Perpanjangan jalur KA super cepat Whoosh asal Halim sampai Surabaya lewat Bandung sejauh lebih dari 620 km itu akhir-akhir ini menjadi pembicaraan hangat. Wacana yang dilontarkan KCIC (Kereta Cepat Indonesia China) itu memunculkan reaksi Agus Harimurti Yudoyono (AHY), Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, yang ingin hal itu didalami dan dihitung dengann cermat.
Berkaca pada biaya pembangunan Whoosh dari Stasiun Halim Jakarta Timur hingga Tegalluar Bandung timur sepanjang 142,3 km yang sebesar Rp 110,16 triliun–termasuk pembengkakan berupa penambahan cost overrun–sebesar Rp 18,36 triliun itu, berapa dibutuhkan untuk memperpanjang jalur? Menurut Dirut KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi, tahapan pertama, ya, tidak harus langsung sampai Surabaya, sampai Yogyakarta saja dulu.
Akan tetapi, membangun track Whoosh saja sudah menimbulkan berbagai pertanyaan masyarakat, yang semula biayanya dikatakan tidak membebani APBN, ternyata kocek uang negara itu pun “bocor tidak halus”. Munculnya cost overrun di tengah gencar-gencarnya kegiatan pembangunan menjadikannya seolah buah simalakama, yang kalau dimakan ibu mati, kalau tidak dimakan ayahnya yang mati.
Kalau cost overrun tidak dibayar proyek bisa mangkrak dan investasi puluhan miliar musnah, pemerintah pun wajib menalanginya. Ada sih, pinjaman dari bank di China, tetapi bunganya lebih tinggi.
Baca Juga: Penumpang Whoosh Hampir Capai 4 Juta dalam 8 Bulan Beroperasi
Hal ini di antaranya yang dikatakan ekonom senior Faisal Basri, titik impas proyek Whoosh baru takan tercapai saat hampir 100 tahun beroperasi. Nah, di saat itu ahli-ahlinya, pekerjanya, petugas stasiunnya, masinisnya, penumpangnya, semua sudah berganti, beda dua atau tiga generasi.
Namun, menurut Dwiyana, hitung-hitungannya BEP (break even point) Whoosh bisa 40 tahun karena kini tingkat pengisian Whoosh sudah bagus. Berdasarkan catatannya, sepanjang Januari hingga Oktober 2024 penumpang Whoosh sudah mencapai 6 juta dan bisa hingga 8,8 juta pada akhir tahun, jika rata-rata 24.000 penumpang/hari.
Jumlah ini mendekati target 28.000 penumpang dari kapasitas 28.850 yang diangkut 48 perjalanan per hari, yang dalam waktu dekat akan ditambah menjadi 62 perjalanan/hari. Selain itu, pihaknya juga akan menjual penamaan (naming) stasiun dan membangun TOD (transit oriented development–pengembangan fasilitas sekitaran pusat transportasi publik).
Kerja sama dengan investor, fasilitas perumahan atau apartemen, pusat perbelanjaan, perdagangan, pendidikan dan sebagainya dibangun, mencontoh stasiun-stasiun di negara maju. TOD, menempatkan pusat perdagangan dan sebagainya di lantai bawah dan hotel di sebelahnya sementara rel di stasiun di lantai atasnya. Stasiun pun bisa mendapat sewa sebagai tambahan pendapatan.
Tembus Gunung
Mengaca pada prestasi Whoosh, KCIC yakin pembangunan trayek Bandung-Surabaya akan juga dipadati penumpang. Semua jenis angkutan umum dan pribadi antara dua kota itu, termasuk pesawat terbang, akan dikalahkan.
Perjalanan Whoosh dari stasiun Halim ke Padalarang hanya 37 menit termasuk berhenti 2 menit di Karawang. KA Argo Parahyangan perlu dua jam 20 menit, dihitung dari Padalarang sampai Stasiun Jatinegara. Parahyangan dengan tarif ekonomi Rp 150.000 lebih cepat sedikit dibanding kendaraan pribadi lewat tol, sementara bus cepat sekitar 3-4 jam.
Menumpang pesawat Cessna Caravan milik Susi Air sama, sekitar 35-40 menit antara Bandara Halim sampai Bandara Husein Sastranegara, tarifnya antara Rp 200.000 hingga Rp 250.000. Calon penumpang harus sudah check in paling lambat sejam sebelumnya, padahal Whoosh masih mau menerima penumpang lima menit sebelum berangkat.
Kenyamanan Whoosh mengalahkan semua, minim guncangan, tempat duduk kelas ekonominya lebih bagus dari jok di mobil travel yang tarifnya Rp 160.000. Tarif Whoosh, “hanya” Rp 150.000 (kelas ekonomi), hingga Rp 450.000 kelas utama, tergantung musim, saat puncak (peak) atau low season.
Ada tiga alternatif jalur yang ditawarkan untuk melanjutkan Whoosh dari Bandung ke Surabaya. Pertama lewat Kroya dan Yogyakarta (629 km diperkirakan bisa ditempuh dalam 180 menit), kedua lewat Cirebon dan Purwokerto (679,2 km perjalanan selama 193 menit). Alternatif ketiga, Bandung ke Surabaya lewat Cirebon dan Semarang, 642 km perlu waktu 184 menit.
Trace lewat Kroya dan Yogyakarta mungkin termurah biaya pembangunannya. Namun, bukan berarti sekadar perkalian dari biaya pembangunan Whoosh Jakarta Bandung yang 629 km/142 km X Rp 110,16 triliun, jadinya Rp 489,9 triliun. Tidak serta merta, sebab jalur dari Bandung lewat Kroya penuh pegunungan dan lembah yang harus dilalui, yang kereta reguler saja harus menembus gunung di Terowongan Ijo, Jateng.
Whoosh saat ini menembus 13 buah terowongan yang panjangnya 16,82 km, terpendek 150 meter terpanjang 4.478 meter. Antara Bandung, Kroya dan Kebumen saja sudah muncul tantangan besar karena menembus belasan gunung dan bukit, begitu lepas Cicalengka, Bandung timur.
Pola PPP
Bandung ke Surabaya lewat Cirebon, Purwokerto, Yogyakarta dan seterusnya sepanjang 679,2 km tidak ringan karena harus melewati berbagai bukit dan pegunungan selain lembah yang harus diuruk. Juga harus membangun jembatan panjang di berbagai bengawan yang lebih lebar dari sungai di Jawa Barat.
Pilihan ketiga lewat Cirebon dan Semarang mungkin merupakan jalur yang ramah dan murah. Jalur Pantura minim gunung, membuat jarak “hanya” 642 km dan waktu tempuh 3 jam lewat 4 menit.
Selain trace Whoosh dari Bandung ke Surabaya ini, sebenarnya ada trace dari Jakarta langsung ke Surabaya lewat jalur Pantura. Jakarta Gambir ke Pasar Turi Surabaya, jaraknya sekitar 713 km, medannya mayoritas landai sehingga nyaris tak perlu ada terowongan atau pengurugan, sebagian track-nya sudah ada.
Baca Juga: Stasiun Kereta Cepat Whoosh Karawang di Jabar Diresmikan
Di sepanjang jalur ini PT KAI punya lahan yang lebar, tanpa harus banyak pembebasan lahan sehingga mungkin penghitungan bukan 713/142 x Rp 110,16 triliun. Pengalinya bisa jadi lebih rendah dibanding biaya pembangunan Whoosh yang Rp 110,16 triliun, yang otomatis akan memengaruhi harga tiketnya, bisa lebih murah dari tiket pesawat yang di atas Rp 1 juta.
Dengan kecepatan jelajah sekitar 345 km/jam dan lama perjalanan yang sekitar 2 jam, semua moda angkutan darat dan udara di antaranya akan terlibas. Waktu perjalanan ini termasuk singgah di beberapa stasiun antara (Cirebon, Pekalongan, Semarang dst.) masing-masing dua menit.
Konon track ini sudah di-tek sama investor dari Jepang yang berani menawarkan harga lebih rendah.
Tetapi, semua ini masih angan-angan. Dari mana didapat dananya, siapa yang akan memberi dukungan utang dengan bunga rendah.
Atau bahkan apakah bisa dengan pola PPP, public private partnership.
Dengan patokan pendeknya BEP Whoosh, 40 tahun, siapa tahu banyak investor mau bergabung.