Peran profesi non-engineer dalam kancah global tetap merupakan substansi yang unik dan merupakan pelengkap dari kompleksnya organisasi saat ini. Ibarat sebuah orkestra yang terdiri dari berbagai macam alat musik, apabila nada yang dikeluarkan salah, seluruh orkestra menjadi tidak optimal. Ini juga berlaku di ranah utama PUPR adalah para engineer. Akan tetapi, peran unsur pelengkap tetap harus diperhitungkan seperti ilmu hukum, ternyata berperan penting dalam menyukseskan berbagai program di PUPR.
Teuku Firmansyah, SH, MH boleh-boleh saja dipandang sebagai insan PUPR dari disiplin ilmu minoritas. Ia seorang sarjana hukum. Namun, dengan menunjukkan integritas serta mengedepankan profesionalitas dalam bekerja, anak ketujuh atau bungsu dari pasangan Teuku Saman Agam dan Frida ini, sukses dan dipercaya menangani bidang Kepala Bagian Umum dan Tata Usaha di BBPJN Sumut sejak September 2021.
Bekerja di lembaga besutan Menteri Basuki Hadimuljono ini berawal pada 2000. Saat itu, Firman sedang magang di sebuah kantor Advokat di Banda Aceh, Provinsi Aceh. ”Begitu ada penerimaan di PU lalu saya coba-coba ikut dan lulus. Waktu itu, ujiannya masih di provinsi,” ujar alumni S-1 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh tersebut pertengahan Oktober 2022.
Saat diangkat menjadi PNS pada 2000, Firman ditugaskan sebagai asisten umum di Satuan Kerja Pembangunan di Balai Besar Sumut. Kemudian, pada 2004-2016 masih dipercaya menjadi asisten, juga di satker pemeliharaan.
”Alhamdulillah, saya sangat bersyukur pada tahun 2016, Balai Aceh baru dibentuk. Oleh pimpinan saya di Balai Sumut, waktu itu masa kepemimpinan Kepala Balai Pak Paul Ames Halomoan Siahaan, saya ditugaskan menjadi Kepala Tata Usaha pertama di Balai Aceh. Waktu itu, semua dimulai dari nol,” ujar alumni S-2 Magister Hukum di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ini.
Menjadi Kepala TU pertama di Balai Aceh adalah kebanggaan tak terlupakan bagi Firman hingga kini. Ia ingat betul waktu itu kondisinya masih sangat minimalis. Lahan perkantoran, peralatan kantor, dan sumber daya manusia masih dibantu oleh Balai Sumut. Berbagai proyek besar pun di Banda Aceh bisa terselesaikan karena peran Firman yang bisa menyelesaikan berbagai persoalan hukum.
Salah satu ujian yang dijalani oleh Firman, yakni pada saat ada masalah pembebasan lahan proyek jalan utama di Banda Aceh pada masa kepemimpinan Gubernur Abdullah Puteh. ”Saat itu tidak semua engineer menguasai masalah hukum dan konflik lahan. Di situlah saya bisa menunjukkan bahwa ilmu yang saya miliki tentang hukum kontrak bisa bermanfaat. Akhirnya, permasalahan lahan bisa diselesaikan setelah saran yang saya usulkan dilaksanakan,” kata Firman.
Disposisi dan Profesionalitas
Tanggap terhadap disposisi merupakan salah satu kunci penilaian pegawai oleh atasannya. Firman sadar bahwa kecepatan tanggapan terhadap disposisi atasan merupakan bahan penilaian staf oleh atasan yang bersangkutan.
Hal ini disadari oleh Firman. Ia pernah ”diuji” untuk menangani masalah terkait jembatan layang (flyover) ”Surabaya” yang berlokasi di Banda Aceh. Waktu itu ia mendapatkan disposisi untuk menyelesaikan masalah hukum yang ada.
”Masalah pembebasan lahan di Flyover Surabaya mentok. Lalu saya mendapatkan disposisi. Alhamdulillah, masalah itu saya selesaikan. Waktu itu Satkernya Pak Hilal. Kami sudah menitipkan uang di pengadilan dan pemilik lahan menggugat. Saya menjembatani masalah hukum. Pemilik lahan saya pertemukan dengan Satker. Saya jelaskan terkait aturan dan undang-undang yang mengatur soal itu dan dalam waktu dua hari permasalahan pun selesai,” ujar Firman.
Kecepatan merespons disposisi menjadi modal bagi Firman untuk mendapatkan kepercayaan dari pemimpin. Tidak mengherankan jika sejak 2021 hingga sekarang dirinya dipercaya untuk menangani Bagian Umum dan TU di BBPJN Sumut.
Firman pun dapat mengimplementasikan ilmunya, pada saat ia berkutat dengan penyusunan surat keputusan dari pemimpin satker agar memenuhi persyaratan dan tidak bertabrakan dengan peraturan yang ada.
”Alhamdullilah, saya menjadi orang yang dibutuhkan dalam menyusun SK para PPK, satker, dan lain-lain, dimintai pendapat tentang perilaku mereka dengan prinsip, kerahasiaan saya jaga betul. Saya pegang prinsip integritas itu. Apa yang ada di SK tidak akan bocor kepada siapa pun,” kata Firman.
Bersyukur dan Serius
Keberhasilan demi keberhasilan yang direnggut oleh Firman tak lepas dari berbagai doa dan didikan dari kedua orangtuanya yang mendidiknya untuk selalu bersyukur dan bekerja serius apa pun pekerjaannya.
Kejadian saat tsunami Aceh 2004, yang menewaskan orangtuanya dan empat orang kakaknya, menguatkan hatinya untuk selalu melakukan yang terbaik sesuai nilai-nilai yang ditanamkan dalam dirinya sejak kecil.
Bagi Firman, meskipun dirinya berlatar belakang disiplin ilmu ”minoritas” di PUPR, tetapi ia selalu bangga dan terus berusaha berkontribusi dengan memberikan yang terbaik dalam bekerja.
”Sepanjang ilmu kita berguna dan bisa sebagai solusi terhadap permasalahan tak pernah merasa diri minder. Justru saya tertantang untuk menunjukkan bahwa saya juga bisa,” kata Firman.
Sukses terus Pak Firman! (HRZ)