Berkunjung kembali ke lokasi jembatan gantung yang telah terbangun dan melihat warga beraktivitas di sana, membuat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 1.1 Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I (Satker PJN 1) Provinsi Bangka Belitung Anggoro Yudho Prasongko, ST, MT, tersentuh hatinya. Infrastruktur yang telah dibangun terbukti mempermudah transportasi para pelajar dan petani di dua wilayah.
Anggoro menangani pembangunan jembatan gantung yang menghubungkan Desa Labuh Air Pandan dengan Desa Kota Kapur di Kecamata Mendo Barat, Kabupaten Bangka, ketika menjabat sebagai PPK 1.2 Satker PJN 1 pada 2020. Jembatan gantung tersebut merupakan usulan Bupati untuk mengganti jembatan lama di atas aliran sungai dengan kedalaman hingga 20 meter.
“Kalau kita melihat ke lokasi, hati kita agak tersentuh melihat orangorang menyebrang jembatan itu dari (desa) ini ke sini dan sebaliknya,” ujar Anggoro. Jembatan Gantung Labuh Air Pandan-Kota Kapur mempersingkat jarak memutar sekitar 60 km atau waktu tempuh hingga 1 jam.
Pekerjaan jembatan sepanjang 96 meter tersebut juga berkesan bagi Anggoro karena sempat berubah desain posisi ketinggian jembatan dari 1,5 meter di atas permukaan air pasang menjadi 3 meter. Perubahan desain ini karena ada rumpun pohon nipah yang hanyut di aliran sungai. Lokasi jembatan gantung ini dekat dengan pesisir yang banyak tumbuh pohon nipah.
“Kalau posisi air sedang pasang, rumpun pohon nipah itu hanyut ke arah hilir. Waktu perencanaan, rumpun tidak pernah hanyut. Pohon itu utuh tegak berdiri, tingginya dengan air pasang kurang lebih 3 meter,” ungkap Anggoro. Rumpun pohon nipah yang hanyut telah beberapa kali menghancurkan jembatan kayu penghubung kedua desa yang ada sebelumnya.
Anggoro yang lulusan pascasarjana Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya, Palembang, Sumsel, harus dapat mengatasi permasalahan terkait tambahan volume material dan pengiriman rangka jembatan dari Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Masa konstruksi yang terbatas hanya 6 bulan menambah kemampuan Anggoro dalam bidang manajerial dan teknik jembatan gantung.
Salah satu ilmu yang diperoleh dari operator erektor, yaitu teknik pendirian pylon (menara) jembatan menggunakan ekskavator. Saat itu, setiap struktur pylon dapat didirikan dalam waktu 1 hari padahal biasanya dibutuhkan waktu sekitar 2-3 hari untuk mendirikan pylon secara manual.
“Kemarin dirakit dulu di bawah, satu pylon itu ada delapan bagian untuk empat kaki. Kemudian ditarik menggunakan ekskavator kemudian bisa dipasang ke posisinya masingmasing dan itu membutuhkan waktu yang sebentar,” papar Anggoro. Penggunaan ekskavator mampu mempersingkat waktu mendirikan empat pylon hanya selama 4 hari. Jembatan ini memiliki lebar 1,2 meter dapat dilalui pejalan kaki dan kendaraan roda dua.
Pengalaman yang diperoleh dari pembangunan Jembatan Gantung Desa Labuh Air Pandan menjadi bekal Anggoro membangun Jembatan Gantung Beruas-Kelapa sepanjang 84 meter di Kabupaten Bangka Barat, pada 2021. Berbagai kemudahan dirasakan selama masa kontruksi, salah satunya mobilisasi alat dan material bisa dari empat sisi jembatan. Tantangan yang ditemui selama pembangunan lebih ke kondisi cuaca, yaitu sering terjadi hujan dan petir.
Jembatan Gantung Beruas-Kelapa mempersingkat waktu tempuh kawasan sawah dan perkebunan di kedua sisi sungai tanpa harus memutar sekitar 30 menit. Petani sawah di Desa Kelapa bertempat tinggal di Desa Beruas, begitu pula sebaliknya pemilik kebun sawit di Desa Beruas berdomisili di Desa Kelapa.
Salah satu hal yang harus jadi perhatian ketika membangun infrastruktur adalah mengetahui lebih dulu kondisi lingkungan dan adat istiadat di sekitar lokasi proyek. Sebagai contoh, di wilayah Desa Kapur, tidak boleh ada aktivitas pembangunan pada Jumat pagi, tetapi diizikan setelah usai salat Jumat dan berhenti ketika Magrib tiba.
Selain itu, komunikasi bersama penyedia jasa dan konsultan supervisi harus terjalin dengan baik agar pekerjaan tuntas. “Harus kompak dulu antara tiga pihak, saya, penyedia, konsultan. Misalnya, penyedia punya masalah mengenai lokasi atau kerusakan di lapangan yang butuh biaya tambah harus dibicarakan secara bersama tiga pihak. Jadi bisa kita cari solusinya seperti apa,” kata Anggoro.
Ingin ke Jawa
Anggoro yang lahir di Palembang, 13 April 1982, sempat berkegiatan di Badan Aplikasi Pengetahuan dan Teknologi Sriwijaya Universitas Sriwijaya (Balitek Unsri) setelah lulus sarjana pada 2005 sebelum bergabung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2010.
Setelah seminggu menjalani masa orientasi di Jakarta, Anggoro ditempatkan di Satker PJN 2 Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional 3 (BBPJN 3) di ruas Muara Beliti- Batas Jambi. Di satker ini, Anggoro berkarier sebagai pengawas lapangan (2011-2013), kepala urusan tata usaha (2013-2017), dan asisten perencanaan
(2017-2018). Dari sana, ia kemudian menjabat PPK Pengawasan Satker Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional (P2JN) Provinsi Sumatera Selatan.
Pada 2020, Anggoro ditugaskan menjabat sebagai PPK 1.2 Satker PJN 1 Provinsi Bangka Belitung yang menangani jalan nasional ruas Muntok-Pangkalpinang hingga Mei 2023 dan sejak Juni 2023, ia bertugas sebagai PPK 1.1 Satker PJN 1 Provinsi Bangka Belitung. Jalan nasional yang ditangani sepanjang ruas Namang di Kabupaten Bangka Tengah hingga Sadai di Kabupaten Bangka Selatan.
Saat ini, Anggoro fokus menangani beberapa paket pekerjaan menggunakan anggaran Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Inpres Jalan Daerah (IJD).
Baca Juga: Riani Noviastuti, ST, MSc: Bekerja Harus Bisa Menjadi Berkah dan Bernilai