Sumber informasi tepercaya seputar infrastruktur,
transportasi, dan berita aktual lainnya.
5 October 2024
Home Fitur Pascagempa, Pemerintah dan Warga Bangun Palu Bahu-membahu

Pascagempa, Pemerintah dan Warga Bangun Palu Bahu-membahu

Share

Tepat enam tahun lalu, pada 28 September 2018, Palu dan sekitarnya diguncang gempa bumi dahsyat berkekuatan magnitudo 7,4 yang diikuti oleh tsunami dan likuefaksi.

Dari berbagai pemberitaan media, peristiwa ini mengakibatkan 4.340 orang meninggal, yang Sebagian besar akibat dari tsunami dan likuefaksi yang melanda daerah Petobo, Balaroa, dan Jono Oge.

Likuefaksi adalah fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat beban getaran gempa sehingga lapisan tersebut bergerak. Akibat likuefaksi di Palu, sekitar 667 orang dinyatakan hilang. Sungguh menyedihkan!

Ada sekitar 4.400 warga mengalami luka-luka, dengan banyak di antaranya mengalami cedera serius akibat reruntuhan bangunan.

Akibat bencana gempa tersebut berbagai infrastruktur di wilayah tersebut, baik jalan, jembatan, gedung-gedung ambruk dan tak bisa digunakan lagi.

Kini, enam tahun setelah bencana itu, Palu terus berjuang untuk bangkit, meski jejak kehancurannya masih terasa.

Jejak bencana di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Jejak bencana di Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Bagaimana Kondisi Palu Saat Ini?

Lewat Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional, pemerintah melakukan rekonstruksi dan rehabilitasi pascagempa di Palu.

Jalan-jalan raya yang rusak diperbaiki termasuk fasilitas umum seperti sekolah dan rumah sakit. Namun, beberapa proyek pembangunan masih tertunda, terutama yang terkait dengan pemulihan wilayah terdampak likuefaksi di Balaroa dan Petobo, tempat ribuan rumah tenggelam dan tanahnya tak layak huni.

Hunian Tetap

Selain infrastruktur jalan/jembatan dan fasilitas umum, Kementerian PUPR juga membangun permukiman. Banyak warga yang kehilangan rumah akibat gempa dan tsunami.

Meski pemerintah telah membangun hunian tetap (huntap) bagi korban bencana, masih ada beberapa keluarga yang tinggal di hunian sementara atau bahkan belum mendapatkan hunian yang layak.

Ilustrasi: Desain hunian tetap bagi korban gempa Palu.

Penelusuran Lintas, beberapa kendala seperti keterbatasan lahan dan anggaran masih menjadi tantangan utama.

Masyarakat yang terdampak gempa Palu dengan berbagai bantuan dari pemerintah terus menjalani hidup. Perputaran roda ekonomi juga terus berjalan secara perlahan.

Berbagai fasilitas seperti pelabuhan, pasar, dan sarana-prasarana di sektor perdagangan mulai pulih.

Jembatan Kuning
Jembatan Kuning atau Palu IV sebelum dan sesudah gempa mengguncang Sulawesi Tengah 28 September 2018 | Dokumentasi PUPR

Akan tetapi, beberapa sektor, seperti pariwisata, masih membutuhkan waktu lebih lama untuk kembali seperti sebelum bencana.

Program bantuan ekonomi telah diluncurkan untuk mendorong pemulihan usaha kecil dan menengah.

Tentu, yang tak kalah penting, adalah bagaimana memulihkan trauma para korban yang merasakan langsung dampak dari bencana gempa. Pemerintah pun bekerja sama dengan semua pihak memberi penanganan pada mental dan sosial.

Layanan kesehatan mental menjadi salah satu kebutuhan mendesak setelah terjadi bencana. Upaya pemulihan psikologis ini harus terus dilanjutkan.

Tak Boleh Lupa

Selain itu, solidaritas antarwarga tetap menjadi kekuatan bagi mereka untuk bangkit dari kehancuran. Masyarakat di Palu pun sudah membuktikan hal itu.

Namun, perlu sekali mengingatkan agar siapa pun tidak boleh melupakan peristiwa yang memilukan ini sehingga melumpuhkan kesiagaan dalam menghadapi bencana sejenis.

Namanya bencana, pasti tidak terduga. Karena itu biarlah gempa enam tahun lalu itu menjadi monumen yang selalu dikenang sehingga bisa siaga setiap saat. Minimal mengerti apa yang harus dilakukan pada kesempatan pertama, ketika bencana itu dating.

Perlu sekali digalakkan mitigasi bencana khususnya di daerah yang rawan gempa dan tsunami.

Penggunaan sistem peringatan dini yang lebih baik serta kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana alam adalah kunci untuk mengurangi jumlah korban.

Upaya untuk edukasi tanpa henti terkait evakuasi dan simulasi bencana menjadi hal yang harus ditingkatkan, terutama di lembaga-lembaga pendidikan dan komunitas warga, baik di perdesaan dan perkotaan.

Kita mengapresiasi juga kepedulian dan kesigapan pemerintah untuk perencanaan tata ruang berbasis risiko. Wilayah yang rentan terhadap likuefaksi dan tsunami harus dipetakan dan dikosongkan dari pemukiman padat penduduk.

Tata ruang kota perlu disesuaikan dengan risiko bencana, dan pembangunan harus dilakukan dengan memperhitungkan kerawanan wilayah.

Begitu juga kita terus mengingatkan agar perlu adanya penguatan infrastruktur tahan bencana.

Infrastruktur publik dan bangunan harus dibangun dengan standar yang tahan gempa dan tsunami.

Jembatan, bangunan vital, serta fasilitas evakuasi harus mampu bertahan dalam skenario terburuk.

Pemulihan psikososial juga penting terus dilakukan. Bantuan pascabencana tidak hanya soal fisik dan material, tetapi juga aspek psikologis dan sosial.

Pemulihan trauma serta dukungan mental kepada korban bencana sangat penting agar mereka bisa bangkit dan menjalani kehidupan normal kembali.

Solidaritas dan Kemanusiaan

Setiap kali ada bencana, sudah merupakan DNA dari bangsa Indonesia, bahwa setiap anak bangsa langsung bekerja sama atas nama kemanusiaan dan solidaritas.

Bencana Palu menunjukkan betapa pentingnya solidaritas antarwarga serta kerja sama antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas internasional.

Kita tentu menjadi saksi bagaimana bantuan yang mengalir dari berbagai pihak telah membantu meringankan beban warga terdampak, dan kerja sama ini harus terus diperkuat untuk menghadapi kemungkinan bencana di masa depan.

Seperti halnya kita saksikan saat gempa dan tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004 dan gempa di Pulau Nias pada 28 Maret 2005.

Enam tahu berselang, tantangan besar masih ada. Namun, Palu menunjukkan semangat ketahanan dan keinginan untuk bangkit. Dari tragedi ini, kita belajar bahwa mitigasi bencana, perencanaan tata ruang yang matang, serta kerja sama semua pihak adalah kunci untuk meminimalisasi dampak bencana di masa depan.

Bencana memang tidak bisa dihindari, tetapi dengan kesiapan yang lebih baik, kerugian yang ditimbulkannya bisa dikurangi.(Harazaki)

Oleh:

Share

Leave a Comment

Copyright © 2023, PT Lintas Media Infrastruktur. All rights reserved.