Jakarta, Lintas – Di atas tanah bekas tempat terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat di Pidie, Aceh, dibangun living park. Dalam taman tersebut akan dibangun juga tugu perdamaian dan masjid. Pembangunan oleh Kementerian PUPR melalui Ditjen Cipta Karya ini sebagai bagian dari program pemerintah memenuhi hak-hak konstitusional para korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD selaku Ketua Tim Pengarah Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu (PP-HAM) mengatakan, “Kementerian PUPR membangun living park tentang HAM di lokasi Rumoh Geudong yang di dalamnya ada masjid, seperti yang diminta oleh para korban,” kata Mahfud dikutip dari rilis pers yang diterima, Rabu (28/6/2023).
Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah, yang hadir mewakili Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pada Kick-off Pelaksanaan Rekomendasi Tim PP-HAM di Kabupaten Pidie Aceh oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (27/6/2023) mengatakan, saat ini sudah diselesaikan konsep desain berupa panel desain, maket serta 3D video konsep desain living park dan masjid.
Hilangkan Trauma
Menurut rencana, berdasarkan konsep desain sementara yang diterima, living park diharapkan tidak mengingatkan keluarga korban pada trauma masa lampau serta jauh dari kesan suram.
Lingkup pekerjaannya mencakup gerbang masuk, pedestrian dan jalan, area parkir, taman dan tugu perdamaian, masjid dan plaza masjid, taman bermain, hardscape dan softscape lainnya.
Taman hidup yang dibangun ini diharapkan menjadi pusat edukasi, tempat berkumpul, dan bermain untuk masyarakat.
Adapun langgam desain memperhatikan kekhasan daerah Pidie meliputi ornamen, masjid, taman dan sebagainya.
Seperti diketahui, pemerintahan Presiden Jokowi serius melakukan rekonsiliasi atas peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu dan memulihkan hak-hak konstitusional para korban. “Secara resmi, Jokowi meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak-hak asasi manusia (HM) berat di Indonesia.
“Ini untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM berat masa lalu, yang meninggalkan beban yang berat bagi para korban dan keluarga korban. Karena itu, luka ini harus segera dipulihkan agar kita mampu bergerak maju, (HRZ)