Home Fitur Ketersediaan Air Bersih dan Air Minum bagi Penduduk Masih Jadi Tantangan Pemerintah

Ketersediaan Air Bersih dan Air Minum bagi Penduduk Masih Jadi Tantangan Pemerintah

Share

Hari Air Sedunia 2025, yang diperingati setiap 22 Maret, mengangkat tema ”Preservasi Gletser”. Penentuan tema ini untuk menegaskan bahwa 70 persen air tawar dunia–seperti data World Meteorological Organization (WMO)–berasal dari gletser. Namun, dengan peningkatkan suhu, gletser mencair dan berdampak pada kekurangan stok air bersih dan air minum bagi penduduk bumi, termasuk di Indonesia.

Pada momen Hari Air Sedunia pada 2025 ini, pemerintah memang tidak melakukan perayaan khusus karena sejumlah pertimbangan. Namun, lewat rilis pers yang diterima majalahlintas.com, Kementerian PU menyampaikan, Pemerintah Indonesia berkomitmen pada ketersediaan air bersih dan air minum yang merata dan layak bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Salah satu yang menjadi perhatian, seperti disampaikan Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti, adalah pada masalah keterbatasan air di Pulau Jawa dan Bali karena persebaran demografi yang kurang ideal.

“Terkonsentrasinya penduduk di Pulau Jawa dan Bali menimbulkan permasalahan penyediaan air untuk ketahanan pangan sehingga pemerintah mendorong distribusi penduduk ke luar Jawa dan Bali yang lahannya relatif masih luas. Kementerian PU mendukung dengan membangun infrastruktur sumber daya air,” katanya dalam Forum Air Indonesia di Jakarta, Rabu (26/3/2025).

Bendungan sebagai sumber persediaan air bersih dan air minum. | Dok. Kementerian PU

Tidak dimungkiri, sejumlah upaya sudah dilakukan Kementerian PU. Guna meningkatkan tampungan air alami, Kementerian PU telah melakukan konservasi sumber air dan revitalisasi tampungan air alami serta merevitalisasi bendungan melalui pengerukan sedimen dan pembangunan bendungan baru.

Kementerian PU juga melakukan peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan air untuk ketahanan pangan dengan menerapkan Irigasi Padi Hemat Air (IPHA) serta membangun daerah irigasi untuk menyokong kegiatan pertanian dan peternakan di luar Jawa dan Bali.

Adapun untuk penyediaan air minum, Kementerian PU telah menerapkan transformasi tata kelola melalui pelaksanaan Program Percepatan Penyediaan Air Minum (P3AM) untuk mencapai target 100 persen akses rumah tangga perkotaan terhadap air siap minum perpipaan (RPJPN 2025-2045), 43 persen rumah tangga dengan akses air minum aman dan 40,2 persen rumah tangga dengan akses air minum jaringan perpipaan (RPJMN 2025-2029), serta misi Astacita terkait swasembada air.

Program yang dilaksanakan di antaranya pembangunan, peningkatan, perluasan, optimalisasi dan rehabilitasi, serta pembinaan dan pengawasan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

Demi mengoptimalkan pengelolaan sumber daya air, Diana mendorong kolaborasi seluruh pemangku kepentingan khususnya dengan Pemerintah Daerah dalam menghadapi permasalahan ketersediaan lahan dan perubahan iklim. Keterlibatan generasi muda juga didorong Kementerian PU salah satunya melalui World Water Warriors dan pemberian penghargaan Bali Youth Water Prize bagi generasi muda yang memiliki kontribusi luar biasa dalam bidang sumber daya air.

Krisis Air

Dalam tulisannya di harian Kompas (Jumat, 21/3/2025), Retno Marsudi, sebagai Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Urusan Air sejak 1 November 2024, menulis bahwa semakin panasnya suhu bumi ini telah menyebabkan semakin cepatnya proses melelehnya gletser atau lapisan besar es yang bergerak turun perlahan-lahan di lereng gunung atau di dataran.

Data dari WMO menunjukkan bahwa pada 2023 gletser-gletser dunia telah kehilangan 900 gigaton air, terbesar dalam 50 tahun terakhir. Dampak dari melelehnya gletser, membuat permukaan air laut 20 sentimeter lebih tinggi ketimbang kondisi pada 1900.

Menteri Luar Negeri RI (2014-2024) itu menambahkan, krisis air akibat melelehnya gletser sudah banyak berdampak bagi manusia dan juga dalam perekonomian. Setidaknya ada tiga tantangan yang harus dihadapi oleh masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Pertama, terlalu banyak air. Kedua, terlalu sedikit air alias kekeringan, dan ketiga, air yang terpolusi.

Retno membeberkan kerugian yang diakibatkan oleh tiga tantangan tersebut. Namun, menurut dia, apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, yang menjalankan prinsip inklusif yang berarti melibatkan semua pemangku kepentingan, sudah benar.

“Kunci sukses dari upaya ini adalah pendekatan yang melibatkan semua elemen masyarakat (a whole-of society approach), pemerintah, organisasi internasional, akademisi, kalangan swasta dan pemangku kepentingan lain,” demikian Retno.

Penting bagi setiap warga, seperti diusulkan Retno, agar menjadi bagian dari proses pengendalian air di negara kita. Dengan demikian, dampak banjir tatkala jumlah air melimpah bisa diminimalkan.

Begitu juga kesadaran memperbanyak areal tampungan air atau daerah resapan sehingga saat kekeringan, masyarakat tidak kesulitan air. Kemudian yang tidak kalah penting tidak membuang sampah sembarangan sehingga air tidak terkontaminasi oleh polutan yang membahayakan kesehatan.

Kelangkaan air bersih dan air minum, terutama bagi daerah-daerah urban di berbagai kota di Indonesia adalah pekerjaan rumah yang terus dikerjakan oleh pemerintah.

Momentum Hari Air Sedunia 2025 semoga menjadi permenungan bagi umat manusia untuk memaknai air sebagai unsur penting kehidupan yang menjadi faktor penentu masa depan bangsa. Apalagi, kita harus akui bahwa kesadaran kita akan pentingnya air sebagai modal ekonomis masih sangat rendah. (HRZ)

Share

Leave a Comment