JAKARTA, LINTAS – Iwan Suprijanto, Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, menekankan pentingnya kolaborasi dalam penyediaan rumah subsidi di Indonesia. Dalam sebuah pernyataan, ia menyebutkan, bahwa mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saja tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat.
Dengan merujuk pada pesan Bung Hatta sejak 1950, Iwan mengajak semua pihak untuk bersatu dalam usaha ini, mengingat tantangan yang dihadapi semakin kompleks.
Iwan menyoroti bahwa saat ini APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) juga memiliki keterbatasan dalam mendukung sektor perumahan. Namun, ia mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 23 agar APBD dapat lebih masif dalam berkontribusi pada penyediaan rumah subsidi.
“Saat ini, APBD sangat terbatas untuk perumahan, tapi saya dorong APBD untuk mencari potensi kolaborasi,” tegasnya, saat ditemui awak media di ruang kerjanya, Selasa (15/10/2024).
Potensi Kolaborasi
Suprijanto mengemukakan bahwa kolaborasi dengan sektor swasta, khususnya perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah industri, bisa menjadi solusi. Ia mengingatkan bahwa perusahaan-perusahaan ini memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat di sekitar mereka.
“Jika mereka mengeruk keuntungan dari sumber daya alam dan mempekerjakan tenaga kerja di daerah tersebut, seharusnya mereka juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat setempat,” tambahnya.
Dalam konteks ini, Iwan menekankan perlunya perusahaan mengintegrasikan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) mereka untuk membantu penyediaan perumahan.
Ia mengusulkan agar perusahaan yang memiliki banyak karyawan, tetapi tidak memiliki akses perumahan, untuk bekerja sama dengan pengembang.
“Jika ada inisiatif dari pengusaha, misalnya, pabrik garmen dengan banyak karyawan yang belum memiliki rumah, mereka bisa menjalin kerja sama dengan pengembang untuk membangun perumahan yang terjangkau,” ujarnya.
Fleksibel
Ia juga menjelaskan potensi skema seperti FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dan rent-to-own untuk membantu karyawan mendapatkan rumah. “Dengan pendekatan captive, biaya marketing dapat dipotong sehingga lebih banyak dana dapat digunakan untuk pembangunan rumah,” tambahnya. Ini akan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, baik perusahaan maupun karyawan.
Di daerah-daerah seperti Papua dan Ibu Kota Nusantara (IKN), Suprijanto mengusulkan pendekatan serupa untuk penyediaan perumahan bagi aparatur sipil negara (ASN) dengan menyiapkan lahan dan menggandeng pengembang. “Dengan cara ini, pengembang tidak perlu mengeluarkan biaya pemasaran yang tinggi, dan harga tanah bisa ditekan,” pungkasnya.
Melalui pemikiran Iwan Suprijanto, terlihat bahwa penyediaan rumah subsidi di Indonesia memerlukan pendekatan inovatif dan kolaboratif.
Ia mendorong seluruh pihak, baik pemerintah maupun swasta, untuk bersinergi dalam menciptakan solusi perumahan yang berkelanjutan. Dengan langkah-langkah strategis ini, diharapkan kebutuhan perumahan masyarakat dapat terpenuhi secara lebih efektif dan efisien. (GIT)