JAKARTA, LINTAS – Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan pemerataan infrastruktur dasar di seluruh negeri. Dalam International Conference on Infrastructure (ICI) 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap kebutuhan investasi infrastruktur nasional yang sangat besar, yakni mencapai US$625 miliar atau sekitar Rp10.146 triliun (dengan kurs Rp16.240 per dolar AS) untuk periode 2025 hingga 2026.
“Kebutuhan investasi infrastruktur untuk dua tahun ke depan diperkirakan mencapai US$625 miliar,” kata Sri Mulyani dalam konferensi yang digelar di Jakarta dan dipantau secara daring pada Kamis (12/6/2025).
Sayangnya, kemampuan anggaran negara terbatas. Sri Mulyani menyebut, dari total kebutuhan tersebut, pemerintah hanya mampu memenuhi 40 persen, bahkan itu sudah termasuk kontribusi dari pemerintah pusat dan daerah.
“Kami menghadapi kesenjangan dalam pembiayaan infrastruktur. Karena itu, perlu partisipasi sektor swasta dan mitra pembangunan,” ujar Sri Mulyani.
Butuh Kolaborasi dan Pendanaan Inovatif
Untuk menutup kekurangan itu, pemerintah berharap ada kolaborasi aktif dari sektor swasta dan mitra internasional, termasuk dengan menghadirkan mekanisme pendanaan yang inovatif dan berkelanjutan. Bentuknya bisa lewat skema KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha), blended finance, hingga penerbitan obligasi hijau (green bonds).
“Ini bukan semata tugas pemerintah. Dunia usaha dan investor juga harus terlibat aktif,” tambahnya.
Baca Juga: Prabowo Bentuk Badan Otorita Tanggul Laut Jawa, Proyek Raksasa Rp 160 Triliun Segera Dimulai
Selain soal pembiayaan, Sri Mulyani juga mengingatkan bahwa kondisi global saat ini memberi tekanan tambahan. Konflik geopolitik, fragmentasi ekonomi, hingga krisis iklim menjadi tantangan nyata yang memengaruhi kelangsungan pembangunan infrastruktur di banyak negara, termasuk Indonesia.
“Prospek ekonomi global tidak baik. Ketegangan geopolitik meningkatkan fragmentasi dan ketidakstabilan,” tegasnya.
Berdasarkan laporan OECD, pertumbuhan ekonomi global diprediksi turun dari 3,4% pada 2024 menjadi hanya 2,9% pada 2025. Sementara itu, laporan terbaru dari Bank Dunia menyebut pertumbuhan global bahkan bisa turun lebih dalam menjadi hanya 2,3%, turun 0,4 persen poin dari prediksi sebelumnya.
Krisis Iklim Jadi Tantangan Tambahan
Tak cukup sampai di situ, risiko perubahan iklim juga memperberat tantangan pembangunan infrastruktur. Mulai dari bencana alam yang mengganggu proyek, hingga kebutuhan membangun infrastruktur yang tahan terhadap dampak iklim ekstrem, membuat pembiayaan kian kompleks dan mahal.
“Tantangan ini, ditambah risiko iklim yang meningkat, akan sangat memengaruhi kemampuan negara-negara dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan,” kata Sri Mulyani.
Dengan keterbatasan anggaran dan tantangan global yang makin berat, pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada APBN. Butuh kolaborasi multipihak dan terobosan pendanaan yang inovatif agar proyek-proyek strategis tetap berjalan.
Pernyataan Sri Mulyani ini sekaligus jadi wake-up call bahwa masa depan konektivitas Indonesia bergantung pada sinergi lintas sektor dan adaptasi terhadap dinamika global yang makin cepat berubah
“Infrastruktur adalah fondasi masa depan. Tapi membangunnya butuh kerja sama semua pihak,” kata Sri Mulyani. (GIT)