Ketika keluar pagi, Anda menjumpai jalan raya begitu bersih, tanpa ada sampah atau daun-daun kering. Jangan heran, itu berkat tangan-tangan yang mengayunkan sapu lidi dan yang harus bangun kepagian.
Oleh Harazaki
Namanya Zul Fakor. Ia lahir 8 Mei 1971. Meskipun ia memakai kain penutup muka, semacam buff, terlihat sekali mukanya kehitaman, “gosong”, karena sering terpapar sinar mentari. Ia telah mengabdikan dirinya menjadi penyapu jalan sejak tahun 2000.
Berbalut kostum seragam berwarna hijau dipadu oranye dan “senjata” sapu lidi, karung bekas urea, dan serokan atau pengki buatan sendiri, Zul–begitu ia biasa dipanggil–terus menyapu Jalan Achmad Yani, di Kota Bandar Lampung. Mulai dari Taman Kalpataru hingga perbatasan Jalan Kartini, ke arah timur Jalan Raden Intan, Kota Bandarlampung, Itu merupakan areal kerjanya. Ruas jalan dengan panjang lebih kurang 500 meter itu menjadi tanggung jawab Zul bersama temannya, Suheni.
Zul subuh-subuh sudah beraksi. Harapannya, seluruh ruas jalan harus sudah bersih dari sampah paling lambat pukul 08.00.
“Mesti mulai kerja dari subuh. Kalau sudah agak kesiangan, kendaraan sudah ramai. Saya tak bisa bekerja dengan leluasa,” ujar Zul saat ditemui Lintas pada Jumat, 22 Maret 2024.
Lagi pula, kata Zul, jika sudah banyak kendaraan, potensi terjadinya kecelakaan kerja begitu tinggi.
Karena itu, Zul selalu sudah mulai kerja dari pukul 05.30. Rumahnya, di kawasan Taman Wisata Bumi Kedaton, Batu Putuk, Bandarlampung, lebih kurang 6 kilometer yang bisa ditempuh selama 15 menit menuju tempat dia bekerja dengan mengendarai sepeda motor.
“Setelah shalat Subuh, saya berangkat. Dari rumah ke Jalan Jenderal Ahmad Yani ini sekitar 15 menit menggunakan sepeda motor,” ujar Zul.
Sambil cerita, Zul terus mengayunkan sapunya. Menyatukan daun-daun kering dan sampah-sampah yang berserakan di jalan lalu diserok dengan pengki dimasukkan ke dalam karung urea. Kemudian sampah itu diletakkan di beberapa lokasi di sepanjang Jalan Ahmad Yani.
“Ada truk yang akan mengambil sampah yang sudah dikumpulkan itu,” kata Zul.
Tak lama berselang, sebuah truk pengangkut mengambil sampah yang sudah dikumpulkan Zul.
Saat ditemui, Zul sedang menjalankan ibadah puasa. “Alhamdullilah, saya terus menunaikan ibadah puasa,” katanya.
Selalu Bersyukur
Penghasilan sebagai penyapu jalan sebesar Rp 2 juta per bulan, bagi Zul Fakor, selalu ia syukuri. Sebagai penyapu jalan, gaji sebesar itu adalah penjamin kelangsungan dapur rumahnya bisa terus mengebul. Penghasilan sebesar itu jugalah yang telah mengantarkan ketiga anaknya bisa terus mengenyam pendidikan.
“Kalau dibilang cukup, ya, cukup. Kalau dibilang kurang, ya, kurang. Tergantung bagaimana kita mensyukurinya. Saya tetap bersyukur saja. Dengan penghasilan sebesar ini, alhamdullilah. Saya dan istri bisa makan sehari-hari,” ujar Zul.
Zul tidak memungkiri, selama ia menjadi penyapu jalan, dia sering menerima perhatian dari orang-orang baik.
“Setiap hari Jumat, misalnya, ada saja pengendara mobil melintas atau yang keluar dari hotel atau kafe–yang banyak terdapat di Jalan Ahmad Yani–suka berhenti dan memberi uang. Istilahnya ‘Jumat Berkah’,” kata Zul sambil tersenyum.
Tidak hanya itu, saat libur satu hari seminggu, Zul sering mendapatkan pekerjaan lain dari warga di kampungnya. “Suka ada yang minta bersihkan taman atau pekerjaan serabutan lainnya,” tuturnya.
Zul memiliki tiga anak. Perempuan semua. Istrinya hanyalah ibu rumah tangga biasa. Anak pertamanya, sekitar usia 21 tahun, sedang menimba ilmu di pesantren di Pulau Jawa. Begitu juga dengan anaknya nomor dua dan nomor tiga.
“Anak nomor dua sekarang semester III. Anak nomor tiga baru masuk pesantren juga,” ujar Zul yang pernah menunaikan ibadah umrah beberapa tahun lalu.
Baginya, kebahagiaan paling besar adalah kesuksesan ketiga anaknya. “Mereka bisa sekolah setinggi-setingginya, apalagi di pesantren, sehingga dengan begitu fondasi agamanya jadi kuat. Mimpi saya hanya satu, anak-anak supaya berhasil. Ilmunya dapat berguna kepada masyarakat. Itu saja,” katanya.
Ia menyampaikan pesan kepada ketiga anaknya agar selalu sehat. Waktu yang ada benar-benar digunakan untuk belajar. “Saya sebagai ayah hanya bisa berdoa. Istri saya juga berdoa hal yang sama,” kata Zul.
Pantauan majalah Lintas, jalan-jalan di Kota Bandara Lampung terlihat rapi dan bersih. Tidak banyak yang tahu, ada Zul Fakor dan teman-temannya yang bangun lebih awal guna membersihkan jalan itu dari berbagai sampah. Pengguna jalan pun merasa nyaman dengan kondisi jalan yang bersih.
Zul akan terus mengayunkan sapu lidinya sembari berharap ketiga putrinya terus mengejar ilmu. “Demi keluarga, demi anak-anak, saya akan terus bekerja sampai sudah tidak kuat lagi,” ujar Zul sambil tersenyum.
Kepedulian kita, pengguna jalan, untuk menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah sembarangan, secara tidak langsung telah turut memberikan simpatik kepada mereka penyapu jalan. Oleh ayunan bahu dan kedua lengan mereka menyapu jalan hingga terbebas dari banjir.
“Tak sedikit sampah yang menyumbat saluran ke got, apalagi saat hujan deras. Semoga siapa pun tidak membuang sampah di jalanan,” pungkas Zul.
Sehat selalu Pak Zul…. (HRZ)