Program Tol Laut Kementerian Perhubungan yang telah dimulai sejak tahun 2015 diharapkan mampu mendukung perekonomian masyarakat. Bagaimanakah perkembangan Tol Laut ini?
Tol Laut merupakan konsep pengangkutan logistik kelautan yang dicetuskan Presiden Joko Widodo. Program ini bertujuan untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di Nusantara.
Hubungan antara pelabuhan-pelabuhan laut ini akan menciptakan kelancaran distribusi barang hingga ke pelosok.

Tol Laut dibuat sebagai subsidi biaya pelayaran oleh Pemerintah untuk menekan biaya logistik sehingga berdampak pada besaran harga barang di kota-kota tujuan masing-masing trayek tersebut.
Program ini telah berjalan dengan tiga trayek sejak November 2015, dan sampai 2017 sudah berkembang menjadi 13 trayek.
Dari 13 trayek tersebut, 7 dilaksanakan oleh PT Pelayaran Nasional Indonesia (PT Pelni) melalui penugasan, dan 6 trayek lainnya dioperasikan oleh swasta melalui mekanisme lelang. Saat ini, Tol Laut telah memiliki 30 trayek dan 113 pelabuhan singgah di 20 Provinsi.
Sejauh mana efektivitas Tol Laut ini bisa diukur melalui indeks harga komoditi (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
Pada Oktober 2017, Tol Laut berhasil menurunkan harga hingga 20 persen. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) mencatat bahwa implementasi Tol Laut pada 2016 berdampak positif menurunkan nilai indeks harga hanya pada komoditi tertentu.
Beberapa komoditi itu yakni minyak goreng (rata-rata 4,652 persen), daging sapi (4,85 persen) dan jagung (8,36 persen).
Pengamat transportasi laut yang juga pernah bertugas di Pelindo 1 Medan dan Pelindo 4 Makasar Wahyono Bimarso menyebut,” Walau berbeda waktunya (2016), angka di atas terbilang sangat kecil dibanding klaim pemerintah yang sebesar 20 persen di tahun 2017.”
Wahyono melanjutkan, disparitas harga merupakan problem ekonomi yang tidak bisa dibebankan hanya pada pelayaran.
Pembentukan harga di suatu tempat dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya biaya angkut. Volume barang yang diangkut melalui program Tol Laut juga masih sangat kecil untuk dapat mempengaruhi pembentukan harga di tingkat konsumen.
Jumlah muatan jenis general cargo Tol Laut sepanjang tahun 2016 mencapai 1.730 ton, dengan rata-rata tiap bulannya sebesar 157 ton.
Sedangkan untuk jenis muatan peti kemas mencapai 2.853 TEUS dengan rata-rata 356 TEUS per bulannya. Jumlah di atas terbilang kecil dibanding volume muatan domestik.

Pelibatan Swasta di Tol Laut
Sesuai hasil Rembug Nasional pada 23 Oktober 2017, untuk mengurangi besar biaya subsidi, Pemerintah menggabungkan rute Tol Laut dengan rute pelayaran komersial yang telah ada.
Dengan cara ini, muatan tol laut dinaikkan ke kapal komersial hingga sampai pelabuhan tertentu, kemudian dilanjutkan oleh kapal Tol Laut, yang bersubsidi, hingga daerah tujuan program Tol Laut.
Misalnya pada rute Jakarta-Makassar dan sebaliknya. Kedua rute tersebut selama ini sudah dilayani oleh sekitar 12 pelayaran swasta nasional. Dengan penggabungan pada kedua rute ini, kapal Tol Laut cukup memulai pelayaran dari Makassar menuju pelabuhan tujuan sesuai trayeknya.

Pada pengembangan berikutnya, pelabuhan Makassar dapat dikembangkan menjadi hub port (pelabuhan pengumpul) muatan Tol Laut untuk kawasan timur Indonesia.
Penggabungan rute di atas juga merupakan respons Pemerintah terhadap kritik dari para pengusaha pelayaran swasta terhadap program Tol Laut.
Menuju konektivitas laut yang sehat memang masih panjang. Untuk itu, evaluasi dan optimasi harus terus dilakukan.
Tujuan mulia Tol Laut, yaitu menurunkan disparitas harga barang dan kesenjangan antarwilayah, dapat dicapai melalui kerja bersama seluruh stakholder pelayaran nasional. (SKT/EDW)
Baca Juga: Pelayaran Perdana Tol Laut Tahun 2024, Dorong Penurunan Harga di Indonesia Timur