JAKARTA, LINTAS – Penduduk lanjut usia (lansia) makin banyak di Indonesia. Keberadaan mereka perlu diperhatikan, misalnya melalui pengadaan fasilitas yang mengakomodasi mereka menjalani masa tuanya dengan baik.
Ketua Asosiasi Senior Living Indonesia (ASLI), Trisno Muldani, mengatakan saat ini Indonesia mengalami aging population atau peningkatan lansia dari angka 7,6 persen pada tahun 2010 menjadi 11,75 persen pada tahun 2023. Para lansia ini terutama berada di kota-kota besar.
Adapun kota yang paling banyak lansianya adalah DI Yogyakarta sebanyak 16,02 persen, Jawa Timur 15,57 persen, Bali 13,97 persen, Sulawesi Utara 13,70 persen, Sulawesi Selatan 11,97 persen, Jawa Barat 11,21 persen, dan Lampung 11,07 persen.
“Aging population adalah jumlah lansia lebih dari 10 persen jumlah penduduk. Hal ini mengkhawatirkan karena pada 2045 aging population di Indonesia diperkirakan mencapai 20 persen. Lalu, kondisi yang 20 persen ini akan seperti apa?” kata Trisno dalam acara Bincang Santuy Perkim #1624 bertopik “Perumahan untuk Lansia” yang ditayangkan oleh kanal YouTube TV Desa dan Roemah Kita TV pada Sabtu (27/7/2024)..
Selain aging population, menurut Amwazi, Host Bincang Santuy tersebut, pengadaan hunian khusus lansia ini penting karena lansia membutuhkan lingkungan atau komunitas yang mendukung dan memudahkannya untuk menikmati masa tuanya, yakni orang-orang seusianya atau sesama lansia.
“Lansia perlu memiliki lingkungan dan tetangga yang khusus. Tidak bisa disamakan dengan masyarakat secara keseluruhan karena kebutuhannya banyak dan kendalanya juga banyak,” ujar Amwazi.
Hal lain yang mendorong perlunya pengadaan rumah untuk lansia ialah seiring bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan, mengakibatkan tubuh menjadi rentan terhadap penyakit.
Artinya, ada kebutuhan-kebutuhan khusus yang diperlukan lansia seperti perawatan kesehatan. Kebutuhan ini dapat dilayani dengan baik oleh hunian yang memiliki fasilitas memadai dan juga tim profesional.
Kebijakan Pemerintah
Pengadaan hunian khusus untuk lansia dianggap menjadi salah satu hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi kekhawatiran terkait jumlah lansia yang makin bertambah ini. Selain dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang akan menolong para lansia menjalani kesehariannya dengan baik, hunian itu juga menyediakan komunitas pendukung bagi para lansia, yakni sesama penghuni.
Trisno memberikan contoh hunian Senior Living, ASLI. Hunian ini didisain dengan empat komponen dasar, yakni hunian, fasilitas, aktivitas, dan tim profesional. Hunian berbasis 4 komponen tersebut dirancang untuk memberikan kenyamanan bagi penghuninya.
Di Indonesia, pembangunan hunian untuk lansia telah mulai dikembangkan sejak tahun 2010-2012 oleh para pelaku bisnis properti, antara lain perusahaan yang bernaung di bawah Asosiasi Senior Living Indonesia (ASLI). Namun, hunian yang ditawarkan ASLI menyasar customer kelas menengah ke atas.
Biaya hunian Senior Living, ASLI, cukup besar untuk bisa dijangkau oleh semua kalangan. Besaran biaya hunian di Senior Living mulai dari Rp5 juta per bulan, tergantung fasilitas dan servis yang disediakan atau dipilih.
Trisno mengaku Senior Living memang ditujukan untuk penduduk kelas menengah ke atas. Ia menjelaskan bahwa biaya Senior Living tinggi karena fasilitas dan servis yang disediakan pengembang dan atau dipilih oleh konsumen.
Biaya yang besar disadari menyulitkan para lansia untuk bisa memiliki hunian, khususnya penduduk kelas menengah ke bawah. Karena itu, dipandang perlu adanya kebijakan yang berpihak kepada para lansia, yang memudahkan mereka untuk mengakses fasilitas perumahan ini. Pemerintah diharapkan berperan mengadakan rumah untuk lansia, meski dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian.
“Saya berharap pemerintah dapat menduplikasi konsep hunian Senior Living sehingga lebih mudah dijangkau oleh masyarakat kelas menengah ke bawah,” tutur Trisno.
Ia juga mengatakan pemerintah perlu membuat kebijakan yang komprehensif terkait perumahan untuk lansia ini.
Sementara, Agus Supriadi, Head Residential PT Bijak Batam, mengaku siap mendukung pembangunan perumahan untuk lansia ini. Selain biaya, hal lain yang menjadi kendala para lansia di Indonesia memiliki dan atau tinggal di hunian khusus lansia ialah budaya masyakat Indonesia.
“Masih ada culture Indonesia yang menganggap orang tua harus tinggal bersama anak. Sebaliknya, orang tua tidak ingin tinggal jauh-jauh dari anak,” kata Amwazi.
Akhirnya, perlu ada edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya hunian bagi lansia sehingga mendapatkan dukungan. Keberadaan hunian khusus ini akan menolong para lansia menjalani masa tua mereka dengan lebih baik dan bahkan bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bersama dengan komunitasnya. Peran pemerintah dan kerja sama semua pihak diperlukan untuk mewujudkan pengadaan perumahan untuk lansia ini. (MSH).