JAKARTA, LINTAS – Guna mengurangi dampak buruk pemakaian kendaraan pribadi ini, Pemerintah Jakarta mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan kendaraan umum dalam melakukan mobilitasnya.
Sekretaris Dewan Transportasi Kota Jakarta, Adrianus Satrio Adi Nugroho mengatakan saat ini, penggunaan angkutan umum saat ini sudah mencapai 18 persen dan pada 2045 diharapkan sudah 60 persen.
“Perlu ada kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang selaras yang dapat membatasi kepemilikan kendaraan pribadi,” kata Adrianus, Sabtu (20/7/2024) dalam acara “SUSTAINERGY X: Expresikan Diri dengan Energi Terbarukan” yang diselenggarakan Yayasan Generasi Energi Bersih bekerja sama dengan Institute for Essential Services Reform (IESR).
Ia menjelaskan, oleh karena itu untuk mewujudkan perubahan paradigma dari car centrist ke angkutan umum, perlu ada kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah.
“Pemerintah pusat dan daerah membuat kebijakan yang memudahkan angkutan umum dan menghadirkan angkutan umum yang nyaman, aman, dan banyak untuk masyarakat. Angkutan yang nyaman untuk masyarakat berstatus sosial tinggi juga harus menjadi perhatian pemerintah,” tutur Adrianus.
Lalu, perlu ada kampanye untuk mendorong masyarakat agar beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
“Jakarta ini sedang berubah dari kepemilikan mobil ke transportasi yang berkelanjutan atau transportasi umum. Jadi, sekarang campaign-nya orang berpindah ke transportasi umum, bagaimana mereka berpindah, membayarnya, terintegrasi dengan moda-moda lain dan seamless. Transitnya seamles antarmoda. Itu yang diharapkan,” ungkap Adrianus.
Selanjutnya, perlu ada pull and push policy. Kebijakan ini dinilai efektif untuk mendorong masyarakat berpindah menggunakan angkutan umum.
“Misalnya, menaikkan tarif parkir yang tinggi, lalu dengan ERP seperti di Singapura. Saat melewati jalan-jalan utama di jam-jam tertentu ditarik tarif sehingga yang lewat hanya orang-orang kaya; hanya mereka yang willing to pay high price. Namun, orang-orang yang menggunakan angkutan umum akan membayar dengan murah. Ini membuat orang akhirnya berpindah. Jadi, push and pull policy membuat orang berpindah ke angkutan umum,” ujar Adrianus.
Ia juga menambahkan, car centrist sudah harus ditinggalkan dari Indonesia. Bukan lagi car centrist yang a la Amerika, Indonesia, Jakarta terutama sudah harus berubah dari orang yang depend on car ke angkutan umum.
Selain itu, sambung Adrianus, Pemerintah diharapkan tidak mempersulit subsidi angkutan umum dan malah menambah subsidinya. Setelah pemerintah menambah subsidinya, masyarakat akan dimudahkan dengan kebijakan-kebijakan angkutan umum.
“Kalau sudah nyaman, sudah banyak, sudah modern, masyakarat akan berpindah tentunya,” ujarnya.
Pada akhirnya, untuk mewujudkan perubahan paradigma dan perilaku dari kendaraan pribadi sentris ke angkutan umum, perlu kerja sama dan kebijakan politik dari para pemimpin.
“Pemerintah pusat dan daerah harus berjalan bersama. Kalau daerah memiliki ide yang bagus jangan dipersulit, kalau pusat punya ide yang bagus bareng-bareng,” tutur Adrian. (MSH)
Baca Juga: Menhub Dorong Percepatan Kereta Api Logistik di Sulsel, Hubungkan Pabrik Semen Tonasa