Dunia otomotif saat ini sedang mengalami perubahan teknologi yang sangat ekstrem, dengan munculnya kendaraan listrik (electric vechicle/EV), yang memutarbalikkan teknologi lama berdasarkan motor bakar. Perubahan teknologi sekaligus menjawab kegelisahan soal makin menipisnya cadangan fosil, baik batu bara maupun bahan bakar minyak (BBM) yang meskipun ditemukan sumber-sumber baru minyak, tetap saja akan segera akan kering.
Kini BBM dan terutama batubara masih jadi sumber dominan listrik, walau matahari, gelombang laut dan angin, sudah mulai digunakan yang tidak akan pernah habis seperti halnya BBM dan batubara.
Mobil listrik diklaim antipolutan, yang polutan adalah sumbernya BBM atau batubara yang menyisakan debu. Listrik tidak meninggalkan sisa-sisa pembakaran, udara menjadi bersih dan sehat, terutama di perkotaan.
Pengeluaran pemilik kendaraan listrik makin hemat karena pengisian baterai yang bisa menggerakkan kendaraan sejauh 450 km hingga 800 km, misalnya, sangatlah murah. Mesinnya senyap, tidak berasap, tenaganya besar.
Saat ini produsen mobil listrik menggunakan baterai lihium-ion (Li-ion) seperti yang digunakan Tesla buatan Elon Musk, Amerika Serikat, yang bisa dicas ulang sekitar 20 menitan. Baterai LFP (lithium ferro phosphate) yang namanya Shenxing Plus menjamin pengisian baterai mobil hanya perlu waktu 10 menit untuk jarak penggunaan sampai 600 km.
Sebagai perbandingan, untuk jarak 480 km sebuah MPV (multipurpose vechicle) yang bertenaga 182 PS (pfederstarke – Jerman) atau tenaga kuda (horse power/HP) perlu sekitar 75 liter pertamax atau sekitar Rp 1.050.000. Dengan mesin listrik, bayangkan, pengisian dari 10 persen sehingga penuh perlu waktu kurang dari 15 menit, biayanya hanya sekitar Rp 200.000.
Membuat mobil listrik pun tiba-tiba jadi primadona, jumlah pabrik bertambah secepat kilat. Lebih dari 20 pabrik mobil listrik, mayoritas ada di China, jumlahnya pun terus bertambah. Tesla sebagai pioner pembuat mobil listrik bahkan sudah kalah oleh BYD yang asalnya pabrik baterai mobil, kini berkembang sebagai pemasok baterai untuk mayoritas pabrik mobil listrik.
Xiaomi juga Bikin
Ada berbagai merek mobil listrik yang sebagiannya juga menjual produknya di Indonesia, antara lain Wuling, BYD (Build Your Dream), GWM (Great Wall Mobile), Hyundai, DFSK, juga BMW, Mercedes Benz, Toyota, Nissan, Honda, Lexus, Mini Cooper. Industri mobil listrik ini tenyata sangat menggiurkan bagi industri lain. Pengaruhnya sampai ke industri ponsel yang menyebut bahwa teknologi mobil listrik jauh lebih sederhana dibanding teknologi mobil mesin bakar sehingga banyak pembuat ponsel pun terjun di bidang itu.
Contohnya, Huawei, Xiaomi, Sony, Samsung. Produksi Xiaomi dikatakan mampu sampai 300.000 unit setahun dan saat penjualan perdana beberapa wakru lalu, hanya dalam 27 menit Xiaomi-SU7 terjual sebanyak 50.000 unit.
Mobil konvensional yang menggunakan motor bakar butuh 20.000 komponen yang bergerak di mesinnya, motor listrik cuma butuh kurang dari 2.000 komponen. Karena itu, perawatan mobil listrik jauh lebih mudah dan murah dibanding mobil dengan mesin bakar.
Jadinya selain modal lebih rendah, biaya perawatan murah, jaminan usia baterainya sampai 8 tahun, bahkan pabrik baterai BYD di China menjamin baterai produksinya tahan sampai sejuta kilometer. Padahal, sebuah bus Mercedes akan disebut hebat kalau odometernya sudah menunjuk angka 300.000 km, dan itu jarang.
Selain mesin listrik, ada juga kendaraan yang menggunakan kedua jenis sumber tenaga, yang disebut hybrid atau hibrida. Ada yang full hybrid, standard hybrid dan plug-in hybrid.
Mobil jenis full hybrid penuh menggunakan tenaga dan sumber utama energi dari mesin bensin. Motor listriknya hanya berfungsi sebagai tenaga tambahan jika diperlukan.
Kembaran Alphard
Mobil standard hybrid mengubah energi dari mesin bensin jadi energi listrik, untuk mengisi baterai. Pada kecepatan jelajah, mesin bensin mengambil alih tenaga penggerak mobil dan saat baterai kurang daya generator akan ubah energi yang dihasilkan mesin bensin untuk mengisi baterai.
Saat mobil direm, generator akan mengubah energi mesin jadi energi listrik dan saat mobil berhenti sementara, peralatan elektronik mobil akan mengambil daya dari baterai.
Mobil plug-in hybrid mengambil alih sepenuhnya kegiatan energi mobil dengan listrik. Mengecas baterai bisa dilakukan di rumah atau stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Kapasitas baterai yang lebih besar membuat mesin bensin lebih jarang bekerja sehingga penggunaan BBM jauh lebih irit.
Teknologi mobil listrik sudah demikian terbuka, dan China malah mampu mengalahkan Jepang sebagai pembuat kendaraan. Selain Jepang, industri mobil di Amerika Serikat dan Jerman sudah jauh tertinggal, apalagi umumnya harga mobil produk negara-negara tersebut jauh lebih mahal, kalah di fitur juga.
Satu Toyota Alphard baru di Jakarta harganya sekitar Rp 1,57 miliar, yang hybrid Rp 2 miliar. BYD bekerja sama dengan Mercedes Benz membuat mobil premium saingan Alphard, namanya Denza D9. Dapur pacunya dua pilihan, mesin 1,5 liter atau plug-in hybrid yang mampu melaju sampai 1.040 km sekali ngecas atau tangki penuh.
Dimensi Denza D9 dengan Alphard hampir sama, panjang Denza 5,25 meter, lebar 1,95 meter, tinggi 1,92 meter. Sementara Alphard panjangnya 5,01 meter, lebar 1,85 meter dan tinggi 1,945 meter.
Fitur Denza lebih canggih serta komplet, harganya yang 7 seater “hanya” Rp 800 juta+, sementara yang lebih mewah tetapi 4 seater, harganya Rp 1,44 miliar. Saat penjualan perdana di China, dalam 30 menit terjual 3.000 unit.
Menggandeng merek China jadi langkah cerdas Mercedes agar tetap eksis dan tidak kehilangan pasar. ***