Bendung Katulampa mendadak menjadi magnet hanya ketika banjir besar datang menerjang Jakarta dan sekitarnya. Ibarat gadis belia yang hanya datang semusim sekali, semua mata memandang Katulampa.
Tidak jarang pejabat datang bertandang, mulai menteri, gubernur, bupati, sampai warga biasa, sekadar memastikan apa gerangan yang terjadi di Bendung Katulampa, bangunan yang didirikan Herman van Breen semasa kolonial Belanda tahun 1911 ini.
Akan tetapi, siapapun yang datang ke Bendung Katulampa yang berada di wilayah Kota Bogor ini tidak bisa mengabaikan Andi Sudirman, pria yang telah bergumul selama 40 tahun dengan bendung yang berfungsi sebagai “early warning” untuk banjir yang kemungkinan menerjang Jakarta dan sekitarnya, termasuk Depok, Tangerang dan bahkan Bekasi itu. Andi boleh dikatakan “kuncen” Katulampa.
Kami menemui pria berpenampilan sederhana ini Kamis (6/3/2025). Kesederhanaan berpadu dengan keramahtamahannya saat kami tim Majalah Lintas mengutarakan niat untuk mewawancarainya.
Di rumah dinas yang berada di tepi Bendung Katulampa, beberapa wartawan lain telah menunggu untuk mewawancarainya. Kami mendapat kesempatan pertama dengan wawancara yang bercampur dengan suara deburan air yang terjun menuju sungai untuk kemudian mengalir ke hilir.
Andi yang kini berusia 58 tahun tinggal di Mess “Mendung” bersama istrinya, Atikah. Boleh dibilang ia bekerja selama 24 jam. Ia mengaku tidak pernah mengeluh atas jam kerjanya yang siang-malam tanpa henti karena keikhlasannya dalam mengabdi serta berkhidmat kepada pekerjaannya itu sendiri.
“Namanya penjaga bendung, ya harus stand by di bendung, tidak bisa pergi jauh-jauh, kita harus stand by di sini,” katanya menunjuk Bendung Katulampa.
Bekerja di UPTD PSDA Ciliwung-Cisadane Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi Jawa Barat, Andi yang lima bulan ke depan sudah akan menjadi pensiunan ini mengaku akan terus menjadi relawan Kota Bogor, aktif di Forum DAS Ciliwung-Cisadane, bahkan menjadi relawan kemanusiaan.
Baginya, pensiun itu hanya berhenti bekerja dari pekerjaan formal. Selanjutnya, ia tetap mengabdi kepada masyarakat sebagai relawan yang rela bekerja bahkan tanpa dibayar. Baginya kaderisasi yang akan menggantikan posisinya secara formal juga harus terus berlanjut.
“Meskipun kelak saya sudah tidak berdinas di SDA lagi, saya ingin hidup ini tetap bermanfaat dengan mengabdi kepada orang banyak. Pengabdian tanpa batas untuk sumber daya air, untuk masyarakat untuk warga Depok, Bogor, Jakarta,” katanya.
Banjir yang menerjang Bekasi dan sebagian wilayah Jakarta beberapa waktu lalu disebut-sebut sama parahnya dengan banjir tahun 2020. Andi tidak menampik bahwa Bekasilah yang terdampak.
Namun ia mengingatkan, banjir di wilayah Bekasi tidak ada kaitannya dengan Bendung Katulampa, karena air yang melimpah itu datang dari sungai di Cikeas dan Cileungsi, sedangkan Bendung Katulampa menahan air dari Ciliwung.
“Jangan dicampuradukkan,” pesan Andi.
Benar bahwa Ciliwung, Cikeas dan Cileungsi itu saling “bertetangga” alias berdekatan pada suatu titik tertentu, tetapi banjir Bekasi adalah “kiriman” dari Cikeas dan Cileungsi, bukan dari Katulampa.
“Setelah Ciliwung banjir, kemudian Bekasi. Yang saya khawatirkan Tangerang banjir akibat Cisadane meluap. Tetapi mudah-mudahan tidak sampai terjadi,” kata Andi seraya menambahkan, di Cileungsi maupun Cikeas juga ada posko, tetapi tupoksinya berbeda dengan Katulampa.
Kepada generasi yang akan menggantikan kedudukannya setelah lima bulan ke depan saat dirinya memasuki masa pensiun, Andi berharap anak-anak muda yang mempunyai sikap ikhlas kami di dunia relawan yang penting kebeanjutan meskipun telah pensiun hidup kami untuk masyarakat.
Setelah menamatkan Pendidikan SD hingga SMP-nya di kota kelahirannya, Sukabumi, Andi yang lahir 17 Juli 1967 berpindah ke Bogor untuk melanjurkan SMA-nya.
Saat mulai bekerja 1 Oktober 1987 dan kelak setelah diangkat menjadi PNS, ia berkesempatan menyelesaikan S1-nya di Universitas Samsul ulum Sukabumi kelas jauh (filial) Bogor.
Ditanya apa yang menarik dalam hidupnya, Andi malah bercerita tentang “kegetirannya” awal menjadi pegawai harian dengan gaji Rp25.000. Ia menjalani pekerjaan sebagai pekerja harian selama 20 tahun hingga tahun 2007.
“Dulu saya testing beberapa kali, tidak berhasil karena kalah sama yang muda-muda. Tetapi saya legowo, barangkali satu keyakinan saya, Tuhan belum berkehendak. Kalau Allah sudah berkehendak, apapun jadi. Itu saya yakini dan imani bahwa Tuhan saat itu belum berkehendak, ini ujian buat keikhlasan saya melayani masyarakat selama 20 tahun.
Telepon dari SBY
Rezeki itu datang tidak jauh-jauh, dari banjir yang diakrabinya dan sudah dianggap sebagai “teman sejati”. Pada tahun 2007 terjadilah banjir besar yang ternyata mengalirkan “hikmah” bagi Andi.
Saat itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkesempatan meneleponnya langsung karena Istana Negara sampai kemasukan air akibat banjir besar. Tentu Pak SBY mengetahui hal teknis soal banjir setelah berkoordinasi dengan Pemerintah DKI Jakarta, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), dan Kementerian Pekerjaan Umum.
“Saat Pak SBY menelepon, saya langsung curhat tentang keadaan saya yang selama 20 tahun menjadi pekerja harian, kemudian setelah itu Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan datang ke Katulampa. Alhamdulillah, saat itu saya dinyatakan memenuhi syarat untuk pegawai negeri tanpa tes alias masuk jalur khusus. Itulah anugerah paling besar, berhasil menjadi PNS,” kenang Andi.
Andi masih mengingat apa yang ditanyakan atau dibicarakan Presiden SBY saat meneleponnya, yakni menanyakan berapa tinggi muka air, bagaimana dengan kondisi Ciliwung dan bagaimana dengan tugasnya sebagai penjaga Katulampa. Saat itu Andi menyampaikan ‘keluhannya’.
“Pak SBY bertanya sudah berapa tahun saya menjadi pekerja harian, saya jawab sekian tahun. Pak SBY kemudian membalas ‘Insya Allah kita usahakan, nanti ada yang datang ke sana (Katulampa)’. Tidak lama kemudian, masih di tahun 2007, saya diangkat menjadi PNS,” ungkap Andi.
Andi bercerita juga tentang Joko Widodo yang datang menemuinya, yakni saat Presiden Ke-7 RI ini masih menjabat Gubernur DKI. Jokowi mendatanginya ingin tahu duduk perkara mengenai fungsi dan cara kerja Bendung Katulampa.
Ia bahkan menunjukkan foto dirinya berpose bersama Jokowi. Sebagai manusia, Andi mengaku banyak kekurangan dan belum sempurna, sehinggta ia tidak berharap orang mengenangnya dengan penghargaan.
Dalam pengabdian, Andi tidak memerlukan penilaian atau penghargaan, tetapi satu keyakinan bahwa apa yang dilakukannya akan menjadi amal kebaikan yang akan menjadi catatan Gusti Allah.
Filosofi hidup yang dijalankannya adalah pengabdian tanpa batas hingga akhir hayat. Selama masih hidup, katanya, ia akan terus mengabdi untuk negeri ini.
“Bukan air mata yang kami berikan kepada anak-cucu, tetapi mata air,” katanya.
Untuk itu Andi tidak terlalu muluk-muluk dalam mengejar materi, sebab mati pun menurutnya tidak membawa apa-apa, kecuali membawa amal kebaikan itu sendiri. (PEP)