Sumber informasi tepercaya seputar infrastruktur,
transportasi, dan berita aktual lainnya.
13 January 2025
Home Berita SLIK OJK, Penghalang Terselubung KPR Subsidi yang Membebani Pembeli

SLIK OJK, Penghalang Terselubung KPR Subsidi yang Membebani Pembeli

Share

JAKARTA, LINTAS – Meskipun Program 3 Juta Rumah yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap kepemilikan rumah, tantangan besar justru muncul dari sistem yang seharusnya mempermudah, yaitu Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sistem ini kini menjadi salah satu penghalang utama bagi masyarakat yang ingin mengakses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi, khususnya bagi mereka yang sebelumnya terjerat dalam utang daring (pinjol).

Menurut Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN), Nixon LP Napitupulu, sekitar 30 persen aplikasi pengajuan KPR Subsidi ditolak oleh pengembang karena riwayat keuangan calon pembeli rumah yang tercatat merah di SLIK OJK akibat pinjaman online.

“Pinjol menjadi kendala utama bagi masyarakat dalam mengakses pembiayaan KPR Subsidi,” ujar Nixon dalam Dialog Interaktif Seri Kedua yang digelar BTN dengan stakeholder perumahan di Jakarta pada Jumat (29/11/2024).

Pinjaman Daring

Masalah pinjaman daring atau pinjol sudah menjadi isu krusial di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, dengan jumlah peminjam yang terus meningkat.

Meskipun sering dianggap sebagai solusi cepat bagi kebutuhan mendesak, banyak orang yang akhirnya terjebak dalam lingkaran utang yang sulit keluar.

Ketika seseorang mengajukan KPR Subsidi, bank akan memeriksa riwayat keuangan mereka melalui SLIK OJK, yang mencatat semua pinjaman dan kewajiban finansial.

Jika terdapat riwayat pinjol yang buruk, aplikasi KPR tersebut akan terhambat, meskipun calon pembeli rumah memiliki niat baik untuk membayar cicilan KPR mereka.

SLIK OJK dirancang untuk memberikan informasi transparan terkait kondisi keuangan masyarakat, yang seharusnya meminimalisir risiko kredit macet.

Namun, pada kenyataannya, kebijakan ini justru menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, sistem ini melindungi perbankan dari risiko kredit yang tinggi, tetapi di sisi lain, ia malah menghalangi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang sebenarnya memenuhi syarat untuk mendapatkan KPR Subsidi.

Ketentuan mengenai SLIK yang bersifat mutlak dan harus dipatuhi oleh perbankan semakin memperumit akses masyarakat terhadap rumah.

“Ketentuan tentang SLIK OJK memang bersifat mutlak. Artinya, jika ada catatan buruk dalam SLIK, itu langsung mempengaruhi keputusan bank,” jelas Nixon.

Bank, sebagai lembaga yang memfasilitasi KPR Subsidi, tidak memiliki banyak pilihan selain mengikuti ketentuan ini. Padahal, untuk mencapainya, diperlukan lebih dari sekedar sistem yang rigid; dibutuhkan kebijakan yang bisa menyeimbangkan antara perlindungan terhadap bank dan akses masyarakat yang lebih luas terhadap rumah.

Diperlukan Solusi

BTN, sebagai salah satu bank yang terlibat langsung dalam pembiayaan rumah subsidi, menganggap persoalan pinjol ini perlu mendapat perhatian lebih.

Nixon menekankan perlunya diskusi mendalam agar muncul solusi yang dapat membantu masyarakat mengakses KPR Subsidi, meskipun terjerat dalam masalah utang daring.

Namun, solusi ini tidak hanya bergantung pada sektor perbankan. Pembahasan yang lebih luas harus melibatkan lembaga pengatur seperti OJK, serta pihak-pihak terkait lainnya, untuk meninjau ulang kebijakan yang ada.

Salah satu opsi yang dapat dipertimbangkan adalah adanya pembaruan atau relaksasi pada ketentuan SLIK yang bisa mengakomodasi masyarakat yang berusaha untuk memperbaiki kondisi keuangan mereka.

Sementara itu, Program 3 Juta Rumah yang diusung pemerintah tetap berlanjut. Pemerintah telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) yang berisi langkah-langkah konkret untuk mempercepat pembangunan rumah rakyat.

Beberapa kebijakan yang diambil antara lain pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta penghapusan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk MBR, yang diharapkan dapat menurunkan harga rumah bagi kalangan berpenghasilan rendah.

Namun, meskipun kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan harga rumah dan mempercepat proses perizinan, masalah akses pembiayaan tetap menjadi hambatan utama.

Sebagaimana diungkapkan Menteri BUMN, Erick Thohir, BTN harus diberi cukup pendanaan untuk memperlancar pembangunan rumah. Tanpa pendanaan yang memadai, BTN dan lembaga perbankan lainnya akan kesulitan membiayai proyek pembangunan rumah bagi masyarakat.

Kolaborasi Antar Pihak Diperlukan

SLIK OJK yang dirancang untuk memberikan transparansi dan proteksi terhadap lembaga perbankan ternyata menjadi batu sandungan bagi calon pembeli rumah yang ingin mendapatkan KPR Subsidi.

Pengaruh pinjaman daring yang tercatat buruk dalam SLIK OJK semakin memperburuk situasi, meskipun calon pembeli tersebut berkeinginan kuat untuk memiliki rumah.

Untuk itu, dibutuhkan reformasi kebijakan yang lebih fleksibel dalam sistem SLIK yang dapat memberi ruang bagi masyarakat yang ingin memperbaiki kondisi keuangannya, tanpa mengorbankan proteksi terhadap risiko bagi perbankan.

Pemerintah, perbankan, dan OJK perlu bekerjasama mencari jalan tengah yang menguntungkan bagi semua pihak, guna memastikan Program 3 Juta Rumah bisa tercapai dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat yang membutuhkan rumah.

Jika tidak ada perubahan dalam kebijakan SLIK ini, impian untuk memiliki rumah subsidi bagi banyak orang akan tetap jauh dari jangkauan, meskipun sudah ada kebijakan pemerintah yang mendukung. (GIT)

Oleh:
,

Share

Leave a Comment

Majalah Lintas Official Logo
Majalahlintas.com adalah media online yang menyediakan informasi tepercaya seputar dunia infrastruktur, transportasi, dan berita aktual lainnya, diterbitkan oleh PT Lintas Media Infrastruktur.
Copyright © 2023, PT Lintas Media Infrastruktur. All rights reserved.