Home Profil Konsultan Asal Jepang yang Murah Senyum

Konsultan Asal Jepang yang Murah Senyum

Share

Murah senyum, ramah, dan humoris, itulah kesan ketika pertama kali bertemu dengan President Engineer Oriental Consultant Global Takahashi. Tak mengherankan, baginya tak ada kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan dan orang baru.

Kisahnya bermula pada 1983. Kala itu, Pemerintah Jepang mendirikan Taman Gesang di dekat Bengawan Solo untuk menghargai jasa Gesang terhadap perkembangan musik keroncong. Pada tahun yang sama, Takahashi muda menginjakkan kaki di kampung halaman Gesang tersebut, yaitu Kota Solo yang juga dikenal dengan nama Kota Surakarta, Jawa Tengah. Ia berusia 28 tahun waktu itu.

Tak terasa, ia sudah sekitar 40 tahun menggeluti bidang jasa kontraktor dan konsultan di Indonesia. Takahashi kini tengah menangani program Infrastructure Reconstruction Sector Loan Japan International Cooperation Agency (IRSL/JICA) di Jembatan Palu IV. Meski begitu, belum terpikir olehnya untuk segera kembali ke negara asalnya, Jepang.

Mengawali karier di Indonesia, Takahashi ingat betul momen itu terjadi saat ia ditunjuk oleh Pemerintah Jepang menjadi kontraktor dari PT Global untuk membantu Pemerintah Indonesia pada proyek Bengawan Solo dalam membangun pompa pengendali banjir di Kota Surakarta.

Namun, selama menangani proyek di Bengawan Solo, Takahashi–yang tidak menguasai bahasa Inggris atau Indonesia–mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Ia hanya menguasai satu bahasa, yakni bahasa Jepang. Padahal, saat itu, di lokasi proyek kebanyakan rekan kerjanya berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.

Mengingat-ingat masa itu, Takahashi tak menampik, dirinya sangat sulit berkoordinasi dengan rekan di proyek karena keterbatasannya berkomunikasi. Beruntung, dirinya bertemu seseorang dari Departemen Pekerjaan Umum (sekarang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Mustika atau biasa dipanggil Pak Mus (almarhum) yang banyak memberikan dukungan selama bertugas di Pulau Jawa.

“Pak Mus, sangat berjasa mengajari saya belajar bahasa. Ia juga sekaligus menjadi ayah, guru, dan mentor yang sabar. Ya…, kurang lebih 17 tahun, saya berada di Kota Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta,” ujarnya mengenang pengalaman pertama bekerja di Indonesia.

Takahashi saat berada di lokasi pembangunan Jembatan Palu 4, Sulawesi Tengah, bersama Dirjen Bina Marga Hedy Rahardian.

Sedikit demi sedikit, selama enam bulan belajar bahasa Indonesia dan Inggris, Takahashi mulai bisa berkomunikasi dan beradaptasi dengan para pekerja yang ada di proyek. “Itulah kenangan saya selama belajar dengan Pak Mus yang tidak bisa dilupakan,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca.

Setelah dari Jawa Tengah dan Yogyakarta, ia ditugaskan ke Surabaya, Jawa Timur (1993-1996). Setelah tiga tahun berada di Surabaya, ia pindah ke Jakarta mengajak istri dan kedua buah hati untuk menetap hingga lulus sekolah menengah atas (SMA).

“Keluarga di Jakarta, tetapi saya sering meninggalkan mereka pergi ke luar kota. Dalam kurun waktu tersebut saya pernah bertugas di Sumatera (Sibolga) selama enam tahun (2000-2006),” kata Takahashi.

Takahashi sempat diminta kembali ke Jepang. Namun, dirinya enggan kembali ke tanah kelahirannya itu. Dalam posisinya sebagai kontraktor, ia diwajibkan Pemerintah Jepang untuk pulang. Akhirnya, ia memutuskan untuk pindah profesi sebagai konsultan karena hanya dengan posisi tersebut ia bisa bertahan di Indonesia pada 2006. Namun, istri dan kedua anaknya memutuskan untuk kembali ke Jepang.

Sejak itu, anak kedua dari tiga bersaudara ini lebih banyak menghabiskan waktu tanpa ditemani keluarga tercinta. Kesempatan untuk bertemu istri hanya satu kali dalam dua tahun. “Ya…, saya sendirian. Istri di Jepang ditemani anak perempuan yang juga sudah berkeluarga, sedangkan anak laki-laki sekarang berada di India dan sudah menikah dan memiliki anak juga,” ujar kakek yang kini sudah memiliki empat cucu tersebut.

Sosok Humoris

Takahashi dikenal rekan sejawatnya seorang pekerja yang mudah bergaul. Pembawaannya yang ramah dan humoris itu membuat para pekerja di lapangan mengagumi sosoknya yang rendah hati. Menurut dia, keramahan tersebut tidak lepas dari pengalamannya selama berada dan bertemu berbagai orang di Indonesia. 

“Saya senang berada di sini, orang Indonesia itu sangat welcome (ramah), mudah senyum, dan baik hati. Terkadang mereka itu terlalu mudah untuk mengiyakan, tetapi di balik makna, ya, yang mereka ucapkan it’s about possibility (itu hanya sebuah kemungkinan). Sometimes it is too easy to say, yes (terkadang terlalu mudah mengucapkan, ya), bisa… bisa… bisa. He didn’t say he can (dia tidak mengatakan bisa melakukannya).  Namun, saya berusaha untuk tetap bisa beradaptasi dengan keadaan itu dan akhirnya terbiasa. Yang pasti, mereka sangat baik,” ujarnya tersenyum.

Bicara makanan, bagi Takahashi, menu masakan di Indonesia begitu beragam dan ia sangat menyukai semua menu makanan itu. Hanya, Takahashi kurang menyukai makanan pedas. Selama berada di Indonesia berbagai masakan khas indonesia sudah dilahapnya, seperti soto ayam, bakso, nasi goreng, dan sop buntut.

“Namun, ada hal yang berbeda saat saya berada di Palu, Sulawesi Tengah. Kebanyakan masakannya menu ikan, tetapi itu pun tidak masalah yang penting tidak pedas,” ujarnya.

Sejak 2019 hingga sekarang, Takahashi bertugas di Palu, Sulawesi Tengah, menangani proyek rekonstruksi (IRSL/JICA) Jembatan Palu IV. Ia ditunjuk untuk memimpin proyek rekonstruksi (IRSL/JICA) Jembatan Palu IV.

Pada 2023 ini, Takahashi berusia 68 tahun. Di usianya yang tidak muda lagi, ia masih terlihat bugar. Rahasia kebugaraannya karena rutin berolahraga. Setiap pagi ia melakukan peregangan otot, lalu jogging. Di akhir pekan, ditemani rekan kerjanya, ia bermain tenis lapangan kemudian diakhiri dengan renang.

Takahashi saat berada di lokasi pembangunan Jembatan Palu 4, Sulawesi Tengah, bersama Dirjen Bina Marga Hedy Rahardian dan Kepala BPJN Sulteng Arief Syarif Hidayat.

Menurut Takahashi, berolahraga itu sangat penting bagi tubuh. Apalagi kalau dilakukan secara rutin, berolahraga bisa menjaga kondisi fisik tetap sehat dan bugar. “Hampir semua pekerjaan dilakukan di luar ruang alias di lapangan. Artinya, kalau saya tidak menjaga kondisi fisik, alhasil saya tidak bisa bekerja,” ujar sosok pengagum lagu “Benci tapi Rindu”, yang dinyanyikan oleh artis lawas Diana Nasution.

Takahashi mengakui, Indonesia adalah negara di Asia yang memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan. Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah yang tidak dimiliki negara lain.

“Suatu kali ada seorang utusan dari Pemerintah Jepang datang ke Indonesia untuk mengajar di salah satu universitas di Jakarta. Ia mengatakan bahwa negara Indonesia adalah negara yang besar dan kelak ekonomi bertumbuh di sini,” paparnya.

Di masa yang akan datang, Takahashi berharap, anak muda Indonesia harus bisa mengelola sumber daya yang luar biasa tersebut sehingga waktu ke depan Indonesia semakin hebat. (SAL/PAH/EDW)

Baca Juga: Tambos Nainggolan, Sosok di Balik Jembatan Aek Tano Ponggol

Share

Leave a Comment

Majalah Lintas Official Logo
Majalahlintas.com adalah media online yang menyediakan informasi tepercaya seputar dunia infrastruktur, transportasi, dan berita aktual lainnya, diterbitkan oleh PT Lintas Media Infrastruktur.

Copyright © 2025, PT Lintas Media Infrastruktur. All rights reserved.