JAKARTA, LINTAS – Suatu program yang dicetuskan kemudian dilaksanakan perlu bukti keberhasilan program tersebut. Dalam perjalanannya, program swasembada pangan yang gencar diupayakan belakangan ini perlu dievaluasi tingkat keberhasilannya.
Evaluasi ini perlu dilakukan secara periodik untuk memastikan sejauh mana progress atau kemajuan program sesuai dengan target yang akan dituju yang telah ditetapkan bersama. Evaluasi dalam dilakukan dengan tujuan untuk mengamati apakah program sudah berjalan di jalur yang benar sesuai dengan yang direncanakan.
Swasembada pangan yang diwakili oleh beras tidak terlepas dari peningkatan produksi padi di tingkat petani. Sejauh mana petani dapat meningkatkan produktivitas padi seiring dengan tujuan terwujudnya swasembada pangan.
Berbagai cara dan inovasi dalam rangka mewujudkan swasembada pangan di setiap daerah telah dilakukan sesuai dengan potensi daerah dan kearifan lokalnya.
Di wilayah Daerah Irigasi (DI) Rentang yang meliputi areal irigasi teknis seluas 87.803 Ha telah diterapkan inovasi baru cara menanam padi yang hemat air yang dikenal dengan sistem IPHA (Irigasi Padi Hemat Air). Tidak hanya hemat terhadap penggunaan air tetapi waktu tanam yang lebih singkat dan meningkatnya secara signifikan produktivitas padi, dari semula 6-9 Ton/Ha menjadi 9-10 ton/Ha.
“IPHA di areal DI Rentang telah diterapkan sejak musim tanam padi pertama tahun 2021/2022,” kata Dwi Agus Kuncoro, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung (22/4/2025).
IPHA yang awalnya dimulai melalui penerapan percontohan berupa demplot-demplot di beberapa lokasi, kini petani diluar demplot sudah banyak menerapkannya.
Dari luas areal DI Rentang 87.803 Ha, sekitar 30% telah menerapkan metode IPHA dengan Indeks Pertanaman (IP) 200% (2 kali tanam setahunnya).
“Artinya penerapan IPHA sudah meliputi areal seluas 26.341 Ha. Tidak hanya 200% ditargetkan IP meningkat sampai 280% bersamaan dengan berakhirnya modernisasi irigasi,” ujar Agus.
Dalam kurun waktu 3,5 tahun (2021/2022 – 2024/2025) dengan 2 kali tanam setahunnya maka diperoleh 7 kali tanam. Bila setiap kali tanam diperoleh peningkatan produktivitas padi sebesar rata-rata 3 ton, maka produksi padi dari seluruh areal DI Rentang telah dihasilkan 26.341 x 7 x 3 = 553.161 Ton.
Bila harga padi gabah kering panen (GKP) yang telah ditetapkan Pemerintah sebesar Rp6.500/kg, maka hasil panen yang telah diperoleh petani DI Rentang sebesar 553.161 x 6.500 x 1000 = Rp3.595.546.500.000 (Rp3,6 Triliun).
Suatu hal yang fantastik, dalam 3,5 tahun petani menikmati peningkatan penghasilan sebesar Rp3,6 Triliun atau Rp1 Triliun/tahun. (MAL)
Baca Juga: Kertajati Siap Jadi Basis Perawatan Pesawat Terintegrasi