Di tengah hamparan tumpukan sampah di pinggiran Surabaya, Jawa Timur, berdiri sebuah harapan: Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Benowo. Namun, jangan bayangkan tempat ini hanya sebagai akhir dari limbah kota. Di sinilah, kisah perubahan dimulai—dari bau sampah menyengat menjadi energi yang menyalakan rumah-rumah warga.
Rabu (16/4/2025) pagi itu, langit Surabaya cerah. Di antara jejeran instalasi pembangkit dan jalur truk pengangkut sampah, langkah kaki Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mantap menyusuri kawasan TPA Benowo.
Ia datang bersama Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti untuk menyaksikan langsung sebuah transformasi: bagaimana tumpukan sampah bisa berubah menjadi listrik.
Dari rilis pers Kementerian PU yang diterima majalahlintas.com, AHY mengatakan, “Saya mengapresiasi, kami semua mengapresiasi, karena sampah ini merupakan persoalan kita semua.” Ia melihat sendiri bahwa di tempat yang dulunya hanya dikenal sebagai ‘tempat buang akhir’, kini justru menjadi pionir dalam pengelolaan sampah berbasis energi.

TPA Benowo bukan sekadar tempat pengolahan biasa. Di atas lahan seluas hampir 40 hektar itu, teknologi modern bekerja setiap hari tanpa henti.
Ada dua sistem utama yang dijalankan: landfill gas power plant berkapasitas 2 megawatt yang memanfaatkan gas metana dari timbunan sampah, serta gasifikasi power plant berkapasitas 9 megawatt yang mampu mengolah 1.000 ton sampah per hari.
Dari total 11 MW listrik yang dihasilkan, 9 MW dialirkan ke jaringan PLN, dan 2 MW digunakan untuk kebutuhan operasional di dalam area TPA.
Diana tak kalah kagum. Ia menyebut bahwa apa yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya merupakan contoh nyata dari ekonomi sirkular yang berhasil diterapkan.
“Apa yang kita lihat hari ini adalah wujud keberhasilan sebuah kota mengelola masalah menjadi peluang. Ini patut jadi contoh nasional,” katanya.
Di balik capaian ini, ada kolaborasi panjang. Sejak 2012, pengelolaan TPA Benowo dijalankan melalui skema build-operate-transfer (BOT) antara Pemkot Surabaya dan PT Sumber Organik.
Skema ini memungkinkan layanan tetap optimal tanpa menguras anggaran daerah secara penuh, berkat mekanisme tipping fee yang dibagi dengan pemerintah pusat.
Tak hanya soal listrik. Di sini, air limbah pun diolah dengan teknologi Advanced Oxidation Process (AOP), jembatan timbang diawasi secara independen, dan bahkan terdapat green belt luas untuk meminimalkan dampak lingkungan. Benowo tidak hanya menjawab masalah, tetapi juga merancang masa depan yang lebih bersih.





Green belt adalah istilah yang merujuk pada area hijau atau zona ruang terbuka yang ditanami vegetasi, seperti pohon, semak, atau rumput, yang sengaja dipertahankan atau dibuat untuk keasrian lingkungan dan juga estetika.
Baca Juga: Ingin Memiliki Rumah Sendiri dengan Harga Terjangkau? Ini Syarat Mendapatkan Rumah Subsidi 2025
Menjelang siang, rombongan meninggalkan lokasi. Tapi kesan yang ditinggalkan tak mudah pudar. Di Benowo, mereka tak hanya melihat mesin dan data. Mereka menyaksikan bahwa keberanian untuk berinovasi bisa mengubah ‘akhir’ menjadi awal baru—awal dari energi terbarukan, lingkungan yang lebih sehat, dan kota yang lebih tangguh.
Seperti pesan dari Diana, kita menunggu TPA berdiri, seperti TPA Benowo, di setiap daerah di Nusantara sehingga harapan untuk energi dan kelesteraian lingkungan bisa tercapai. (HRZ)