Pengaruh agama dan budaya Islam berkontribusi besar dalam tatanan kehidupan masyarakat di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. Bukti tersebut terpatri pada karya sastra berbahasa Melayu Kuno (lama) Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Karya sastra yang terdiri dari 12 pasal itu kokoh menjadi pilar yang berisikan nasihat dan petunjuk hidup hingga sekarang.
Pulau Penyengat berada tak jauh dari Kota Tanjungpinang atau atau sekitar 2 km dan 35 km dari Pulau Batam, ketika beberapa waktu lalu pelesiran ke Pulau Bintan. Pulau itu memiliki panjang 2.000 meter dan lebar 850 meter, dengan jumlah penduduk hanya 2.500 jiwa.
Tiba di dermaga, cuaca pagi itu cukup bersahabat. Sambil menunggu perahu bermotor (pompong) yang akan mengantar ke Pulau Penyengat tiba, kami manfaatkan untuk mengabadikan berbagai aktivitas di sekitar dermaga melalui ponsel.
Tak lama, pompong merapat ke dermaga. Bergegas seluruh penumpang menaiki perahu. Hanya dengan mengeluarkan kocek sebesar Rp 9.000 per penumpang. Tot….tot…tot… suara khas mesin motor perahu menjadi penanda, kami beranjak dari dermaga menuju Pulau Penyengat.
Selama di perahu, para penumpang asyik merekam setiap sudut pesona laut di Kota Tanjungpinang. Air laut begitu tenang mengantarkan menuju pulau. 15 menit tak terasa, rombongan pun tiba di Pulau Penyengat.
Revitalisasi
Sebelum lanjut penjelajahan, perlu diketahui bahwa infrastruktur di Pulau Penyengat merupakan salah satu program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) skala kawasan di Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang. Program tersebut dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Prasarana Permukiman Wilayah Kepulauan Riau (BPPW Kepri).
Pelaksanaan program Kotaku skala kawasan sudah dimulai sejak 2022. Salah satu yang menjadi indikator penataan kawasan permukiman (PKP) adalah mengurangi jumlah permukiman kumuh, yaitu melalui penataan jalan lingkungan dan utilitas umum, seperti shelter tempat pembuangan sampah reuse, reduce, recycle (TPS3R), serta sistem penyediaan air minum menggunakan teknologi sea water reverse osmosis (SWRO) dengan kapasitas yang dihasilkan mencapai 2,5 liter per detik.
Selain itu, Pulau Penyengat juga menjadi salah satu destinasi wisata religi yang cukup diminati, yang berhasil meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat sekitar.
Wisata religi
Yuk, lanjut pelesiran di Pulau Penyengat. Titik awal penjelajahan di mulai dari Balai Kelurahan Penyengat yang berada persis di depan Masjid Raya Sultan Riau.
Andi (46), pemandu sekaligus pengemudi becak motor (bentor) untuk berkeliling menjelajahi pulau. Menurut Andi, banyak perubahan yang terjadi setelah pemerintah melakukan revitalisasi pulau, di mana umumnya warga di sana berpofesi sebagai nelayan.
“Sebelumnya, permukiman penduduk banyak ditemui di pinggir laut, tetapi setelah pemerintah melaksanakan penataan, sekarang sudah jauh lebih baik dan lebih tertata,” ujar Andi, sambil menunjukkan beberapa titik jalan conblock yang terlihat rapi dan deretan rumah penduduk yang didominasi warna hijau dan kuning.
Andi mengatakan, bahwa setiap warna dinding rumah menunjukkan pada keturunan langsung raja ataupun kerabat dari kerajaan. Sedangkan, bangunan rumah dengan warna lainnya adalah masyarakat lokal biasa yang tinggal di pulau.
Situs yang menjadi perhentian pertama adalah Kampung Jambat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Provinsi Kepri, yaitu di Makam Pahlawan Nasional Raja Ali Haji, sastrawan penulis Gurindam Dua Belas. Di sebelah kanan terdapat Kompleks Makam Engku Puteri Raja Hamidah Permaisuri Sultan Mahmud Syah III.
Kompleks Makam Engku Puteri merupakan kompleks makam beberapa tokoh penting dalam sejarah Melayu di kawasan ini, seperti Engku Puteri Raja Hamidah, Raja Alli Haji, Raja Ahmad (penasihat kerajaan), dan Raja Abdullah Mursyid Yang Dipertuan Muda Riau IX.
Engku Puteri adalah putri Raja Haji (Yang Dipertuan Muda Riau IV), Permaisuri dari Sultan Mahmud Ri’ayat Syah (Sultan Mahmud Syah III). Engku Puteri mempunyai kedudukan dalam politik di Kesultanan Riau-Lingga, karena beliau pemegang regalia (alat-alat pusaka kebesaran kerajaan), yang diamanahkan oleh suaminya, Sultan Mahmud. Pulau Penyengat dibangun dan dijadikan negeri sebagai mas kawinnya.
Selain terkenal dengan karyanya Gurindam Dua Belas, Raja Ali Haji (pujangga kerajaan) banyak menelurkan karya pada zamannya, seperti Tuhfat-Al Nafis, Kitab Pengetahuan Bahasa, Bustan Al-Khatibin, Tsamarat Al-Muhimah, Syair Abdul Muluk, dan karya lain. Melalui karya dan jasanya di bidang kebahasaan, beliau dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional di Bidang Bahasa pada 2004.
Raja Ahmad adalah putra Raja Haji Fisabilillah. Raja Ahmad adalah penasihat kerajaan sekaligus ulama dan seorang pengarang yang banyak menghasilkan karya hebat, yang juga ayah dari Raja Ali Haji dan adik Engku Puteri Raja Hamidah.
Di dalam kompleks makam Engku Puteri Hamidah terpampang karya puisi Gurindam Dua Belas yang ditulis dalam bahasa Melayu Kuno yang dikategorikan sebagai puisi didaktik (puisi yang berisi pelajaran etika, moral, ataupun agama). Di bagian luar terdapat makam Raja Ali Haji dan Raja Haji Ahmad, serta makam kerabat kerajaan.
Pada titik perhentian kedua, di Jalan Ja’far, Istana Tengku Bilik, yang berada di sebelah barat Kompleks Makam Raja Ja’far atau selatan Istana Ali Marhum Kantor. Bangunan istana bergaya kolonial ini menjadi simbol kejayaan Melayu di Nusantara yang memiliki luas bangunan 150 m² di atas lahan seluas 3.257,2 m².
Sejarah Melayu
Tidak lama, kami pun melanjutkan perjalanan hingga berhenti di titik perhentian ketiga di Kampung Ladi, Parigi Tua 8 atau lokasi Balai Adat Melayu Indera Perkasa Pulau Penyengat yang menghadap langsung ke laut dan dermaga. Saat masuk pintu depan balai, deretan puisipuisi Gurindam Dua Belas terpajang megang dinding kayu.
Terpampang di atas dinding sejumlah foto para Sultan yang pernah memimpin di zaman itu. Ruangan di dalam balai tersebut terdapat panggung pelaminan khusus didesain untuk acara pernikahan yang diapit panggung lainnya di sebelah kiri dan kanan.
Selain balai utama yang berada di tengah-tengah bangunan, pada sisi kanan juga terdapat ruangan berwarna kuning dengan kelambu putih dan hiasan kain yang megah disebut dengan kamar pengantin. Sedangkan, pada sisi kiri ruangan terdapat alat tenun dan diorama yang menggambarkan para saudagar Melayu Bugis.
Bangunan yang sarat dengan nuansa Melayu itu masih dipergunakan untuk kegiatan Duriat Raja atau kegiatan budaya. Bagi para penduduk asli yang tinggal di Pulau Penyengat diperbolehkan untuk melakukan acara pernikahan. Bahkan, bukan hanya satu, melainkan terdapat tiga panggung pelaminan sekaligus dalam satu gedung Balai Adat Indera Perkasa dengan desain khas Melayu.
Parigi atau sumur merupakan sumber air lama yang berada tepat di bawah bangunan balai utama. Sampai sekarang sumur tersebut masih dipergunakan oleh masyarakat dan menjadi tumpuan orang untuk mengambil air. Walau posisi sumur tidak jauh dari pantai, tetapi mutu air tawarnya baik.
Tak mau pulang dengan rasa penasaran, dipandu seorang juru kunci Anwar (58), menimba air dari sumur dan menawarkan kepada kami untuk meminum langsung serta merasakan kesegaran airnya.
Ia mengungkapkan, air yang ada di sumur tersebut sudah diuji ketahirannya di laboratorium, hasilnya air tidak mengandung bakteri dan layak minum tanpa dimasak terlebih dahulu.
“Biasanya wisatawan yang berkunjung ke Balai Adat selalu minta untuk bisa mencicipi air dari sumur,” kata Anwar.
Di areal Balai Adat, terdapat beberapa bangunan panggung, Parigi Tua 9 dan Rumah Perdamaian Adhiyaksa (Raja Haji Abdullah Al-Khalidi). Dari Balai Adat, perjalanan dilanjutkan menuju titik keempat Situs Istana Kantor, yang terletak di bagian tengah Pulau Penyengat atau sekitar 150 meter sebelah barat daya Masjid Pulau Penyengat.
Situs Istana Kantor yang merupakan bekas kediaman Raja Ali Marhum Kantor atau Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau VIII. Selain berfungsi sebagai istana, juga sebagai kantor tempat Raja Ali menjalankan pemerintahan.
Seluruh areal bangunan dibatasi dengan tembok keliling dengan tiga buah pintu masuk, yaitu di sebelah timur laut, barat daya, dan tenggara. Sebagian besar bangunan asli ini sudah hancur, yang tersisa hanyalah bangunan pertama setelah pintu gerbang masuk sebelah depan dan bangunan pintu gerbang sebelah tenggara.
Bagian luar di depan tangga naik Istana Kantor terdapat salah satu sumur tua peninggalan Kerajaan Riau-Lingga Parigi Sulu, yang dahulunya terdapat Tasik (danau kecil) yang dapat dimasuki perahu kecil dari arah laut sampai ke depan istana.
Disebut Parigi Sulu karena air dalam sumur digunakan untuk membersihkan diri dan mengambil air wudhu (sembahyang) sebelum melakukan satu ritual ibadah dalam Thariqat Naksabandiyah (bersuluk) yang dianut para raja dan penduduk di Pulau Penyengat pada zaman itu.
Masjid tertua
Tibalah kami di titik perhentian akhir di Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat, yang berada besebelahan dengan titik awal penjelajahan.
Penduduk setempat menyebut Masjid Sultan Riau adalah salah satu masjid tertua bersejarah di Indonesia. Hal unik dari bangunan masjid dibangun dengan campuran putih telur karena semen pada kala itu sulit ditemukan. Saat ini, Masjid Sultan Riau dijadikan situs cagar budaya oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Masjid Sultan Riau adalah satu-satunya peninggalan Kerajaan Riau-Lingga yang masih utuh. Bahkan, hingga sekarang masih digunakan oleh warga untuk beribadah. Luas keseluruhan kompleks masjid ini sekitar 54,4 meter x 32,2 meter.
Bangunan induknya berukuran 29,3 meter x 19,5 meter, ditopang oleh empat tiang. Lantai bangunannya tersusun dari batu bata yang terbuat dari tanah liat. Di halaman masjid, terdapat dua rumah sotoh yang diperuntukkan bagi musafir dan tempat menyelenggarakan musyawarah.
Selain itu, di halaman masjid juga terdapat dua balai, tempat menaruh makanan ketika ada kenduri atau berbuka puasa saat bulan Ramadhan.
Keistimewaan dan keunikan Masjid Sultan Riau di dekat pintu masuk utama pengunjung dapat menjumpai mushaf Al Quran tulisan tangan yang diletakkan di dalam peti kaca. Mushaf tersebut ditulis oleh Abdurrahman Stambul, putra Riau asli Pulau Penyengat yang diutus oleh Sultan untuk ke Mesir pada 1867.
Bukti kestimewaan Masjid Sultan Riau ini ternyata sudah sampai ke luar pelosok negeri. Kedatangan Duta Besar (Dubes) Uni Emirat Arab (UEA) untuk Indonesia dan ASEAN Abdulla Salem Y M Abdulla Salem Obaid pada 2023, seakan membuktikan gaung wisata religi di Pulau Penyengat semakin mendunia.
Di tahun yang sama Pulau Penyengat dinobatkan sebagai salah satu dari 75 Desa Wisata Terbaik dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) Tahun 2023, yang diresmikan langsung oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno, didampingi Gubernur Kepri H Ansar Ahmad dan Wali Kota Tanjungpinang Hj Rahma di Balai Adat Melayu Indera Perkasa Pulau Penyengat.
Meskipun sudah tiga kali diusulkan, Pemprov Kepri kembali untuk keempat kalinya mengusulkan proposal Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, sebagai salah satu world culture heritage (warisan budaya dunia) ke United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).
Semoga…(NSN/PAH/SAL)
Baca Juga: Ketika Tampungan Air di IKN Diberi Nama Embung MBH…