Home Opini Peluang Ekonomi dan Pengelolaan Sampah

Peluang Ekonomi dan Pengelolaan Sampah

Share

Sampah selama ini sering dipandang sebagai masalah besar yang kotor, berbau, dan merusak lingkungan. Konotasi negatif ini menimbulkan krisis sampah di banyak kota besar, bahkan hampir mencapai status darurat. Namun, di balik persepsi itu, sampah sejatinya memiliki potensi besar jika diolah secara tepat, khususnya sebagai bahan baku dalam pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).

Oleh Achmad Maliki

Krisis sampah di Indonesia bukan hanya sekadar persoalan estetika, tetapi juga ancaman serius bagi kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Sampah domestik yang terus bertambah seiring pertumbuhan populasi mencapai jutaan ton per tahun. Sayangnya, pengelolaan sampah di banyak daerah masih jauh dari ideal.

Salah satu penyebab utama adalah menipisnya kapasitas tempat pemrosesan akhir (TPA). Banyak TPA yang menghadapi krisis overload akibat metode pembuangan terbuka (open dumping) yang masih marak dilakukan. Praktik ini mempercepat penurunan masa pakai TPA dan menimbulkan pencemaran yang berbahaya bagi lingkungan sekitar.

Selain itu, pembuangan sampah ilegal dan limbah tanpa pengawasan yang ketat semakin memperburuk kondisi. Ancaman terhadap kualitas udara, air, dan ekosistem makin nyata, bahkan berdampak pada sektor pariwisata dan kesehatan masyarakat. Infrastruktur pengelolaan sampah yang belum memadai memperparah persoalan ini.

Melihat kondisi tersebut, transformasi pengelolaan sampah menjadi sumber energi terbarukan adalah langkah strategis yang vital. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) menawarkan solusi cerdas untuk mengubah limbah menjadi energi listrik, sekaligus mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA.

Solusi Strategis

Seperti diberitakan Lintas, Senin (13/10/2025), Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti menegaskan, proyek waste to energy atau PLTSa merupakan solusi strategis pemerintah mengatasi persoalan sampah nasional sekaligus menghasilkan energi terbarukan. Ia menyebut Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya pemanfaatan volume sampah menjadi listrik melalui sinergi dengan PLN dan pemerintah daerah.

Diana juga mendorong pemda memahami konsep waste to energy secara menyeluruh, menerapkan sistem pemilahan dan penjadwalan pengambilan sampah berdasarkan jenis, serta mengedukasi masyarakat agar pengelolaan sampah dimulai dari rumah menuju kondisi zero waste. Kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat dinilainya menjadi kunci keberhasilan program ini.

Hingga kini, Indonesia baru memiliki dua PLTSa yang beroperasi, yakni PLTSa Benowo di Surabaya dengan kapasitas 11 MW dan PLTSa Putri Cempo di Surakarta dengan kapasitas 10 MW. PLTSa Benowo mampu mengolah sekitar 1.600 ton sampah setiap hari, membuktikan potensi besar teknologi ini dalam mengatasi krisis sampah.

Pemerintah sebenarnya sudah memulai langkah dengan menetapkan target awal pembangunan 12 unit PLTSa di beberapa kota besar melalui Perpres No 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Namun, target ini kini direvisi naik menjadi 33 unit yang akan menjadi prioritas pembangunan.

Percepatan pengembangan PLTSa juga didukung oleh kementerian terkait. Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menyatakan komitmen aktif mendorong pembangunan fasilitas Waste-to-Energy (WTE) di daerah-daerah, demi mengoptimalkan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi bersih yang berkelanjutan.

Di tengah tantangan pengelolaan sampah yang kompleks, PLTSa bukan hanya solusi lingkungan, melainkan juga peluang ekonomi. Pemanfaatan limbah sebagai energi dapat mengurangi biaya pengelolaan sampah sekaligus mendukung ketahanan energi nasional dengan memperluas bauran energi terbarukan.

Membuka Lapangan Kerja

Selain itu, pengembangan PLTSa dapat membuka lapangan kerja baru dan merangsang investasi di sektor teknologi hijau. Dengan sokongan kebijakan pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat, penggunaan PLTSa dapat berlangsung efektif dan efisien.

Tantangan teknis dan biaya investasi PLTSa memang tidak kecil, tetapi manfaat jangka panjangnya jauh melebihi hambatan tersebut. Dibutuhkan sinergi seluruh pihak, mulai dari pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha hingga masyarakat umum agar solusi ini bisa berjalan maksimal.

Baca Juga: Wamen PU: Proyek “Waste to Energy” Jadi Solusi Pengelolaan Sampah Nasional

Akhirnya, mengubah krisis sampah menjadi energi listrik merupakan terobosan strategis yang menghadirkan win-win solution. Sampah tidak lagi menjadi beban sosial dan lingkungan, tetapi berubah menjadi sumber daya bernilai yang mendorong kemajuan bangsa dan menjaga kelestarian bumi.

Dukungan publik dan penyadaran akan pentingnya pengelolaan sampah berkelanjutan harus terus ditingkatkan. Melalui edukasi dan inovasi seperti PLTSa, Indonesia akan mampu menjawab tantangan darurat sampah sekaligus mengantarkan masa depan energi yang ramah dan mandiri.

Oleh:

Share