Di dunia yang kerap dipenuhi suara alat berat, helm proyek, dan blueprint berskala rumit, sosok perempuan jarang terlihat di kursi pengambil keputusan. Dunia konstruksi, bagi sebagian orang, masih dianggap ‘laki-laki banget’. Tapi Diana Kusumastuti membalik narasi itu.
Wakil Menteri Pekerjaan Umum ini menjadi bukti hidup bahwa perempuan bisa hadir di ruang-ruang yang selama ini tertutup bagi mereka. Pada Kamis (24/4/2025)–dikutip dari keterangan tertulis Kementerian PU–di forum “Women in Basketball” yang digelar oleh Federasi Bola Basket Internasional (FIBA) untuk memperingati Hari Kartini, Diana membawa pesan yang tak hanya kuat, tetapi menggugah: perempuan bisa memimpin, membangun, dan menginspirasi.

Hari Kartini diperingati setiap 21 April, yang merupakan hari lahir Raden Ajeng Kartini, salah seorang pahlawan emansipasi perempuan yang dihormati di Indonesia. Kartini, anak bangsawan Jepara lahir pada 21 April 1879. Hari Kartini menjadi momentum bagi seluruh warga Indonesia dalam mengenang jasa besar RA Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan. Perjuangannya dilihat dari kumpulan suratnya yang diberi tema: Habis Gelap Terbitlah Terang.
“Banyak yang masih mengira dunia konstruksi terlalu berat bagi perempuan. Tapi, justru di situlah kita harus hadir. Kita tunjukkan bahwa perempuan bisa duduk di meja pengambilan keputusan. Bahkan, sejak perencanaan awal,” ujar Diana dengan penuh semangat di Menara Danareksa, Jakarta.


Namanya menjadi semakin dikenal saat pembangunan Stadion Indonesia Arena di kawasan GBK rampung untuk menyambut FIBA World Cup 2023. Dengan kapasitas 16.000 penonton, arena ini bukan sekadar simbol kemegahan, melainkan juga keberanian perempuan untuk meninggalkan jejaknya di dunia pembangunan nasional.
Atas kontribusinya itu, Diana dinobatkan sebagai “Perempuan Inspirasi Indonesia” dalam acara tersebut. Bukan hanya karena jabatannya, melainkan karena pesan yang ia bawa begitu relevan dengan perjuangan R.A. Kartini: tentang hak untuk bermimpi, hak untuk berpendidikan, dan hak untuk mengambil keputusan.
“Perempuan Indonesia harus terus meningkatkan kompetensinya dan memanfaatkan semua kesempatan yang ada. Jangan takut untuk bermimpi,” ujarnya, menyemangati para atlet basket perempuan yang hadir.
Basket dan konstruksi mungkin terdengar seperti dua dunia yang berbeda. Tapi, keduanya punya satu benang merah: butuh kekuatan, strategi, dan keberanian untuk melawan stereotip. Hari itu, Diana menunjukkan bahwa perempuan bisa menjadi juara di keduanya—baik di lapangan maupun di balik dinding beton. (HRZ)