Manokwari, Lintas – Pemerintah terus melakukan pembangunan infrastruktur di Papua, salah satunya Proyek Strategis Nasional Jalan Trans-Papua Barat sepanjang 1.070,62 km untuk meningkatkan konektivitas. Dengan terhubungnya seluruh jalan trans di Papua Barat (Pabar) menjadi salah satu cara untuk membuka keterisolasian wilayah, menurunkan biaya logistik, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Papua Barat (Satker PJN I Pabar) Navy Anugrah Umasangadji, ST, MT, mengatakan, Ruas Kali Sisu-Snopy-Manokwari (Trans-Papua Segmen I) dan Manokwari-Mameh (Trans-Papua Segmen II) sudah teraspal 384,55 km dan fungsional sepenuhnya sepanjang 393,45 km.
“Sampai dengan tahun 2022 ini, seluruh penanganan ruas Jalan Trans-Papua Barat, khususnya pada Segmen II ruas Manokwari-Mameh (arah selatan) sepanjang 170 km sudah teraspal sepenuhnya. Sementara itu, yang ke arah barat dari Manokwari menuju Sorong (Kali Sisu) sepanjang 223,45 km sudah aspal hanya masih menyisakan 8,9 km yang belum teraspal di wilayah Gunung Pasir Kabupaten Tambrauw, tetapi Gunung Pasir ini sudah diprogramkan MYC (kotrak tahun jamak) 2023-2024,” jelas Navy dalam wawancara dengan Lintas (13/7/2022).
Ia memaparkan, pada tahun ini Satker PJN I Pabar telah menyelesaikan beberapa program pemerataan dan percepatan pembangunan Jalan Trans-Papua Barat. Seperti, pembangunan jembatan rangka baja bentang di atas 80 meter pada ruas Maruni-Oransbari (Trans- Papua Segmen II) sebagai langkah meningkatkan aksesibilitas logistik.
Demikian juga dengan pembangunan jalan dan jembatan pada ruas Prafi-Manyambouw-Anggi-Ransiki di Kabupaten Pegunungan Arfak sebagai wilayah penanganan direktif presiden. Wilayah ini merupakan wilayah agrokultur utama di Pabar dan wisata alam Danau Anggi yang merupakan daerah pegunungan.
“Ruas penanganan utama berada pada segmen tengah Jalan Trans-Papua Barat Sorong-Manokwari-Batas Provinsi Papua yang merupakan posisi cukup strategis. Selain itu, juga terdapat ruas strategis seperti Manyambouw-Anggi yang merupakan direktif presiden sebagai kawasan agrokultur dan wisata danau serta ruas Arfu-Saukorem yang merupakan akses lintas utara Papua Barat,” paparnya.
Manfaat dan tantangan
Navy mengungkapkan, Indonesia sejahtera dapat dinilai dalam bentuk konektivitas antara satu daerah dengan yang lainnya, dengan begitu dapat dikatakan secara ekonomi wilayah tersebut bertumbuh.
“Sepanjang daerah Trans-Papua Barat itu sudah bertumbuh perekonomiannya, sudah mulai dikembangkan dan jalur ekonominya semakin terbuka. Masyarakat bisa membawa hasil perkebunan dan peternakan mereka untuk dijual ke Manokwari maupun Sorong yang menjadi pusat perekonomian di Papua Barat. Di sana juga sudah ada pabrik semen yang cukup besar dan sudah beroperasi,” katanya.
Hal senada diungkapkan oleh Sri (45) generasi kedua pengelola rumah makan Ayam Goreng Sabar Menanti di Satuan Permukiman (SP) 1 yang berdiri sejak 1986. Transmigran asal Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, ini ikut merasakan dampak yang sangat signifikan dari pembangunan Jalan Trans-Papua khususnya pada wilayah Prafi.
“Sekarang ini kebutuhan pokok dan bahan baku sudah lebih mudah didapatkan, tidak perlu ke Manokwari karena banyak peternak juga di Prafi. Akses jalan dan fasilitas-fasilitas sudah memadai, sudah banyak perkembangan dan perubahan dari awal saya pertama datang ke sini,” jelas Sri.
Lebih lanjut dikatakan Navy, selain segi ekonomi, manfaat besar juga dirasakan dari sektor kesehatan, dengan terkoneksinya jalur maka akan memperpendek jarak tempuh menuju pusat kota.
“Sekarang orang sakit di Ransiki sudah tidak takut lagi, karena kini hanya perlu waktu tiga jam saja untuk bisa sampai ke Manokwari yang fasilitas kesehatannya lebih lengkap,” imbuhnya.
Kemudian menurut Navy, selama masa pelaksanaan program pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang dilaksanakan, secara tidak langsung memberikan dampak bagi masyarakat terkait kelancaran dan keamanan berkendara.
Tidak dapat dipungkiri, kegiatan yang sangat terasa dampaknya kepada masyarakat secara langsung adalah program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di mana masyarakat sekitar secara langsung dapat terjun dalam program pembangunan infrastruktur itu sendiri.
“Dampak dari adanya kegiatan PEN dari segi ke-bhineka-an, baik masyarakat asli maupun pendatang, dapat bergotong–royong bekerja sama saling membantu berbaur menjadi satu damai mencerminkan Indonesia satu jua dalam membangun infrastruktur,” kata Navy.
Terkait kendala teknis di wilayah kerja Satker PJN I Pabar, dikatakan Navy dapat diatasi dengan rekayasa lapangan dan sistem manajemen mutu.
Namun, tantangan yang dominan atau bisa dianggap keunikan di wilayah Pabar adalah tantangan non-teknis terkait kondisi masyarakat.
Di Pabar masih kental dengan budaya atau masyarakat adat, tantangan yang umumnya temui dalam pelaksanaan adalah adanya hak ulayat masyarakat adat di sekitar lokasi pekerjaan.
Hak ulayat secara arti adalah serangkaian wewenang dan kewajiban masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan ulayatnya, sebagai “lebensraum” para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah yang ada dalam wilayah tersebut.
“Objek hak ulayat ini adalah semua tanah yang terdapat dalam lingkungan masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Orang dari luar masyarakat hukum adat tersebut boleh memanfaatkan tanah yang berada dalam wilayah ulayat itu dengan seizin dari penguasa adat setempat. Tantangan non-teknis seperti inilah yang perlu pendekatan secara persuasif dalam menyelesaikannya sehingga tercapai kesepakatan untuk kepentingan bersama dan dalam kondisi damai,” paparnya.
Navy berharap ke depannya, penanganan infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Pabar dapat dilaksakan lebih baik lagi secara program, pelaksanaan, dan pemeliharaaan sehingga aset jalan dan jembatan yang telah ada dapat terjaga dengan baik memenuhi umur rencana yang telah ditentukan.
“Kami juga berharap ke depan, agar masyarakat bisa berfikir lebih maju dan terbuka. Dengan begitu, dukungan masyarakat Pabar akan lebih tinggi lagi sehingga program dapat sukses untuk kemajuan bangsa dan negara, khususnya masyarakat Pabar,” jelasnya.
Pekerjaan di lapangan pada Satker PJN I Pabar didukung oleh tiga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yaitu PPK 1.1 Nur Mukhlis Fiandardo, ST, MT; PPK 1.2 Anggiat Adi Gunawan Napitupulu, SST; dan PPK 1.3 Alberth Telehala, ST, MT.
Program TA 2022
Selanjutnya dijelaskan oleh Navy, secara garis besar, jalan nasional di Pabar khususnya ruas di wilayah Satker PJN I Pabar merupakan akses utama yang sudah terhubung dengan akses jalan menuju wilayah SP maupun kawasan strategis seperti kawasan wisata, kampung adat/keagamaan, maupun kawasan ekonomi/pasar.
“Pada tahun anggaran (TA) 2022, kami telah diberi amanah untuk mengelola Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran dengan pagu sebesar Rp 254 miliar dengan realisasi sampai saat ini (semester I-2022) sebesar Rp 114,70 miliar atau sekitar 51%,” ungkap Navy.
Adapun, penanganan jalan pada TA 2022, terbagi menjadi dua dengan rincian, ruas nasional sepanjang 393,45 km yang terdiri dari penanganan efektif 7,99 km; preservasi rutin jalan 385,46 km; dan ruas strategis sepanjang 70 km untuk pemeliharaan rutin jalan baru pada ruas Manyamnbouw-Anggi dan Arfu-Saukorem.
Sedangkan, untuk penanganan jembatan juga dibagi menjadi dua, yaitu ruas nasional sepanjang 5.402,90 meter yang terdiri dari penanganan preservasi jembatan rutin maupun rehabilitasi berkala. Kemudian, pembangunan tiga unit jembatan baru dengan total panjang 150 meter pada ruas Manyambouw-Anggi.
“Seiring berjalannya program-program tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap besar kondisi kemantapan jalan, hingga akhir tahun 2021 telah mencapai 97,74%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa kemantapan jalan nasional kami menjadi lebih baik di setiap tahunnya,” pungkasnya. (RA)
Baca juga:
Jembatan Bian Pendukung Food Estate Papua Selatan Dilanjutkan
Konektivitas Trans-Papua di Papua Barat Tuntas 2024