Home Opini Ketika Banjir Banyak Rencana, Begitu Kemarau Sering Lupa

Ketika Banjir Banyak Rencana, Begitu Kemarau Sering Lupa

Share

Begitulah kehidupan ketika ditimpa penderitaan timbul pemikiran dan rencana solusi, begitu penderitaan berakhir dan kembali ke kehidupan normal, lupa terhadap rencana awal akibat terlena oleh kenikmatan hidup normal.

Sejatinya manusia yang dibekali akal dan pikiran tidak berkehendak melakukakan kesalahan yang sama apalagi selalu berulang. Setiap kali terjadi bencana banjir selalu timbul kepanikan dan saling menyalahkan dengan argumentasinya masing-masing.

Semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat melakukan aksi tindak darurat penyelamatan, evakuasi korban terdampak, sampai pada perencanaan mitigasi pengurangan risiko bencana. Semua rencana kegiatan menjadi prioritas utama. Semuanya berkomitmen agar dampak kerugian akibat banjir tidak terulang lagi.

Ironisnya bencana banjir yang selalu datang baik diduga maupun tak terduga secara berulangkali, kerap membuat semua pihak menjadi terlena/terlalaikan bahkan terlupakan ketika musim kemarau tiba.

Setiap banjir datang, masyarakat terdampak langsung maupun tidak langsung pasti akan mengkritisi upaya penanggulangan bencana yang sedang terjadi dan upaya penanganan mitigasi yang telah dilakukan maupun yang belum dilakukan.

Pihak yang berwenang baik pemerintah pusat maupun daerah termasuk TNI dan Polri beserta masyarakat disibukkan dengan segala upaya tindak darurat sebagai bagian dari upaya penanggulangan banjir.

Sementara upaya tindak darurat berlangsung biasanya diikuti dengan penjelasan resmi pihak berwenang tentang upaya penaggulangan yang sedang berlangsung dan penjelasan mengapa banjir terjadi serta rencana mitigasi yang akan dilakukan kedepan baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang menjadi prioritas utama untuk dilaksanakan.

Jatuhnya korban jiwa dan luka-luka serta kerugian akibat kerusakan harta benda menambah penderitaan masyarakat yang terdampak langsung bencana banjir. Belum lagi terhitung akibat kerusakan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, bangunan, tanggul-tanggul sungai dan lainnya.

Tidak kalah pentingnya timbulnya penderiataan psikis/stress masyarakat yang mengalami banjir dan tidak mudah terobati dengan segera. Dan yang tidak terdampak langsung juga ikut menderita karena merasakan kemacetan jalan, mandeknya aktifitas/kegiatan bahkan lumpuhnya perekonomian.

Dapat dipastikan semua hiruk-pikuk /kegaduhan peristiwa banjir akan menyisakan kenangan penderitaan yang mendalam bagi siapapun yang terdampak langsung, maupun tidak langsung.

Begitu bencana banjir berlalu, kehidupan masyarakat kembali normal, aktivitas perekonomian kembali menggeliat, seolah trauma akibat penderitaan banjir segera terobati oleh suasana rutinitas yang datang kembali seperti saat sebelum banjir terjadi.

Mitigasi Bencana

Karena bencana banjir kerap terjadi, dipastikan pihak berwenang baik pemerintah pusat maupun daerah termasuk masyarakat tentu memiliki rencana mitigasi untuk setidaknya mengurangi risiko seminimal mungkin akibat banjir.

Program mitigasi pemerintah lebih banyak menyentuh pada pencegahan jatuhnya korban jiwa dan pada pengamanan fasilitas umum. Begitu juga masyarakat tentu memiliki mitigasi sendiri dalam menyelamatkan jiwanya dan wilayahnya serta mengamankan harta bendanya masing-masing.

Setiap “pekerjaan rumah” sebagai bagian dari mitigasi bencana yang telah di programkan dan direncanakan termasuk alokasi anggaran biayanya serta durasi pelaksanaannya pasti telah disusun sesuai skala prioritas kegiatannya baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.

Tidak hanya itu, umumnya rencana implementasi pekerjaan telah diwujudkan dalam bentuk format matriks pekerjaan lintas sektoral tentang siapa berbuat apa. Dalam matriks yang disepakati bersama, dijelaskan apa yang harus dilakukan oleh masing-masing sektor/instansi terkait atau kementerian/lembaga baik pusat maupun daerah sesuai kewenangan dan tanggung jawabnya.

Namun tidak jarang tindak lanjut dari program matriks tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kendala lemahnya tindak lanjut lebih banyak disebabkan oleh persoalan klasik yang kerap dialami instansi seperti masalah ketersediaan/keterbatasan anggaran, masalah pembebasan/pengadaan lahan, perubahan skala prioritas, ego sectoral, lemahnya koordinasi antar sektor, sosialisasi dan permasalahan teknis dan non teknis lainnya.

Seiring dengan berjalannya waktu patut diakui kondisi pasca banjir yang kembali ke suasana nyaman cenderung membuat semua pihak menjadi terlena, lalai atau lupa melakukan antisipasi/pencegahan yang telah direncanakan dan diprioritaskan. Tindak lanjut yang harus dilakukan seolah terabaikan bahkan terlupakan, tidak sebanding dengan komitmen yang kuat saat bencana banjir terjadi

Masih segar dalam ingatan ketika banjir terjadi di wilayah Jabodetabek dan daerah lainnya tanggal 2 sampai 4/3/2025, banyak bermunculan informasi tentang program-program mitigasi yang telah disiapkan dan segera diimplementasikan baik secara struktural maupun non struktur.

Secara struktural/fisik beberapa instansi mengumumkan program andalannya masing-masing mulai dari normalisasi/pengerukan sungai, pemasangan pompa-pompa air, pembangunan bendungan, pembuatan tanggul-tanggul beton, tanggul laut, kolam retensi, sistem polder dan lainnya.

Upaya non struktur juga disampaikan mulai dari pembebasan lahan, penertiban bantaran dan sempadan sungai sampai ke rencana revisi tata ruang Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Daerah Tangkapan Air (DTA). Upaya non struktur yang kerap terabaikan yakni menyiapkan data actual/ terkini tentang besaran debit banjir yang selalu meningkat setiap tahunnya akibat meningkatnya limpasan aliran permukaan yang disebabkan oleh alih fungsi lahan.

Fungsi pengawasan/kontrol

Untuk menghindari terlalainya tindak lanjut yang telah disepakati dalam matriks, diperlukan pengawasan intensif baik dari internal pemerintah maupun dari masyarakat. Kontrol diperlukan untuk mengetahui dan mengevaluasi sejauh mana program dan rencana telah dieksekusi masing-masing instansi dan sesuai kewenangan dan tanggung jawabnya.

Semua kendala yang ditemui perlu diselesaikan melalui koordinasi lintas sektor secara intensif. Evaluasi secara periodik terhadap kemampuan infrastruktur pengendali banjir perlu dilakukan secara rutin, karena kapasitas prasarana pengendali banjir tetap sementara debit banjir yang datang selalu bertambah walaupun pada skala periode ulang yang sama.

Hindari hal-hal yang tidak produktif seperti sikap saling menyalahkan baik di internal pemerintah pusat/daerah maupun dengan masyarakat. Semua pihak memiliki kontribusi terjadinya banjir. Apalagi kerap menyalahkan alam dengan menyebut curah hujan yang lebat sebagai penyebab banjir.

Diharapkan masyarakat ikut berperan melakukan pengawasan secara intensif dan berkesinambungan terhadap tindak lanjut mitigasi yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah sehingga apa yang menjadi harapan bersama mengurangi risiko seminimal mungkin akbat banjir dapat terealisasi. (MAL)

Oleh:

Share

Leave a Comment

Majalah Lintas Official Logo
Majalahlintas.com adalah media online yang menyediakan informasi tepercaya seputar dunia infrastruktur, transportasi, dan berita aktual lainnya, diterbitkan oleh PT Lintas Media Infrastruktur.

Copyright © 2025, PT Lintas Media Infrastruktur. All rights reserved.