Datang dari sebuah keluarga miskin di pulau paling barat NKRI, Pulau Nias, Dr Marinus Gea, SE, MAk mengadu nasib dengan merantau di Jakarta. From zero to hero. From nothing to something. Idiom ini rasanya mengena dianalogikan untuk menggambarkan perjuangan hidup Marinus Gea. Dari nol, ia kini jadi pejabat negara, wakil rakyat, berkantor di Kompleks Parlemen Senayan.
Marinus kecil yang lahir 6 Januari 1973 tak pernah bermimpi suatu saat ia bisa menikmati empuknya kursi sebagai anggota legislatif. Tidak satu periode. Tidak juga dua periode. Kini ia bahkan sedang menjalani periode ketiganya sebagai anggota DPR RI dari daerah pemilihan Banten 3.
Tidak hanya itu, berbagai pencapaian lain di bidang bisnis, bahkan di bidang pendidikan, pria kelahiran Desa Dima, Hiliduho, Kabupaten Nias, ini mengakui bisa melaluinya karena semata oleh perkenanan ilahi.

“Orangtua saya hanya seorang petani karet. Untuk kuliah, setelah tamat SMEA swasta Gunungsitoli tahun 1992, hanyalah mimpi. Orangtua tidak memiliki kemampuan ekonomi,” ujar ayah dua anak ini kepada Lintas, Selasa (21/10/2025), di Jakarta.
Pesan Orangtua
Namun, berkat doa dan pesan ayahnya yang terus mengingatkannya untuk tidak pernah menyerah pada keadaan, alumni SMP 3 Gunungsitoli tersebut mampu melewati masa-masa tersulit saat dia merantau di Jakarta.
“Saya masih ingat, papa saya selalu mengatakan: ‘Lihat, orang yang punya uang bisa menggunakan uangnya untuk menghasilkan uang lagi. Kalau kamu bisa bekerja keras dan punya uang, kamu suatu hari juga bisa.’ Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di telinga saya,” ujarnya.
Kata-kata ayahnya itu pun ia akui benar adanya. Lewat kerja kerasnya, tak pernah berhenti belajar, membangun jaringan dan pertemanan dengan orang-orang hebat, Marinus merasakan uang memang bisa menggandakan dirinya.
“Saya juga kini sebagai trader di pasar saham. Jadi, perkataan ayah saya benar,” kenangnya.
Setamat dari SMEA, Marinus merantau ke Jakarta pada 1992. Ia tinggal di rumah kerabat yang ia panggil paman. Setelah menganggur sekitar tiga bulan, ia beranikan diri untuk bekerja sebagai sales alat-alat elektronik. Jalan kaki menyusuri berbagai toko dan rumah-rumah di Jakarta, ia menawarkan dagangannya.
Tidak mudah menawarkan barang elektronik ketika itu. “Apalagi saya tidak begitu menguasai bahasa Indonesia dengan baik. Komunikasi pun sering tersendat. Namun, untuk bertahan hidup pekerjaan itu saya lakoni,” ujarnya.
Seiring waktu, ia pun juga mendekatkan diri kepada Tuhan dengan rajin mengikuti kegiataan ibadah di Gereja Mawar Saron pimpinan Pdt Jacob Nahuway ketika itu. Berbagai kegiatan kepemudaan ia ikuti. Lewat aktivitas rohani tersebut, Marinus mendapatkan penguatan secara mental. Kadang-kadang teman-temannya di organisasi pemuda gereja memberinya uang untuk ongkos ke tempat kerja.
Membaca Buku
Dalam waktu bersamaan, ia juga melahap berbagai buku, terutama buku bergenre akuntansi, yang tersedia di rumah pamannya. Waktu itu, pamannya bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Lewat membaca, kemampuan berbahasa Indonesiannya pun berkembang.
Salah satu prinsip Marinus adalah ia sebanyak mungkin bergaul dengan orang yang tidak satu suku dengan dia. Lewat pergaulan itu ia banyak memperoleh ilmu baru.
“Mindset saya berubah. Saya memperoleh teman-teman yang cara pandang lebih maju. Saya pun berubah,” ujarnya.
Hal itu ia rasakan saat ia mengenal seorang yang baik hati saat diterima bekerja di Hailai, salah satu tempat hiburan terkenal di Ancol, Jakarta Utara, saat itu.
Ia digembleng oleh bosnya bernama Surono. Kemampuan akuntansinya terus diasah. Di sisi lain, ia terus memperkaya diri dengan hal-hal baru.
Begitu juga saat ia bekerja sebagai karyawan toko besi. Ia dengan detail bisa mengetahui berbagai tipe besi, ukuran, harga, dan jenis pelat yang dijual di tokonya. Ia juga mulai berkenalan dengan baik dengan para suplier yang belakangan menjadi koleganya saat ia meniti bisnis.
Kemampuan akuntansi yang terus berkembang, lewat mentor Surono, Marinus pun dipercaya menjalani jasa akuntan. Banyak klien, baik perseorangan maupun perusahaan, ia bantu dan bayarannya mulai meningkat.
Tindakan Ekstrem
Kehidupan ekonomi yang membaik dan pekerjaan yang tidak perlu harus datang ke kantor setiap hari, Marinus mulai mencoba berbagai hal, termasuk yang sedikit ekstrem. Baginya, apa pun dia harus rasakan dan coba. Termasuk soal menjajal narkoba.
“Karena ada uang, ada waktu, saya mulai sering ke kelab malam. Ajeb-ajeb sambil mencicipi narkoba,” ujarnya.
Beruntungnya, Marinus mengaku tidak sampai kecanduan. Ia pun memutuskan berhenti dan tidak lagi menggunakannya saat tempat kelab malam yang sering didatanginya terkena bom.
“Titik balik berhenti dari situ. Saya tahu, ini peringatan dari Tuhan,” kata Marinus.
Ia juga mengalami pembelaan Tuhan saat bisnis percetakannya mandek. Cicilan utang saat itu makin mencekek leher. Pertolongan pun datang. Ada satu klien menggunakan jasanya. Setelah urusan beres, kliennya pun membayarnya mahal. Lewat itu, usaha percetakannya bisa bertahan, bahkan hingga sekarang.
Bagi Marinus, keinginan untuk menimba ilmu di perguruan tinggi berkobar di dalam dirinya. Ia pernah coba kuliah di Universitas Terbuka, tetapi gagal. Tak cukup waktu karena sambil bekerja. Baru pada 2004 ia pun kuliah di Universitas Mercubuana. Gelar S-1 (sarjana ekonomi) pun disandangnya setelah bisa menyelesaikan skripsi dan diwisuda pada 2012. “Saya tamat kuliah S-1 selama 8 tahun,” ujarnya.
Selesai diwisuda, oleh dorongan dosen pembimbingnya, Marinus pun lanjut kuliah S-2 di Universitas Mercubuana dan di wisuda pada 2014. Tidak berhenti di situ. Program doktoral pun dijalaninya. Kini gelar doktor itu sudah disandangnya.
Kegemaran Marinus berteman dan bergabung di organisasi memang menjadi pendorongnya untuk bergabung dengan organisasi sayap PDI-P, Taruna Merah Putih (TMP). Aktif berorganisasi ia lakukan sejak 2000. Ia pun berhasil menjadi penggerak terbentuknya organisasi pemuda masyarakat Nias di Tangerang yang menjadi cikal bakal terbentuknya Himpunan Masyarakat Nias Indonesia (Himni).
Melalui TMP, ia mulai aktif secara struktural. Dari Wakil Sekretaris PAC hingga Ketua DPC, semuanya ia jalani dari bawah. Prinsip-prinsip kunci berorganisasi pun ia pelajari. Dibutuhkan kerja keras, disiplin, dan tulus melayani.
Dunia Politik
Tiba pada suatu saat, mentor politiknya, Maruarar Sirait—kini menjadi Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman– mendorongnya melakukan lompatan besar: maju sebagai calon anggota DPR dari Dapil Banten 3.
Marinus saat itu merasa belum siap. Ia sempat ragu. Ia merasa tak memiliki basis massa dan tak punya modal besar. Namun, Bang Ara (panggilan akrab Maruarar) meyakinkannya,
“Kamu punya modal paling penting: kejujuran dan kerja keras.”
Atas dorongan Ara, Marinus mulai bergerak. Ia turun langsung ke bawah.Ia blusukan, menyapa warga dari pintu ke pintu, membagikan kartu nama, dan mengadakan pelatihan UMKM untuk ibu-ibu. Marinus mengaku terinspirasi cara kampanye yang dilakukan oleh Joko Widodo dan Presiden AS Barack Obama.

Ia juga mendekati para hamba Tuhan lintas denominasi, membentuk agen TMP hingga ke tingkat kelurahan. Perlahan, tapi pasti. Basis dukungannya tumbuh.
Pada Pemilu 2014, kerja keras itu berbuah manis. Marinus Gea terpilih sebagai anggota DPR. Tidak hanya sekali. Pada 2019 ia pun terpilih lagi. Bahkan, saat tulisan ini dibuat, ia sedang menjalani periode ketiganya sejak terpilih pada 2024. Ia mengemban amanah duduk di Komisi XIII yang dikenal dengan Komisi Reformasi Hukum.
Tempaan keras sejak awal-awal merantau, ditambah dengan prinsip kerja keras, serta mengetahui tujuan hidupnya, Marinus yang dulu acap dipandang sebelah mata, kini menikmati hasilnya.
Hasil memang tak pernah mengkhianati proses. Apa yang selama ini disemai, kini dituai buahnya. Marinus Gea telah membuktikan itu. Sukses terus, Pak Marinus! (PAH/HRZ)





