Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan merekonstruksi atau membangun kembali Jembatan Kuning atau Jembatan Palu IV, Sulawesi Tengah, salah satu ikon kota Palu yang hancur akibat gempa dan tsunami pada tahun 2018 silam.
Rekonstruksi Jembatan Palu IV mendapatkan bantuan dana dari Pemerintah Jepang melalui Japan International Coorporation Agency (JICA) berupa dana hibah senilai Rp. 325 Miliar.
Jembatan dengan bentang 250 meter ini rencananya tidak jauh dari Jembatan Palu IV yang sudah dibangun sebelumnya.
Dr. Andri Irfan Rifai, ST. MT selaku Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Sulawesi Tengah mengatakan kesiapan Ditjen Bina Marga, terkait pendanaan, sedangkan perencanaannya sudah siap 100%, hanya tinggal menunggu lahan siap dari Pemerintah Daerah.
“Kesiapan sudah 100%, kebutuhan hanya lahan dan berdasarkan informasi dari Kabalai masih menyisakan satu bidang lahan, kalau hal itu sudah selesai , maka pemerintah kota atau pemerintah daerah akan mengeluarkan surat pernyataan lahan siap dan pihak JICA Jepang akan langsung proses,” paparnya kepada Lintas.
Teknologi Tahan Gempa Akan Diterapkan untuk Jembatan Palu IV
Andri menjelaskan, Jembatan Palu IV yang akan dibangun, diputuskan tidak menjadi ikon seperti jembatan sebelumnya, karena akan dibangun tahan gempa dan mengurangi energi tsunami.
“Untuk jalan yang ditinggikan merupakan salah satu fungsi sebagai Buffer, yakni untuk mengurangi energi tsunami dan bukan untuk melawan tsunami. Limpasannya dimungkinkan terjadi namun energinya sudah jauh berkurang,” kata Irfan.
Buffer ini terdiri dari beberapa bangunan dan sudah dibuat permodelannya oleh Balai Penelitian Pantai di Bali, salah satunya adalah bangunan pelindung pantai yang sudah terbangun atau biasa disebut batu gajah atau batu kosong.
“Jika terjadi lagi hempasan gelombang tsunami maka ada beberapa bagian jalan dengan gelombang yang cukup tinggi, hanya dari aspek lingkungan antara sisi darat dan sisi laut karena itu merupakan pantai wisata, maka pantai nelayan tetap harus mempunyai ekosistem yang tersambung sehingga tidak sertamerta seperti tanggul, dan pelaksanaan desainnya sudah selesai,” tambahnya.
Penanganan Prioritas PJN I Sulteng
Wilayah kerja Satker PJN Wilayah I Provinsi Sulawesi Tengah sebagian besar berada di Pantai Barat Sulawesi Tengah, di mulai dari PPK 1.1 ruas Bts Provinsi Sulawesi Tengah (UMU) – Buol; PPK 1.2 ruas Buol – Lingadan; PPK 1.3 ruas Lingadan – Malala; PPK 1.4 ruas Malala – Tonggolobibi; PPK 1.5 ruas Tonggolobibi – Tompe; dan PPK 1.6 khusus untuk penanganan bencana di wilayah Kabupaten Sigi.
Pada tahun anggaran 2020, Irfan mengaku mengalami banyak sekali kendala, salah satunya adalah akibat program refocusing dan relaksasi.
“Dari lima paket longsegmen yang direncanakan kami hanya mampu melakukan tiga paket kontrak, dan dua paket lainnya dinyatakan batal karena sampai batas penentuan relaksasi belum selesai di proses lelang sehingga hanya ditangani dengan pemeliharaan rutin yang tidak memerlukan anggaran yang besar , dengan demikian ditahun 2020 kami mengalami kendala yang luar biasa di dalam penanganan.”
Wilayah Pantai Barat Sulawesi memiliki jumlah lalu lintas yang paling sedikit dibandingkan dengan lintas-lintas Sulawesi yang lain, maka kerusakan jalan akibat beban lalu lintas pun tidak terlalu signifikan.
“Kerusakan jalan akibat bencana alam seperti banjir, longsor bahkan gempa – gempa kecil sehingga dapat dikatakan untuk program tahun anggaran 2020 tidak terlalu berhasil karena terjadi pengurangan anggaran dan kondisi alam nya cukup ekstrim di akhir tahun,” tandasnya.
Untuk program tahun anggaran 2021 dengan melakukan recovery kondisi tahun sebelumnya.
“Beberapa paket longsegmen yang sudah terkontrak dan yang akan terkontrak untuk menangani akibat bencana alam yang terjadi di akhir tahun 2020 dan di awal tahun 2021, diantaranya jembatan pendek yang terputus, oprit tergerus, dan badan jalan di pinggir pantai yang terkena abrasi,” kata Irfan menjelaskan.
Target prioritas untuk mendukung strategi Ditjen Bina Marga adalah memprioritaskan pemulihan pasca bencana, jalan lingkungan, jalan Provinsi dan jalan Kabupaten.
Tentunya dengan turut serta menangani jalan non nasional Irfan berharap sebagai wujud kepedulian terhadap kondisi jalan walaupun bukan jalan nasional.
Untuk jalan nasional yang terbentang dari Tompe – Bts. Gorontalo (UMU), secara program belum dapat alokasi dapat anggaran akan tetapi sudah dalam usulan dan pembahasan di P2JN dan telah di respon Subdit Lereng untuk menangani Bambuan di ruas Malala – Toli-Toli.
“Jadi di disaat curah hujan cukup tinggi, jalan akan tergenang dan menjadi satu – satunya jalan yang menghubungkan Kota Palu dengan Toli – Toli terputus hal ini terjadi di awal bulan November 2020 kemarin dan terputus selama beberapa hari karena terjadi genangan yang cukup tinggi dan sudah melewati ambang normal hingga tidak dapat di lewati,” ungkapnya.
Dengan anggaran rutin di tahun 2020 telah dilakukan peninggian sepanjang 900 meter di titik yang paling rendah yakni 1,5 meter namun ini belum mencapai ketinggian yang optimal sehingga hanya untuk mengantisipasi hujan yang kecil.
Harapannya di tahun 2021 mendapat tambahan anggaran sehingga dapat dilakukan penanganan, karena ini merupakan titik krusial untuk menjaga konektifitas dari Kota Palu ke Toli – Toli menuju batas Gorontalo, lanjutnya.
“Ada pekerjaan yang dilakukan secara multi years contract dari tahun 2015 – 2018 yang sangat disayangkan tak selesai dikarenakan kontraktor di akhir masa pekerjaannya tidak mampu memenuhi kewajibannya, sehingga di ruas tersebut di prediksi secara teknik akan mengalami kendala.
“Kalau menurut prediksi PPK yang menangani saat ini di sana kemungkinan akan terjadi Kebun Kopi kedua, karena tipe lerengnya bebatuan keras akan tetapi mudah lepas. Maka harapannya ada dua point penting, yaitu dilakukan peninggian di Bambuan dan Penanganan Lereng di Ogoamas segera dapat ditangani karena merupakan masalah besar. Kalau dibiarkan akan menjadi bom waktu,” imbuhnya.
Pandemi Covid-19
Kasatker PJN I Sulteng selanjutnya menjelaskan, dalam membantu masyarakat terdampak pandemi Covid-19 telah dilaksanakan bakti sosial dengan mengumpulkan sembako baik dari internal Ditjen BIna Marga maupun dari rekanan yang kemudian diserahkan ke masyarakat sekitar.
Selain itu, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui padat karya juga cukup antusias diikuti oleh masyarakat.
“Yang dilakukan adalah pembuatan saluran tanpa perkerasan dan dengan perkerasan, untuk tahun 2021 pembuatan saluran tanpa perkerasan di lanjutkan dengan perkerasan dan ditambah panjang saluran yang semuanya menggunakan perkerasan,” katanya.
Lanjut Irfan, di beberapa daerah sepanjang Tompe – UMU ada dua lokasi yang mata pencaharian penduduknya lebih menarik seperti kebun cengkeh dan tambang emas, sehingga di daerah tersebut tidak dapat dipaksakan untuk program PEN.
“Di Wilayah kami ini jarang penduduk, sehingga dalam satu ruas sekitar 10 – 20 Km sama sekali tidak ada penduduk , padahal diperlukan saluran, itu juga agak sulit kami lakukan,” jelasnya.
Ia juga mengakui, Pandemi Covid-19 juga menghambat penanganan paket pemulihan pasca bencana yang ada di PPK 1.6 sehingga berdampak pada penuruna produktifitas dan kinerja kontraktor.
“Di bulan Maret – Mei 2020 sangat luar biasa, telah terjadi penurunan kinerja lebih dari 50%, karena pada saat itu Kota Palu dan Sigi mengalami euphoria kepanikan yang telah membatasi pergerakan orang dan kendaraan antar kota dan bukan hanya antar provinsi saja, begitupun dengan material-material yang didatangkan dari pulau jawa mengalami pembatasan sehingga ini cukup menjadi kendala pada saat itu,” ujarnya.
Kendala dan Harapan
Selanjutnya irfan menyampaikan beberapa kendala yang kerap terjadi di lapangan baik secara teknis maupun non teknis. Secara teknis, dikatakan Irfan bahwa sepanjang ruas dari Tompe sampai UMU, hanya ada tiga Asphalt Mixing Plant (AMP) yang secara teknis layak melayani jalan nasional sepanjang 700 Km.
“Masing- masing AMP terdapat Satu di Buol, satu di Toli-Toli, namun di Buol secara jarak tempuh tidak bisa mencover, itu yang menjadi kendala teknisnya.”
Kemudian secara material, mulai dari Buol sampai dengan Bts. UMU tidak ada sumber material yang layak secara jumlah dan secara kualitas, karena jenis batuannya.
“Sebagai contoh di Buol itu banyak batuan namun tidak dapat di pecah karena batunya keras, sementara di Toli – Toli itu bebatuannya mudah didapatkan sehingga solusinya harus mendatangkan batu dari Toli-Toli – Palu yang dikirim melalui kapal, hal ini tidak akan menjadi masalah jika sudah direncanakan dari awal oleh Penyedia Jasa, kemudian untuk supply aspal juga hanya ada dua tempat yaitu dari Gorontalo dan Makasar, ini juga menjadi masalah teknis,” tambahnya.
Untuk kendala Non Teknis selain cuaca ekstrem, factor masyarakat juga menjadi kendala dalam pelaksanaan.
“Masyarakat setempat didalam merespon pekerjaan kita belum semuanya elegan, masih banyak faktor – faktor kedaerahan yang menjadi hambatan di pekerjaan akan tetapi seiring waktu hambatan ini terus menurun, belakangan ini keterlibatan masyarakat sudah cukup bagus artinya aspek non teknis dapat di hilangkan.”
Sebagai penutup Irfan berharap adaya penguatan terhadap kondisi-kondisi alam seperti yang sudah di sebutkan yaitu di Ogoamas, dan sebenarnya bukan hanya Ogoamas saja, Bisa juga merupakan lereng yang bermasalah.
“Oleh karenanya yang pertama saya ingin ada penanganan khusus untuk lereng dan longsoran, lalu yang kedua saya ingin seluruh tipe jembatan yang dulu di desain konvensional dapat dilakukan review dan dilakukan perbaikan secara bertahap karena di jalan nasional jembatan dengan plat deker itu masih ratusan, jadi itu harapan saya,” tutupnya.