Tual, Lintas – Pembangunan infrastruktur dan konektivitas jaringan jalan sangat berpengaruh terhadap semua kegiatan perekonomian masyarakat menuju ke tempat usaha ataupun sebaliknya. Namun, hingga saat ini masih terkendala anggaran sehingga pembangunan jalan dan jembatan masih sangat terbatas di Maluku Tenggara.
Bupati Maluku Tenggara (Malra) Muhammad Thaher Hanubun, mengatakan, dalam upaya percepatan pembangunan infrastruktur dan konektivitas pemerintah daerah menetapkan dua program utama, yaitu pembangunan jalan dan jembatan untuk membuka akses dan program preservasi jalan dan jembatan, termasuk peningkatan maupun pemeliharaannya, khususnya di wilayah Pulau Kei Besar, Jumat (15/7/2022).
Menurut Bupati Malra, isu strategis yang menjadi perhatian adalah kapasitas pembangunan infrastruktur, konektivitas jaringan jalan dan jembatan menjadi target utama pemerintah daerah dalam mengatasi masalah kualitas. Hal tersebut sudah sampaikan ditingkat musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) kabupaten maupun provinsi, bahkan sudah disampaikan juga ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional terkait isu strategis tersebut. Sumber pendanaannya tidak hanya melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), tetapi melalui sumber pendanaan lain, baik APBD Kabupaten/ Provinsi, dana alokasi khusus (DAK), dan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
“Untuk masalah anggaran yang bersumber dari pinjaman, seperti yang kami lakukan dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI). Karena masih ada keterlambatan dalam pengucuran dana dari pemerintah pusat, sehingga kami berinisiatif mengambil pinjaman dana sebesar Rp 100 miliar yang peruntukannya pembangunan infrastruktur di Pulau Kei Besar,” ujar Bupati Malra.
Masalah pendanaan menjadi faktor utama dalam pembangunan jalan dan jembatan. Saat ini, total panjang jalan di Kabupaten Malra sepanjang 800 km, di antaranya 212,38 km dalam kondisi baik (26,55%); kondisi sedang 118,48 km (14,81%); rusak ringan 38,41 km (4,80%); dan rusak berat 430,73 km (53,84%).
Sedangkan, untuk jalan dalam kondisi rusak ringan penanganannya cukup dengan pemeliharaan. Jalan dalam kondisi rusak berat diperlukan rekonstruksi dan peningkatan sekitar 45,15 km, termasuk jalan eksisting kondisinya masih berupa jalan tanah atau belum tembus.
Jalan lingkar di wilayah Pulau Kei Besar berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN, direncanakan ada tiga ruas dengan total panjang 101,6 km yang bersumber dari dana APBN, yakni ruas jalan Simpang Ngurdu-Fako-Hollat-Ohoiraut sepanjang 59,70 km; ruas jalan Elat- Weduar-Weduar Feer sepanjang 75,29 km; dan ruas jalan Simpang Ngurdu- Bombay-Ad-Ohoiraut sepanjang 71,02 km. Kegiatan pembangunan jalan tersebut dimulai sejak 2020 sampai 2024.
“Saya pernah menanyakan langsung kepada Bapak Presiden Joko Widodo lewat video conference terkait Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020, bahkan sudah dibuat program per tahunnya dari panjang jalan 101,6 km, di mana anggarannya sudah di programkan sebesar Rp 1,27 triliun. Namun, dalam realisasinya belum maksimal, saya mencoba untuk masuk lewat cara lain, yaitu menggunakan DAK,” jelasnya.
Bupati Malra melanjutkan, bahwa penanganan semua ruas jalan sudah tertuang dalam Perpres tersebut, juga sudah disampaikan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Misal, seperti jalan lingkar ruas jalan menuju Simpang Ngurdu-Fako- Hollat-Ohoiraut, tetapi belum ada kegiatannya.
“Saya berharap, sesuai arahan Bapak Presiden melalui Menteri PUPR penanganan jalan lingkar Kei Besar segera ditindaklanjuti, kami berdoa bersama mudah-mudahan tidak ada halangan lagi sehingga kegiatannya berjalan sesuai harapan,” ujar Bupati Malra.
Potensi kawasan wisata alam
Mengenai pengembangan potensi kawasan wisata alam telah dibangun infrastruktur untuk menunjang kawasan wisata di Kabupaten Malra. “Saya sudah bicara. Menurut versi yang saya tahu ada dua yang berpotensi, yaitu perikanan dan pariwisata,” ujarnya.
Bupati Malra mengatakan, setiap orang yang ingin datang ke obyek wisata pasti perlu akses jalan, terutama di Pulau Kei Besar ada lima obyek wisata air terjun, tetapi akses ke sana belum ada. Padahal, sudah dianggarkan pada 2020, tetapi tiba-tiba pandemi Covid-19 datang sehingga anggarannya dialihkan untuk kegiatan kesehatan dan lainnya.
Di Malra terdapat 78 pulau dan aksesnya sama sekali belum tersedia, termasuk yang salah satunya di Ngiarwarat-Ohoidertawun sepanjang 6 km dengan menggunakan dana PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) sebagai upaya dalam mengembangkan potensi pariwisata yang baru. “Dalam waktu dekat ini juga akan ada event di bulan Oktober. Biasanya air akan surut sampai sejauh 2 km dari pinggir pantai dan orang bisa bermain bola di laut,” ujar Bupati Malra.
Malra memiliki pasir yang indah, terbaik, dan terhalus di dunia, tetapi hanya memiliki akses jalan sepanjang 1 km. Mengingat belum tersedianya anggaran, apabila hanya memakai dana APBD tidak tercukupi. Tempat tujuan wisata di Malra sebanyak 72 lokasi, yang prioritas untuk dikelola sebanyak 17 lokasi, tetapi terkendala infrastruktur akses jalan.
“Dengan adanya infrastruktur jalan dan jembatan, tentunya akan memberikan dampak yang positif kepada masyarakat. Distribusi barang dan orang menjadi lancar khususnya pada wilayah-wilayah yang sebelumnya sangat sulit diakses,” lanjut Bupati Malra.
“Manfaatnya luar biasa, baru isu jalan dan jembatan mau dibangun saja, rasanya kami sudah merasa mau merdeka. Saya usahakan setidaknya listrik masuk sekarang menyala 24 jam. Saat itu, masyarakat berteriak “merdeka-merdeka”, artinya masyarakat sudah mendambakannya sejak lama terkait pengadaan listrik tersebut,” lanjutnya.
Di sisi lain, keberhasilan pembangunan jalur tol laut di Malra sangat luar biasa. Bupati mengatakan, sebelumnya kapal tol laut yang masuk ke pelabuhan di Malra terisi penuh dan ketika kembalinya kosong ke Surabaya, tetapi sekarang sudah banyak kontainer yang terisi lagi. “Barang yang mereka bawa itu macam-macam, ada sembako, hasil laut, semen, dan lain-lain di Pulau Kei Besar,” lanjutnya.
Bupati Malra mengungkapkan, untuk jalan nasional adalah tugas Balai Jalan, jika ada hambatan akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Kadang, pihak kontraktor turun ke lapangan tanpa pernah melapor. Ketika masyarakat memasang plang larangan untuk bekerja, para kontraktor baru melapor.
“Saya berharap yang sudah disampaikan dalam Perpres Nomor 18 Tahun 2020 yang ditandatangani oleh Bapak Presiden dan DPR dapat direalisasikan segera di Malra. Terutama akses jalan ke tempat wisata dan pembangunan tempat perikanan karena sudah ditetapkan sebagai seaweed estate (kampung rumput laut),“ ujar Bupati Malra.
Dukungan BPJN Maluku
Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah III Provinsi Maluku (Satker PJN III Maluku) Toce Leuwol, ST, MT, mengatakan, terkait kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN), pihaknya pernah bertemu dengan Bupati Malra supaya kawasan pariwisata yang ada ditingkatkan menjadi KSPN karena banyak pantai dan objek wisata yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan ditingkatkan menjadi isu strategis nasional.
Ada satu program dari pemerintah provinsi terkait dengan konektivitas antarwilayah di Provinsi Maluku yang terdiri dari pulau yang besar maupun yang kecil (1.000 pulau), maka konektivitas dimulai dari jalur laut, darat, dan udara karena untuk menuju pulau yang berada di kawasan perbatasan Indonesia dengan Australia ataupun Timor Leste harus lewat laut dan lewat udara.
“Contohnya, di Wetar pulaunya lumayan besar, karena berbatasan langsung dengan Timor Leste, tetapi jalan nasional masih sedikit, hanya sekitar 50 km. Seperti di antara jalur pelabuhan ke pelabuhan dari selatan ke utara, untuk jalan lingkarnya belum ada. Desa yang berada di pesisir selatan maupun di utara barat timur hanya di pertengahan pulau saja, itu baru contoh kecilnya,” ungkap Toce.
Toce mengatakan, sejumlah bandara di Malra, yaitu di Tual, Saumlaki, dan Kabupaten Maluku Barat Daya yang berada di Pulau Moa terdapat tiga bandara. Sama halnya yang ada di Pulau Larat, tetapi bandaranya masih skala kecil peruntukannya hanya untuk pesawat kecil sehingga ada banyak pulau yang belum tersentuh jalur udara. Saat musim hujan atau musim ombak agak sulit menuju pulau-pulau kecil tersebut, hanya bisa menggunakan kapal kecil atau speedboat.
“Misal, kalau mau ke Pulau Babar tidak bisa langsung, harus lewat udara atau harus ke Ambon dahulu untuk ke Saumlaki. Setelah itu, dilanjutkan menggunakan kapal laut dari Saumlaki ke Pulau Babar. Makanya perlu waktu untuk menuju ke sana,” ujar Toce.
Toce mengatakan, untuk jembatan antarpulau memang bagus untuk mendukung aksesibilitas transportasi di pulau-pulau yang ada di Malra. “Kalau jalan nasional, pada 2022 akan tuntas di Pulau Babar dan Pulau Marsela melalui skema paket kontrak tahun jamak (MYC) sampai 2024. Sedangkan, di Pulau Trangan sudah ada kegiatan pembangunan jalan nasional, tetapi masih berupa jalan tanah, diharapkan akan bisa ditingkatkan kemantapannya dengan perkerasan aspal,” ujarnya.
“Kalau di Pulau Moa sebagai Ibu kota Kabupaten Maluku Barat Daya, ada pelabuhan maupun bandara, tetapi belum terhubung karena masih ada beberapa segmen jalan yang belum masuk ke jalan nasional,” lanjutnya. (FD)
Baca juga:
Bendungan Way Apu, Pertama di Maluku dan Diproyeksikan Pasok Air untuk 10.000 Hektar Lahan
Sinergi dengan Pemerintah Daerah, Kunci Terbukanya Akses Wilayah Terisolasi