Home Opini Menertibkan ODOL Pencabut Nyawa

Menertibkan ODOL Pencabut Nyawa

Share

              Oleh Moch S Hendrowijono; Pengamat Transportasi dan Telekomunikasi

Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan umum, baik bus, angkutan kota maupun angkutan barang makin mengerikan jumlah dan korban tewasnya. Terutama di jalan tol, tabrakan yang melibatkan truk angkutan barang dengan kendaraan lain menimbulkan kerugian finansial, terlebih nyawa yang melayang.

Daftarnya sangat panjang, apalagi bisa dikatakan tiada pekan tanpa kecelakaan/tabrakan antara truk dengan kendaraan jalan. Lebih spesifik, kecelakaan ini menunjuk rem truk yang blong sehingga pengemudinya tidak mampu lagi menguasai kendaraannya.

Kecelakaan semacam itu di Ciawi pada 5 Februari lalu, di Purworejo pada 7/5 dan di Semarang dua hari berikutnya pada 9/5, menimbulkan kerugian material dan jiwa. Belum lagi kecelakaan tunggal angkutan bus yang mematikan dengan korban belasan jiwa anggota pengajian belum lama ini.

Truk, kini sudah dianggap sebagai salah satu alat pencabut nyawa dan harta dengan alasan yang sangat permisif, rem blong. Alasan tambahan, pengemudinya berusia di bawah 30 tahun yang dianggap belum dewasa matang, muatan terlalu banyak, ukuran truk melebihi ketentuan.

Soal pengemudi sebagai penyebab, menurut pakar mencapai lebih dari 80% penyebab kecelakaan lalu lintas. Mayoritas pengemudi angkutan umum kini tidak pernah melewati pendidikan mengemudi seperti disyaratkan bagi masinis kereta api, pilot atau jurumudi kapal dan nakhodanya.

Padahal teknologi angkutan darat juga sudah berkembang, terutama pada sistem keamanan operasionalnya, pengereman. Sistem rem di truk tidak lagi hanya berupa rem drum tradisional, namun juga pengereman hidrolik, pneumatic yang dianggap sama saja perlakuannya. Juga kemungkinan ke depan dengan digunakannya kendaraan tanpa sopir (autonomus vechicle) yang memanfaatkan teknologi digital Iot (internet of things).

Pendidikan Khusus

Pemerintah sejak 20 tahun lalu tidak lagi mewajibkan sopir truk masuk pendidikan khusus sebelum mendapatkan SIM (surat izin mengemudi) B-Umum, hanya psikotes yang dilakukan sambil lalu saat proses mendapatkan atau memperpanjang SIM.

Sementara sarananya, truknya, sejak lama juga tidak terkontrol lagi dengan makin banyaknya truk KDM – bukan inisial nama satu gubernur di Jawa – truk yang kelebihan dimensi dan muatan.

Kemunculan KDM, yang nama kerennya ODOL (over dimension over load) sudah meresahkan karena menimbulkan banyak kerugian di prasarana jalan raya, kerugian material angkutan dan terlebih kerugian nyawa. Penertiban yang dilakukan hanhya bersifat sporadis dengan memotong bak truk yang diubah menjadi lebih Panjang, yang tidak membuat jumlah ODOL berkurang.

Tanpa kuitansi

Penertiban yang dilakukan Dinas Perhubungan setempat ini tidak berlanjut, karena pengusaha tetap saja melakukan dengan dukungan pejabat yang korup. Meskipun petugas penertiban sudah memberi tanda garis batas panjang bak truk ODOL yang harus dipotong, truk tadi tetap saja beroperasi dengan menghapus garis-garis yang ada.

Pengusaha truk beralasan, biaya operasi truk makin mahal akibat persaingan antar-pengusaha sejenis yang makin tajam, pungli di jalan dari aparat yang menuntut nominal makin tinggi, jembatan timbang yang punya “harga”, prosedur kir di Dinas Perhubungan yang bertele-tele. ODOL menjadi jalan keluar menutupi biaya-biaya tanpa kuitansi itu, kalau pengusaha masih mau tetap hidup.

Menjadi masalah, karena pengusaha pemilik truk ingin meraih lebih banyak lagi keuntungan, memperpanjang bak truknya sehingga muatannya bisa lebih banyak. Padahal angkutan truk sudah mendapat keringanan lebih besar dibanding angkutan darat lain, kereta api.

Angkutan KA untuk barang harus menggunakan BBM nonsubsidi, kena PPN 11%, kena biaya penggunaan rel (TAC – track access charge) yang ditagih oleh Kementerian Perhubungan sebagai pemilik prasarana KA. Sementara pengusaha truk bisa pakai BBM subsidi (bio solar), tidak kena PPN 11%, hanya kena biaya tol, tetapi bebas di jalan arteri, selain bisa memberi layanan dari pintu ke pintu (door to door).

Kasus kecelakaan truk trailer di Bekasi belum lama ini yang melibatkan truk ODOL dengan spesifikasi muatan 260 PS, bak truknya sudah diperpanjang sehingga batas muatan 35 ton diisi muatan 75 ton. Sistem pengereman truk dari pabrik sudah dibuat untuk muatan 35 ton sehingga bagaimanapun tidak akan mampu menahan beban 75 ton, lebih 2X lipat kemampuannya, terutama di jalan menurun.

Yang disalahkan adalah rem blong, dan sopir yang teledor. Sementara pemiliknya bebas tuduhan, konon karena lobi dengan penguasa.

Kebijakan Zero ODOL yang belum lama ini digaungkan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perindustrian dan Korps Lalu Lintas (Korlantas Polri) diharapkan bisa meniadakan truk KDM di jalan. Mereka punya target penertiban akan terlaksana mulai tahun 2026, sehingga bisnis truk angkutan barang tidak lagi merusak prasarana jalan karena kelebihan muatan, mengurangi ancaman terhadap penguna jalan lain dan menjamin keadilan usaha.

Dalam satu keterangannya kepada media, Kepala Korlantas Irjenpol Agus Suryonugroho menegaskan bahwa truk KDM merugikan negara, membahayakan keselamatan masyarakat di jalan, merusak prasarana jalan, sehingga tidak akan dimaafkan lagi. Caranya, membentuk tim bekerja sama dengan Dinas Perhubungan, mengerahkan petugas Satlantas Polres untuk melakukan penegakan hukum yang lebih terarah, sistematis dan tegas.

Penertiban langsung akan dilaksanakan di lapangan, melakukan edukasi kepada pengemudi, memanfaatkan teknologi ETLE (electronic traffic law enforcement), jembatan digital dan memanfaatkan laporan masyarakat. Agus Suryonugroho berharap pelaku usaha, para pemilik truk agar mulai bertransformasi ke armada legal dan patuh aturan, sesuai Undang- undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan.

Oleh:

Share

Leave a Comment

Majalah Lintas Official Logo
Majalahlintas.com adalah media online yang menyediakan informasi tepercaya seputar dunia infrastruktur, transportasi, dan berita aktual lainnya, diterbitkan oleh PT Lintas Media Infrastruktur.

Copyright © 2025, PT Lintas Media Infrastruktur. All rights reserved.