Home Opini Merusak Aset KAI, Pelaku Harus Ganti Rugi 

Merusak Aset KAI, Pelaku Harus Ganti Rugi 

Picture of Moch S Hendrowijono

Moch S Hendrowijono

Wartawan Senior; Pengamat Telekomunikasi dan Transportasi

Share

Kecelakaan yang menyangkut kereta api (KA) yang melibatkan lingkugan sosial masih saja terjadi. Selain empat warga tersambar KA Fajar Utama trayek Pasar Senen–Solo di Karawang Minggu (22/9/2024) pagi, ada truk molen semen yang menghalangi KA di pintu pelintasan Sedayu, Bantul, Yogya yang tertabrak KA Taksaka Rabu (25/9), hancur lebur tetapi sopirnya selamat. 

Mengerikan, karena tabrakan KA dengan orang atau kendaraan jalan kini seolah menjadi sesuatu yang lumrah. Ini sejalan dengan makin padatnya permukiman di sekitaran rel KA, rendahnya disiplin masyarakat dan banyaknya pelintasan liar.  

Tidak sterilnya jalur KA di hampir seluruh jaringan, menjadi salah satu sebab utama.  Kenyataan bahwa penduduk bebas menyebrang rel setiap waktu tanpa menyadari bahayanya. 

 Ada empat warga, dua adalah anak-anak berusia 7 tahun, seorang berusia 37 tahun, ketiganya berkerabat yang memang sengaja bermain di jalur antar rel yang lumayan lebar itu. Seorang lainnya, satu lanjut usia (65) tidak sedang bermain, tertabrak kereta ketika mencoba menyelamatkan kedua anak kecil. 

Keempatnya tewas seketika, sementara salah seorang tersangkut di lokomotif dan terseret kereta hingga sejauh 20 km. Menurut beberapa sumber, Fajar Utama ini tidak berhenti saat menabrak keempat orang tadi. 

Tiga sekeluarga sedang bermain di rel – katanya lokasinya memang faforit warga untuk bermain – sambil merekam dan melambai ke KA Kertajaya yang datang dari Surabaya ke Pasar Senen. Di saat sama, di rel sebelah melaju KA Fajar Utama yang tidak terlihat ketiga orang tadi, hanya dilihat oleh kakek yang kemudian mencoba menyelamatkan keempatnya, tetapi gagal dan ikut tertabrak. 

Kasus pada Rabu berikutnya, sebuah truk molen semen yang melanggar pintu pelintasan di Sedayu, Bantul, Yogyakarta, padahal penjaga pintu sudah mengingatkan satu kereta akan segera lewat. Sopir molen selamat karena melompat dari kendaraannya menjelang truk dihajar KA dan terseret hingga hancur berantakan. 

Truk molen setelah bertabrakan dengan KA Taksaka, Rabu (25/9/2024), di pelintasan di Sedayu, Bantul, Yogyakarta,. | Dok. PT. KAI

Displin rendah 

Manusia tertabrak kereta sering terjadi ketika berada di satu rel “kosong” saat satu KA melewati rel lainnya, yang tidak sadar ada kereta datang dari arah lain di rel “kosong” tadi. Bunyi peluit lokomotif biasanya mereka dengar, tetapi mengira itu dari lokomotif yang mereka ketahui. 

Namun, ketika kecelakaan terjadi di pintu pelintasan, bisa dipastikan karena disiplin pengemudi yang rendah. Mereka juga mengira kalaupun ada kereta akan lewat pasti direm oleh masinisnya. 

Beda dengan kendaraan jalan raya, banyak warga yang tidak tahu, KA tidak bisa segera berhenti begitu rem “diinjak” dan masih melaju sepanjang sebanding dengan kecepatannya. KA penumpang dengan 6 kereta yang melaju dengan kecepatan 50 km/jam ketika tiba-tiba direm baru bisa berhenti kira-kira sekitar 200 meter, kecepatan 60 km/jam berhentinya setelah 400 meter. 

Pemahaman seperti itu yang acap membuat masyarakat nyaman saja menyeberangi rel. Sopir-sopir pun acap tidak sabar karena penutupan pintu pelintasan dianggap terlalu dini,  kereta masih jauh.  

Ketika kereta makin cepat, bahaya maut pun makin sering. Itu sebabnya di banyak negara sepanjang rel KA cepat selalu dipagar tinggi dan rapi. Atau seperti KA Cepat Whoosh Jakarta–Bandung yang beroperasi sebagian kecil di dalam tanah, selanjutnya berbentuk rel layang sambil menembus gunung. 

Di beberapa tempat, ada saja anggota masyarakat yang membobol pagar sekadar memintas, memperpendek jarak perjalanan mereka. Pelintasan liar pun mereka bangun, yang tidak mampu dijaga oleh PT KAI karena keterbatasan anggaran. 

Harapan Jaya 

PT Kereta Api Indonesia yang kesal akibat sering terjadinya kecelakaan yang berdampak pada rusaknya lokomotif, pintu pelintasan, bangunan penjaga pintu, atau bagian lain, bertekad membawa setiap peristiwa ke ranah hukum. Meski mereka pun mengakui pengamanan jalur KA masih belum optimal dalam menjaga asetnya. 

Langkah membawa masalah kerusakan aset ke ranah hukum diharapkan bisa mengurangi kecelakaan. Misalnya, akibat kejadian tertabraknya molen di pelintasan Bantul yang selain menghancurkan molen juga menghantam perangkat pelintasan termasuk rumah penjaga selain kerusakan lokomotif dan gerbong, yang nilainya bisa ratusan juta rupiah. 

Anak-anak dan kakek korban kecelakaan Karawang maupun sopir truk molen dinilai melanggar beberapa pasal aturan di UU No 23/2007 tentang Perkertaapian, juga UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas. Sopir molen bisa terkena UU Lalu Lintas dan bisa masuk penjara, tetapi anak-anak dan kakek tadi tidak, kan sudah wafat. 

Bagaimanapun, kedua aturan jelas menyebutkan larangan berada di jalur kereta api, harus mendahulukan KA lewat bagi semua pemakai jalan yang lalu lalang. Pejalan kaki, sepeda motor, mobil termasuk jenazah bahkan iring-iringan mobil termasuk pejabat (juga presiden). Ini sesuai aturan Pasal 124 UU23/2007, tentang Perkeretaapian dan Pasal 114 UU Lalu Lintas  No22/2009. 

Soal membawa ke ranah hukum, sopir dan pemilik bayar ganti rugi, sebenarnya tidak diatur dalam UU Perkeretaapian, Namun Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sudah menerapkannya dalam beberapa kejadian yang merugikan.  

Ada beberapa upaya pernah dilakukan PT KAI dan memberi hasil. Antara lain PO (perusahaan otobus) Harapan Jaya yang pernah diminta bayar ganti rugi Rp 1,5 miliar akibat kerusakan aset yang terjadi.

Oleh:

Share

Leave a Comment

Majalah Lintas Official Logo
Majalahlintas.com adalah media online yang menyediakan informasi tepercaya seputar dunia infrastruktur, transportasi, dan berita aktual lainnya, diterbitkan oleh PT Lintas Media Infrastruktur.
Copyright © 2023, PT Lintas Media Infrastruktur. All rights reserved.