Menjalankan pekerjaan dengan totalitas adalah ciri khas yang selalu dipegang Dicky Erlangga. Anak pertama dari empat bersaudara ini mengaku sejak kecil sudah dididik dengan nilai-nilai kejujuran dan kedisiplinan kedua orangtuanya.
“Ayah saya seorang pensiunan dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu dan terakhir menjabat sebagai anggota DPRD Bengkulu, sedangkan ibu adalah ibu rumah tangga. Beliau mengajarkan kami, selain disiplin, juga tentang kejujuran,” ujar Dicky.
Soal kejujuran, Dicky ingat betul bagaimana ayah dan ibunya tidak pernah kompromi. Ia terus diwanti-wanti untuk selalu berkata dan berperilaku jujur, kapan dan di mana pun, dalam situasi apa pun.
“Saya paling sulit untuk berbohong karena pasti akan ketahuan,” kata Dicky yang lahir 17 Desember 1978 itu.
Begitu juga soal kedisiplinan. Ayahnya memasukkan Dicky ke sekolah dasar Katolik di Bengkulu.

“Sekolah Katolik tempat saya bersekolah di Bengkulu terkenal dan diakui sangat bagus terkait penerapan kedisiplinan bagi para siswa,” ujarnya.
Di sekolah Katolik tersebut, ketika waktu masuk pukul 07.00 terlambat 1 menit saja, gerbang sekolah sudah ditutup. Siswa yang terlambat pun tidak ada kelonggaran, pasti menerima hukuman.
“Waktu itu saya pernah terlambat. Akhirnya, giliran saya mendapat hukuman. Hukumannya dipukul menggunakan mistar kayu. Saya tahu ini untuk melatih kedisiplinan. Saya pun tidak pernah memberi tahu kepada orangtua kalau sudah dipukul. Saya pernah memberi tahu, bukannya dibela, saya malah makin dimarahi,” kenang Dicky.
Begitulah orangtua mendidik Dicky untuk terus disiplin. Dampaknya, ia rasakan sesudah masuk SMP, bahkan hingga sekarang.
Ketika masuk SMP negeri, yang disiplinnya agak longgar, Dicky tetap masuk sekolah tepat waktu. Ia sudah terdidik dan terbiasa ketika masih belajar di SD.
Dengan nilai-nilai kejujuran dan kedisiplinan itulah lulusan S-1 Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang dan S-2 Jurusan Ilmu Lingkungan di Universitas Bengkulu ini pun menapaki karier setahap demi setahap di Kementerian PUPR.
Sebelum menempati posisi sekarang, sebagai Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Sumatera Utara, Dicky mengawali karier sejak 2003. Ia ditempatkan di Bengkulu, tempat kelahirannya.
“Saya memulai karier dari bawah dan lebih banyak di lapangan, antara lain sebagai pengawas lapangan, ketua dan anggota panitia lelang, koordinator pengawas lapangan, asisten, pejabat pembuat komitmen (PPK), dan kepala satuan kerja (kasatker). Selama menjadi PPK dan kasatker, penempatan tugas di beberapa provinsi, yaitu Provinsi Bengkulu, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Riau, dan saat ini di Provinsi Sumatera Utara,” kata suami dari Elva Harneni (42) ini.
Belajar di Lapangan
Ketertarikan Dicky studi pada jurusan Teknik Sipil tumbuh setelah melihat ayahnya, yang bukan hanya dosen, melainkan juga memiliki tim konsultan serta perusahaan kontraktor sendiri.
“Jadi banyak karyawan bapak saya. Mereka sering menggambar desain, menyelesaikan proyek-proyek perencanaan. Kemudian bapak saya mendirikan perusahaan kontraktor, dari situlah saya mulai tertarik,” ujar Dicky.
Ditempatkan di beberapa daerah merupakan sebuah pengalaman sangat berharga bagi Dicky. Selain belajar tentang karakteristik masyarakat setempat, ia juga menimba ilmu dari para “guru” infrastruktur, yakni para pekerja dan pelaksana infrastruktur di lapangan.
“Ada banyak ilmu yang tidak saya dapatkan dari teori di saat duduk di bangku kuliah. Dari para pekerja dan pelaksana di lapangan itu memberi banyak pengetahuan terkait infrastruktur, baik jalan dan jembatan,” katanya.
Pelajaran kerja di lapangan, yang didapatkan Dicky, sering ditularkan kepada para anggota stafnya di Satuan Kerja PJN Wilayah I Provinsi Sumatera Utara.
Pengalaman lain yang Dicky tidak pernah lupakan adalah ketika dirinya ditugaskan di Kalimantan Tengah. Itu terjadi pada awal tahun 2019.
“Waktu itu saya sudah tiga tahun berada di Provinsi Kepulauan Riau, mulai 2017 hingga awal 2019, dan mendapat tugas baru di Palangkaraya, Kalimantan Tengah,” ujar Dicky.
Bekerja di tempat baru, Dicky mempunyai kebiasaan, yakni berusaha untuk mencintai dan merasa memiliki daerah baru tersebut. Kalau tidak demikian, ia pasti tidak betah.

“Saya membuat patokan pada diri saya untuk mencintai terlebih dahulu daerah yang saya tempati,” ujarnya.
Lewat cara tersebut, Dicky pun menuai blessing in disguise, yakni berkah tidak disangka-sangka, ia dipromosikan menjadi Kepala Satuan Kerja di Provinsi Riau.
Dicky bercerita, ketika bertugas di Kalteng itu, dirinya menjadi pelopor, atau yang pertama kali menyusun kegiatan program lumbung pangan atau food estate itu, yang di Kabupaten Pulang Pisau dan Dadahup di Kabupaten Kapuas.
“Waktu itu PPK hanya satu, jumlah paket sebanyak 10 atau 12, dengan pagu Rp 800 miliar. Mulai dari program awalnya, penandatanganan kontraknya, hingga proses uang mukanya terjadi pada masa saya. Setelah itu saya pindah,” ujarnya.
Dicky pindah dari Kalteng setelah mendapatkan penghargaan dan dipromosikan menjadi kasatker.
Dicky mengaku tidak tahu proses penilaian hingga dirinya mendapat penghargaan sebagai PPK Pemeliharaan Terbaik Nomor Dua.
Menuruut perkiraannya, salah satu yang membuat dirinya mendapatkan penghargaan tersebut terkait kekonsistenannya dalam merawat jalan nasional yang sering dilewati Menteri PUPR.
“Saya tahu, waktu gencar-gencarnya proyek food estate itu, Pak Menteri sering bolak-balik. Dari Kota Palangkaraya menuju ke lokasi food estate tersebut di Kapuas, beliau melewati jalan nasional dari Palangkaraya ke Banjarmasin. Jalan nasional tersebut merupakan wilayah kerja saya,” tutur Dicky.
Kondisi jalan itu, menurut Dicky, sebenarnya tidak terlalu bagus karena gambut. Kalau dilewati, jalan itu kayak baling dan terasa goyang karena bawahnya gambut.
“Tetapi jalannya saya pelihara terus sehingga tetap layak untuk dilewati. Kalau ada lubang langsung saya overlay dan drainase saya pelihara. Rumput di bahu jalan juga saya babat terus sehingga terlihat rapi,” lanjut Dicky.
Karena sering melewati jalan tersebut, Menteri PUPR kemungkinan, kata Dicky, melihat jalan nasional itu bagus.
“Tidak lama kemudian, tanpa saya duga sama sekali, tiba-tiba saya diumumkan mendapatkan penghargaan tersebut. Karena prestasi itulah saya mendapatkan promosi menjadi kasatker dan ditempatkan di Provinsi Riau (2021-pertengahan 2023),” kata Dicky.
Keluarga dan Hobi
Bertugas di BBPJN Provinsi Sumut, Dicky berpisah jauh dari keluarga. Istri dan kedua anaknya tinggal di Bengkulu.
“Bagi saya, waktu bersama keluarga merupakan waktu yang sangat berharga dan mahal karena kami berlainan kota. Saya di Medan, sedangkan istri dan anak-anak di Bengkulu. Mahal, karena saya harus transit ke Jakarta untuk tiba di Bengkulu. Tidak ada penerbangan langsung dari Medan ke Bengkulu. Harus ke Jakarta dulu,” ujar Dicky yang mengaku pulang biasanya sekali dalam sebulan.
Jika ada libur sekolah, biasanya istri dan anak-anaknya diajak juga datang ke Medan.
“Anak saya yang pertama Andini Aurellia (16) saat ini duduk di bangku kelas X SMA Negeri 5 Kota Bengkulu. Anak kedua bernama Keyzha Azzahra Aurellia (14) saat ini duduk di bangku kelas VII SMPIT Iqro Kota Bengkulu,” ujar Dicky.

Bersama istrinya, Dicky selalu mengajarkan kepada kedua anaknya untuk menguatkan fondasi agama sehingga bisa menjadi bekal saat beranjak dewasa. Pemikiran itulah yang mendorong Dicky memasukkan anaknya ke sekolah dasar berbasis agama. Tujuannya agar kedua buah hatinya itu memiliki fondasi agama Islam yang kuat. “Itu juga yang dulu saya terima dari orangtua saya yang selalu mengajarkan pentingnya pengetahuan tentang agama,” katanya.
Ditanya terkait hobi, Dicky mengatakan bahwa membaca satu-satunya yang ia jalani selama ini.
“Bagi saya, membaca itu salah satu cara menurunkan stres. Dengan membaca, pikiran saya dipaksa untuk berpikir secara sistematis. Stres-stres itu hilang. Saya memang sudah terbiasa membaca, bahkan karena membaca ini, kacamata saya sudah minus 6 setengah,” kata Dicky.
Karena sendirian di rumah, ketika pulang dari kantor, Dicky akan melahap buku-buku, seperti novel, filsafat, dan buku-buku teknik.
Ia mengaku hobinya itu membuatnya bisa tidur lelap dan besok paginya badanya lebih segar.
“Selain itu, untuk mempertajam otak, saya juga membaca buku-buku teknik, yang ada hitung-hitungannya. Misalnya, saya baca buku mekanika tanah, di situ ada bagian mengitung. Nah, saya belajar menghitung lagi. Itu buat mempertajam otak. Kalau enggak, nanti tumpul,” kata Dicky sambil tertawa.
Dicky mengaku, dalam pekerjaannya sekarang, terkadang pikirannya banyak mengurusi hal yang seharusnya tidak perlu diurusi, sifatnya yang eksternal, seperti menangani lembaga swadaya masyarakat (LSM).
“Tidak jarang, segala macam itu membuat kusut otak kita. Karena itu, Otak saya latih terus, misalnya buku yang ada hitung-hitungan tentang penghitungan beton. Tidak perlu banyak-banyak. Kira-kira saya sudah lancar menjawabnya, saya tinggal,” kata Dicky.
Jaga Kebugaran
Selain menjaga ketajaman otak, Dicky juga menjaga betul kebugaran fisiknya. “Saya membiasakan diri untuk sebisa mungkin menjalani pola hidup sehat. Pukul 04.45 saya bangun pagi, kemudian shalat Subuh dan dilanjutkan olahraga. Olahraga rutin saya jogging dan bersepeda,” katanya.
Dicky mengaku tidak memiliki pantangan terhadap makanan. Hanya ia mulai membatasi dan menjaga pola makan. Sebisa mungkin hanya makan makanan yang baik untuk kesehatan.

Bahkan, untuk mengurangi racun yang ada dalam tubuhnya, Dicky rutin setiap bulan menjalankan puasa Senin-Kamis.
“Saya buktikan, setelah puasa Senin-Kamis tersebut, badan saya terasa bugar dan bisa beraktivitas dengan baik secara optimal,” katanya.
Kembali ke Laboratorium
Dalam perjalanan karier di PUPR, setelah kini ditempatkan di BBPJN Sumut sebagai Kepala Satker, Dicky mengaku terus belajar dan belajar.
Dirinya tidak muluk-muluk bahwa bekerja di PUPR cukup dengan membangun jalan jembatan yang kuat, tahan lama, dan berestetika.
“Saya rasakan itu barang mahal di Ditjen Bina Marga. Itu bisa dicapai kalau SDM kita kembali ke khitah awal, sebagai anak-anak muda yang baru masuk PUPR kembali dululah ke laboratorium. Pahami dulu cara membuat aspal yang baik seperti apa, cara membuat campuran yang benar seperti apa; kemudian pelaksanaannya itu seperti apa. Insya Allah, jalan dan jembatan yang kita bangun akan bagus,” kata Dicky. (HRZ)
