Di bawah beton yang menahan berat ribuan kendaraan, hidup Neti (40) dan keluarganya bertahan selama sepuluh tahun di kolong tol Jelambar, Jakarta Barat. Tempat yang selama ini menjadi rumah bagi dirinya, suami, dan anak-anaknya, hanyalah sebuah rumah petakan yang terlalu sempit untuk menampung kenyamanan. Di balik kerapuhan dinding yang menahan debu dan polusi, Neti belajar untuk menerima kenyataan pahit yang dihadapi keluarga miskinnya. Namun, pada akhir November 2024, semuanya berubah.
Pada hari yang cerah itu, Neti dan 43 kepala keluarga lainnya yang tinggal di kolong tol Jelambar dipindahkan ke Rumah Susun (Rusunawa) Rawa Buaya, sebuah hunian yang lebih layak dan nyaman. Sebuah kesempatan yang datang setelah bertahun-tahun berjuang di sebuah kawasan kumuh, penuh dengan kekhawatiran dan keterbatasan.
“Alhamdulillah, akhirnya kami mendapatkan tempat yang bersih, nyaman, dan memiliki masa depan yang lebih baik,” ujar Neti, matanya tampak berbinar. Meski senyum menghiasi wajahnya, di baliknya tersimpan cerita panjang yang penuh perjuangan. Di kolong tol, hidup mereka seperti dikepung oleh ketidakpastian. Selain sempitnya ruang yang mereka tempati, kebersihan dan kesehatan pun menjadi tantangan besar. Setiap malam, kendaraan melaju cepat di atas kepala mereka, dan debu serta suara bising menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Selama 10 tahun itu, Neti dan keluarga harus hidup berbagi satu petak rumah dengan keluarga lain, semuanya dalam keadaan serba kekurangan.
“Kami hanya punya sedikit. Suami saya hanya bekerja serabutan, jadi tidak ada cukup uang untuk pindah ke tempat yang lebih baik,” kenang Neti. Namun, harapan itu tidak pernah padam. Dia selalu percaya bahwa suatu saat mereka akan bisa tinggal di tempat yang lebih layak.
Akses Mudah
Kesempatan itu datang saat pemerintah DKI Jakarta mengumumkan relokasi warga kolong tol ke rusun yang lebih layak. Pada 30 November 2024, proses pemindahan dimulai, dan keluarga Neti menjadi bagian dari langkah besar menuju perbaikan kualitas hidup mereka. Di Rusunawa Rawa Buaya, mereka tidak hanya mendapatkan tempat tinggal yang layak, tetapi juga akses ke fasilitas umum yang sebelumnya hanya menjadi angan-angan: air bersih, sanitasi yang baik, dan akses mudah ke transportasi publik.
“Saya terharu, tidak ada paksaan untuk pindah. Kami diberi kesempatan yang luar biasa oleh pemerintah. Tidak ada lagi rasa takut tidur malam karena bisingnya kendaraan atau khawatir karena rumah yang tidak sehat,” kata Neti, suaranya hampir bergetar saat mengungkapkan rasa syukur yang mendalam.
Keputusan untuk pindah, meski penuh harapan, bukan tanpa tantangan. Bagi banyak penghuni kolong tol, beradaptasi dengan lingkungan baru adalah langkah besar. Namun, Neti yakin bahwa perubahan ini adalah peluang emas untuk keluarganya, terutama anak-anaknya. “Di sini, mereka bisa belajar dengan tenang, tidur dengan nyaman, dan pergi ke sekolah tanpa rasa khawatir,” tambahnya.
Pemerintah DKI Jakarta berkomitmen untuk memfasilitasi proses relokasi ini dengan memberi subsidi sewa selama enam bulan pertama, sebagai langkah awal bagi keluarga-keluarga yang terlibat. Selama masa itu, mereka akan mendapatkan pelatihan keterampilan agar bisa mandiri dalam membayar biaya sewa rumah susun. “Saya sangat berterima kasih, ini benar-benar meringankan beban kami,” ujar Neti, dengan senyum yang lebih lebar.
Program relokasi ini bukan hanya sekadar pemindahan tempat tinggal, tetapi sebuah usaha untuk mengangkat harkat dan martabat warga Jakarta yang tinggal di kawasan kumuh. Menurut Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Marullah Matali, relokasi ini adalah langkah strategis untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan memperbaiki tata kota. “Kami ingin memberikan hunian yang layak dan membantu mereka keluar dari kondisi yang sebelumnya tidak sehat,” ungkapnya.
Neti mengakui, hidupnya kini tak hanya tentang memiliki atap yang layak di atas kepala, tetapi juga tentang masa depan yang lebih cerah. Bagi seorang ibu, kebahagiaan terbesar adalah melihat anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang mendukung mereka untuk berkembang.
“Saya harap anak-anak saya bisa punya kesempatan yang lebih baik, bisa belajar, dan meraih cita-cita mereka tanpa harus terbebani dengan kehidupan yang sulit,” harap Neti, matanya menerawang jauh ke depan, penuh dengan impian.
Relokasi ini adalah bukti bahwa perubahan itu mungkin, bahwa kehidupan yang lebih baik selalu bisa diraih, bahkan bagi mereka yang pernah merasa terlupakan di bawah kolong tol. Dan untuk Neti, hari ini adalah awal baru, sebuah babak yang penuh dengan harapan baru. (GIT)