MRT seperti yang terlihat di halte Kejaksaan Agung atau lebih populer Halte CSW. Sebelumnya, di kawasan tersebut dilewati oleh MRT (Lebak Bulus-HI), Transjakarta Koridor 1 (Blok M-Kota), dan Koridor 13 (Ciledug-Tendean), tetapi masing-masing berjalan sendiri atau tidak berinteraksi.
Pada 2019, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta PT Transportasi Jakarta (PT TJ) untuk membuat halte yang dapat mengintegrasikan antara layanan MRT dengan Transjakarta. Akhirnya, terwujudlah halte tersebut dan telah dioperasikan sejak akhir 2022.
Sebelumnya, integrasi layanan MRT dengan moda lain sudah terjadi di sepanjang stasiun MRT dari Lebak Bulus sampai Bundaran HI. Di Lebak Bulus misalnya, di bawah stasiun MRT terdapat halte Transjakarta. Demikian pula di setiap stasiun LRT terdapat shelter untuk tempat pemberhentian Transjakarta. Di Stasiun Dukuh Atas, MRT terintegrasi dengan stasiun KRL Jebodetabek dan shelter Transjakarta.
Pembangunan MRT memang berlangsung pada saat suara publik mengenai pentingnya integrasi layanan sudah kencang sehingga hal itu berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan di PT MRT agar masalah integrasi diperhatikan.
Integrasi Antarbanyak Moda
Beroperasinya LRT Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) membuka peluang integrasi layanan transportasi umum yang lebih luas. Integrasi tidak hanya antara KRL Jabodetabek dengan Transjakarta, tetapi juga antara Transjakarta dengan LRT Jabodebek, KCJB, dan KRL Jabodetabek.
Para pengguna KCJB kelak menuju ke Stasiun Halim bisa menggunakan Transjakarta atau LRT. LRT Dukuh Atas-Bekasi Timur berhenti di Stasiun Halim. Demikian pula layanan Transjakarta sampai ke Stasiun KCJB di Halim.
Bagi masyarakat Bogor yang akan menggunakan KCJB, naik KRL Jabodetabek turun di Stasiun Cawang lalu pindah naik LRT arah Bekasi Timur dan turun di Stasiun Halim. Dalam satu perjalanan dapat merasakan layanan angkutan umum berbasis rel yang berbeda, yaitu KRL, LRT, dan kereta cepat.
Adanya integrasi (fisik) antarmoda merupakan suatu kemajuan bagi pembangunan infrastruktur transportasi di ibu kota. Sayang, integrasi yang baik ini baru terjadi di wilayah DKI Jakarta, sedangkan di daerah penyanggga seperti Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi belum mendapatkan sentuhan sama sekali.
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mestinya dapat mengambil peran mengintegrasikan layanan transportasi di beberapa daerah penyangga. Tentu dengan syarat pemerintah daerah (Pemda) membuka kesempatan kepada BPTJ untuk mengambil peran. Kalau pemda-nya tidak membuka kesempatan, tentu proses integrasi itu sulit diwujudkan.
Namun, yang terjadi di Jakarta saat ini baru integrasi fisik. Sementara, integrasi dalam transportasi selain fisik juga integrasi sistem pembayaran, layanan, dan pengelolaan (kelembagaan). Tampaknya, ketiga jenis integrasi itu yang mendapat perhatian Presiden Jokowi pada saat rapat terbatas (27/9/2023) yang kemudian melahirkan penugasan kepada Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan untuk membentuk organisasi baru guna melakukan integrasi layanan transportasi di wilayah Jabodetabek.
Mengingat kita telah memiliki organisasi seperti BPTJ, maka tidak diperlukan pembentukan organisasi baru melainkan cukup mengoptimalkan peran BPTJ agar lebih bertaji. Caranya adalah BPTJ diperkuat fungsinya, ditambah kewenangannya, dan diberikan anggaran yang cukup sehingga mampu mewujudkan integrasi transportasi di Jabodetabek.
Baca Juga: 10 Negara Pemilik Jalur Kereta Api Terpanjang di Dunia