Keberadaan dua bendungan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mampu memecahkan problem penataan lahan dan mereduksi banjir di Jakarta.
Kawasan Puncak yang ditetapkan sebagai kawasan penyangga Ibukota Jakarta merupakan kawasan resapan air. Hal ini sesuai Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur).
Dengan penetapan ini, seharusnya kawasan Puncak terbebas dari bangunan. Namun di lain pihak, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah menetapkan Kawasan Puncak sebagai andalan tujuan wisata, sehingga menjadi kontradiktif.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk menertibkan dan mengendalikan pembangunan di kawasan Puncak, namun tidak maksimal karena terbentur oleh berbagai kepentingan.
Kawasan Puncak dan Bogor kerap dituding sebagai pengirim banjir ke Jakarta yang dikenal sebagai banjir kiriman. Karena ketika di Jakarta tidak turun hujan kemudian terjadi banjir, maka hal ini dituding sebagai banjir kiriman dari hulu.

Kini, problem kawasan Puncak yang dituding kerap menimbulkan banjir kiriman ke Jakarta dapat diredam oleh terbangunnya dua bendungan yakni Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi di kawasan Puncak. Dua bendungan ini diresmikan Presiden Jokowi pada Desember 2022.
Pengendali Banjir Sungai Ciliwung
Dengan terjadinya perubahan tata guna lahan yang sedemikian masif di kawasan Puncak, tentu meningkatkan aliran air permukaan ke Sungai Ciliwung yang akhirnya menimbulkan banjir di bagian hilir, terutama di Jakarta.
Kepala Unit Pengelola Bendungan (UPB) Ciawi-Sukamahi-Gintung Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane Vicky Aswady Suryana menerangkan, pembangunan Bendungan Ciawi dan Sukamahi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung berfungsi untuk meningkatkan kapasitas pengendalian banjir di Sungai Ciliwung.

Kedua bendungan dapat menampung volume air total sebesar 8,23 juta m3, rinciannya Bendungan Ciawi 6,55 juta m3 dan Bendungan Sukamahi 1,68 juta m3.
“Kapasitas tampungan sebesar ini setara dengan kemampuan kedua bendungan mengurangi debit banjir Sungai Ciliwung hulu sebesar 60 persen,” kata Vicky dalam wawancara dengan Lintas, Kamis (1/2/2024).
Sebelum dibangun kedua bendungan, debit banjir aliran Sungai Ciliwung membebani Bendung Katulampa di Kota Bogor.
Oleh karena itu dalam sistem peringatan dini banjir di Sungai Ciliwung, tinggi muka air di Bendung Katulampa selalu menjadi parameter indikator akan terjadinya banjir di bagian hilir seperti Depok dan Jakarta.
Perjalanan debit banjir dari Bendung Katulampa menuju Jakarta memerlukan waktu 10-12 jam. Dengan dibangunnya kedua bendungan, praktis beban banjir di Bendung Katulampa beralih ke Bendungan Ciawi dan Sukamahi.
Dengan demikian setelah beroperasinya Bendungan Ciawi dan Sukamahi, dua manfaat besar langsung bisa diraih.
Selain untuk mereduksi debit banjir Sungai Ciliwung, juga tidak kalah pentingnya bermanfaat memecahkan problem di kawasan Puncak yang selama dua dasawarsa mengalami kesulitan dan tidak kunjung selesai. (MAL/EDW)
Baca Juga: Atasi Dampak Cuaca Ekstrem, 61 Bendungan Dibangun dalam Satu Dekade Terakhir