Tradisi mudik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia selama berabad-abad. Setiap tahun, jutaan orang membanjiri jalanan untuk kembali ke kampung halaman mereka, mengikuti tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Tahun 2024 ini, prediksi Kementerian Perhubungan, 193,6 juta warga melakukan kegiatan mudik.
Pergerakan ratusan juta manusia ini difasilitasi lewat berbagai moda transportasi, mulai dari sepeda motor, bus, mobil pribadi, kereta api, feri atau kapal laut hingga pesawat terbang.
Dalam konteks pergerakan di darat, Jasa Marga, sebagai badan usaha jalan tol (BUJT)—yang menyandang predikat The First and the Biggest Toll Road Operator di Indonesia—telah menjadi pelopor dalam merawat tradisi mudik ini lewat penyediaan jalan bebas hambatan, baik di Pulau Jawa dan Bali, maupun di Pulau Sumatera.
Baca Juga: Survei Kemenhub: Pergerakan Masyarakat Saat Lebaran 2024 Tembus 193,6 Juta Orang
Pengalaman dalam mengoperasikan jalan tol sepanjang 1.260 kilometer saat ini, Jasa Marga memiliki dampak yang signifikan dalam memfasilitasi perjalanan mudik dan mempertahankan keutuhan tradisi budaya.
Dalam sejarah jalan tol di Indonesia, kehadiran jalan tol pertama, yakni Jalan Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) yang dikelola oleh Jasa Marga, seperti disinggung oleh Pengamat Transportasi dan Pendidikan Ki Darmaningtyas, di Majalah Lintas, bahwa pada awal-awal pemerintah mulai menangani mudik pada 1970, keberadaan Jalan Tol Jagorawi membantu pergerakan pemudik dari Jakarta menuju Bogor.
Seiring dengan perkembangan infrastruktur jalan tol oleh Jasa Marga, konektivitas antarkota pun semakin lancar. Hal ini tidak hanya memperpendek waktu perjalanan, tetapi juga mengurangi kemacetan yang sering kali terjadi pada musim mudik.
Keberhasilan Jasa Marga dalam konektivitas ini bisa dilihat dari penghargaan yang diterima dalam beberapa tahun terakhir ini. Pada 2023, Jalan Tol Jagorawi dinobatkan sebagai Jalan Tol Berkelanjutan Terbaik untuk Kategori Jalan Tol Panjang di atas 50 km dalam penghargaan yang diselenggarakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Selain Jalan Tol Jagorawi, Jasa Marga juga meraih predikat Jalan Tol Terbaik I untuk Panjang 15-50 Km, yakni Jalan Tol Pandaan-Malang dan Terbaik I Kategori Jalan Tol Panjang kurang dari 15 Km untuk Jalan Tol Sedyatmo.
Pengelolaan Rest Area jalan tol melalui anak usaha PT Jasamarga Related Business (JMRB) juga diganjar predikat Rest Area Terbaik I untuk Rest Area Km 88B Jalan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang).
Mengutip Senior General Manager Jasa Marga RMT Widiyatmiko Nursejati, selaku Asset Manager untuk Jalan Tol Jagorawi, Cipularang, Sedyatmo, dan JORR Non S mengatakan, penilaian Jalan Tol Berkelanjutan Kementerian PUPR merupakan salah satu alat ukur untuk evaluasi terhadap pelayanan operasional jalan tol dan pencapaian inovasi yang meningkatkan kualitas serta memperhatikan aspek kebermanfaatan lingkungan.
“Untuk Jalan Tol Jagorawi, ini merupakan penghargaan yang keempat kalinya. Namun, hal ini tidak menjadikan Jasa Marga berhenti untuk berinovasi dan terus melakukan peningkatan pelayanan,” ujar Miko dalam keterangan Jasa Marga seperti dikutip Lintas.
Baca Juga: Tol Jagorawi Jadi Jalan Tol Berkelanjutan Terbaik 2023
Kelangsungan Tradisi
Dengan adanya jalan tol yang memadai, tradisi mudik menjadi lebih nyaman dan aman bagi para pemudik. Hal ini membantu menjaga keberlangsungan tradisi budaya yang sangat penting bagi identitas bangsa. Masyarakat tidak perlu lagi menghabiskan waktu banyak di jalan karena macet. Kini, lewat jalan tol, warga dari Jakarta dalam hitungan beberapa jam saja sudah tiba di kampung halaman.
Selain konektivitas, peran Jasa Marga bagi pengembangan ekonomi dan sosial di sepanjang jalan tol yang dikelola cukup besar. Kehadiran jalan tol menciptakan lapangan kerja baru, baik langsung maupun tidak langsung, yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi di daerah sekitar.
Selain itu, infrastruktur jalan tol yang baik juga membuka akses lebih luas bagi distribusi barang dan jasa. Juga meningkatkan konektivitas antarwilayah, serta memperluas pasar bagi produk lokal.
Tradisi mudik bukan hanya sekadar perjalanan fisik, tetapi juga simbolik dari pertemuan keluarga, penghargaan terhadap leluhur, dan perayaan akan kesatuan keluarga.
Dalam konteks ini, upaya Jasa Marga dalam memfasilitasi perjalanan mudik tidak hanya tentang membangun jalan tol, tetapi juga tentang menjaga dan merawat warisan budaya yang berharga bagi bangsa ini.
Di beberapa kesempatan, Direktur Utama Jasa Marga Subakti Syukur mengungkapkan, Jasa Marga tidak hanya mengejar return bagi pemegang saham, tetapi Jasa Marga juga memperhatikan dampak lingkungan dan dampak sosial bagi para pemangku kepentingannya.
Mudik adalah ritual tahunan yang terus menjadi perhatian pemerintah dan pemangku kepentingan, termasuk Jasa Marga. Apa yang dijanjikan oleh Subakti Syukur bahwa pemberian pelayanan kepada pengguna jalan tol tidak pernah berhenti. (Harazaki)